Aksi Bali Tidak Diam: Menunaikan Aksi Damai di Tengah Provokasi

Kamis (22/10), merupakan aksi yang ke-delapan kalinya dilakukan oleh Aliansi Bali Tidak Diam menyuarakan penolakan terhadap omnibus law UU Cipta Kerja. Berbagai tantangan pun dihadapi. Mulai dari adanya poster bernada provokasi yang mencatut nama aliansi, penggeledahan mobil komando tanpa surat tugas, hingga terbitnya surat rektor Unud kepada Kapolda Bali agar tidak memberi izin demonstrasi di depan Kampus Unud Sudirman.

Di bawah teriknya matahari, situasi pra-aksi diwarnai dengan adu mulut antara massa aksi dengan aparat kepolisian. Hal ini bukan tanpa sebab. Pukul 14.10 WITA, terlihat sekitar lebih dari 10 aparat kepolisian mendatangi Jalan DR Goris mengarah Student Center seraya beberapa diantaranya membopong senjata pelontar gas air mata dan diiringi dengan mobil raisa. Seorang aparat mendadak mendatangi mobil komando massa aksi, ia menagih Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) pada pengendara mobil komando. Ia pun kemudian meminta untuk membuka barang bawaan pada kendaraan bak terbuka tersebut. “Mana, mana, siapa yang nyewa ini?” ujarnya dengan tegas.

Berjaga – aparat kepolisian berjaga di seputar jalan DR Goris dengan membopong senjata pelontar gas air mata. (galuh/akademika)

Sontak, Ni Kadek Vany Primaliraning selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali mencegat dan balik bertanya, “Bapak mau geledah ada surat tugas geledahnya tidak?” sahutnya. “Saya petugas kepolisian itu tanpa surat penggeledahan, ditemukan langsung bisa bertindak,” ujarnya menjelaskan. Ketika ditanya penemuan apa, ia seraya menunjuk sebuah kotak plastik putih dengan tutup oranye yang berisi peralatan elektronik penunjang aksi, berujar, “ini barang-barang yang tidak boleh, ya,” tambahnya.

Perdebatan pun belum usai hingga lima menit lamanya. Massa aksi bersikukuh agar aparat menunjukkan surat tugas, sementara pihak aparat tidak kunjung menunjukkan surat tugas dan mengajak perwakilan massa aksi menuju Jalan PB Sudirman untuk mendapatkan penjelasan. Akhirnya, aparat kepolisian kembali menuju Jalan PB Sudirman, sementara massa aksi masuk ke dalam Student Center bersama dengan mobil komando. Di sisi lain, himbauan terus dilontarkan aparat melalui mobil raisa agar aksi damai yang dilakukan oleh Aliansi Bali Tidak Diam tetap mematuhi protokol kesehatan.

Imbau – mobil raisa nampak mengiringi aparat kepolisian untik mengimbau massa aksi. (Nico/akademika)

Beredar Poster Provokasi Menjelang Aksi

Satu hari sebelum aksi, beredar sebuah poster bernada provokasi dan mengajak untuk menyerang, menghancurkan, melakukan penjarahan hingga membakar. Nama Aliansi Bali Tidak Diam pun dicatut. Dewa Gede Satya Narasika Kusuma selaku humas aksi Bali Tidak Diam sekaligus Ketua BEM PM Universitas Udayana menyayangkan hal tersebut. “Di beberapa titik setelah mengecek kembali poster Bali Tidak Diam, ternyata poster yang sebenarnya itu dicabut dan ditempel poster yang berisi hoaks, bukan rilisan resmi dari aliansi Bali Tidak Diam sendiri, bahkan ada poster asli yang langsung ditempeli poster berisi ajakan ricuh tersebut,” papar Satya.

Poster provokasi – menjelang aksi terdapat poster bernada provokasi yang mencatut nama Aliansi Bali Tidak Diam.

Dalam pengamatan Satya, kabar itu bergulir dengan cepat dan telah menjadi omongan dalam masyarakat. “Hal ini berimbas banyak pada aksi kita hari ini, dimana publik mengira bahwah hari ini kita akan ricuh, hari ini kita akan menjarah. Sementara kami sudah mengungkapkan dari awal bahwa aksi kita ini damai,” tambahnya. Tidak hanya opini publik yang terbentuk demikian, Kampus Universitas Udayana Sudirman pun yang direncanakan menjadi titik kumpul mendadak ditutup dengan agenda disinfeksi.

Penyemprotan – petugas melakukan penyemprotan disinfektan saat pagi hari di Kampus Unud Sudirman. (Dok. Unud)

Kampus Unud Sudirman Ditutup untuk Disinfeksi

Lebih lanjut, ia menulis, penstrilan ruangan yang dilakukan dengan efektif diutamakan terhadap gedung yang pernah dikunjungi oleh orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 setelah berkunjung atau dengan ruangan yang intensitas penggunaannya cukup tinggi. “Bulan lalu kita lakukan disinfeksi dengan full WFH di FH Unud kampus Jl. Bali,” tambahnya. Terpantau, sejak pagi pintu masuk dan keluar Kampus Unud Sudirman ditutup, kemudian terlihat dibuka kembali tepat setelah aksi selesai.

Kabar penutupan kampus Sudirman tersebut tergolong mendadak lantaran surat diterbitkan tepat sehari sebelum aksi. Hal ini dibantah merupakan reaksi dari adanya aksi, sebab giat disinfeksi sudah dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan oleh pihak kampus. “Kegiatan disinfeksi Satgas kemarin di Gedung Agro Kompleks dan beberapa gedung di Kampus Sudirman merupakan bagian dari sirkulasi reguler disinfeksi di seluruh gedung di Universitas Udayana. Disinfeksi dengan Work From Home (WFH) pernah kita lakukan sebelumnya di seluruh Universitas, saat awal pandemi, dan saat diperlukan pensterilan ruangan secara lebih efektif,” jelas Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, S.H., M.Hum. selaku Wakil Rektor IV bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Informasi saat dihubungi Pers Akademika via Whatsapp (23/10).

Surat WFH – surat penutupan Kampus Unud Sudirman dalam rangka disinfeksi kampus.

Terbitnya Surat Rektor Kepada Kapolda Bali

Selain surat disinfeksi tersebut, beredar pula sebuah surat rektor yang ditujukan kepada Kapolda Bali. Terlampir pada tanggal 16 Oktober 2020, surat tersebut berisikan permintaan agar aparat kepolisian tidak memberikan izin demonstrasi di depan Kampus Unud Sudirman. Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan, Prof. I Made Sudarma, M.S., membenarkan keberadaan surat tersebut. “Surat ke Polda sah-sah saja mengingat Bali masih menjadi ledakan epidemi Covid-19. Jadi kalau ada demo kan tidak mengatur jarak kan repot,” tutur Sudarma saat memberi keterangannya pada via Whatsapp (22/10). Sudarma juga mengungkap terdapat tenaga pendidik, staf kampus, hingga mahasiswa Universitas Udayana yang terkonfirmasi positif Covid-19. Ada yang sudah sembuh hingga masih dirawat di RSPTN Unud.

Surat Permintaan – surat yang diterbitkan Rektor Unud kepada Kapolda Bali agar tidak memberi izin demonstrasi di depan Kampus Unud Sudirman.

Ketika ditanya surat tersebut merupakan upaya kampus menghalangi demokrasi, Sudarma berpendapat, “kalau kebebasan berpendapat dan berdemokrasi itupun harus ada aturan, masak kebebasan berpendapat berkerumun melanggar protokol kesehatan. Kan tidak benar. Sehat lebih penting dari segalanya,” ujarnya. Ia juga mengingatkan aliansi Bali Tidak Diam agar Kampus Unud Sudirman tidak menjadi taruhan penularan Covid-19 akibat kegiatan demonstrasi. “Mari kita jaga bersama-sama. Kalau memang konsekuen di luar saja di Bundaran Puputan atau Bajra Sandhi. Kan banyak tempat di luar kampus. Ingat atas nama aliansi Bali Tidak Diam.” Tutupnya.

Namun, alasan kesehatan yang diungkap Sudarma tersebut berbeda dengan alasan yang terlampir dalam surat. Sebab, isi surat hanya menyebutkan alasan agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar. “Sebenarnya cukup membingungkan juga. Kenapa bisa pihak aparat kepolisian dan pihak kampus melarang sebuah kegiatan demokrasi dengan alasan terganggu pembelajaran. Padahal jelas-jelas pembelajaran kita online,” tanggap Satya.

Aksi Berjalan dengan Damai

Aksi yang dijadwalkan pukul 14.00 WITA itupun akhirnya mundur hingga pukul 15.35 WITA, massa aksi mulai bergerak dari Student Center menuju Jalan PB Sudirman. Meski suasana sempat memanas, namun dibalas dengan nyanyian-nyanyian, seperti lagu “Surat Buat Wakil Rakyat” dan diselingi seruan-seruan satir. Pukul 15.40 WITA, massa aksi yang dipimpin mobil komando berhenti tepat di depan halte Sudirman 2. Mereka menggelar panggung budaya rakyat. Aksi ini dipenuhi dengan penyampaian orasi dari berbagai perwakilan masing-masing organisasi serta menyanyikan lagu-lagu perjuangan.

Pamflet – beberapa pamflet yang menghiasi aksi Bali Tidak Diam. (Galuh/akademika)

Bernyanyi – panggung budaya rakyat digelar dan dihiasi dengan nyanyian serta orasi. (Galuh/akademika)

Dalam pemantauan Pers Akademika, terdapat barikade polisi dari arah utara dan selatan. Di arah selatan berbentuk seperti tiga lapisan, yakni barisan polisi wanita, pecalang desa adat, kemudian barikade polisi. Beberapa kesempatan, polisi wanita memasuki garis massa aksi untuk membagikan masker yang kemudian diterima oleh massa aksi. Pukul 16.06 WITA, di tengah penyampaian orasi dari aliansi Bali Tidak Diam, polisi turut serta menyuarakan himbauan agar aksi wajib mengikuti protokol kesehatan. Himbauan juga turut disuarakan oleh Pecalang Desa Adat. Alhasil, suara antara orasi massa aksi dan himbauan terdengar bertabrakan.

Berbaris – barisan polisi yang memanjang di Jalan PB Sudirman. (Agus/akademika)

Protokol kesehatan – massa aksi tetap taat protokol kesehatan saat aksi berlangsung. (Galuh/akademika)

Perihal tujuan aksi kali ini, “dalam rangka pengawalan omnibuslaw ini kita sudah tidak percaya ketika sudah berkali-kali datang ke DPR dan gubernur dimana tidak pernah diberikan jawaban pasti, tidak ada statement tegas dari pihak wakil rakyat kita, Maka dari itu, kita tetap melaksanakan aksi di Sudirman,” ucap Satya. Aliansi Bali Tidak Diam pun telah melayangkan surat undangan terbuka kepada Gubernur Provinsi Bali untuk melakukan dialog. “Namun, sayangnya tidak ada tindakan pihak gubernur dan pak gubernur tidak menyanggupi untuk bisa melakukan hal tersebut pada pelaksanaan aksi kami.” Pungkasnya.

Adapun pernyataan sikap Aliansi Bali Tidak Diam yang disampaikan saat aksi pada Kamis (22/10):

  1. Meminta pemerintah untuk segera membatalkan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja.
  2. Menyatakan Mosi Tidak Percaya terhadap DPR, pemerintah pusat, dan daerah.
  3. Mengecam keras tindakan represif pemerintah selama masa demonstrasi Undang Undang Cipta Kerja.
  4. Menuntut pembebasan kepada kawan-kawan dimana pun itu yang ditahan karena melakukan aksi menuntut Undang-Undang Cipta Kerja.
  5. Mengajak masyarakat untuk tidak pernah berhenti menyuarakan dan melakukan perlawanan sampai Undang-Undang Cipta Kerja ini dibatalkan.
  6. Tidak pernah memicu dan menginisiasi aksi anarkis yang dituduhkan.

 

Reporter: Teja W, Agung

Fotografer: Bagus, Tryadhi, Agus, Nico, Gusti Diah

Penulis: Galuh, Tejasena

Penyunting: Okta

You May Also Like