Aquatic Care: Memulihkan Kelestarian Ekosistem Bahari Pesisir Bali

Para mahasiswa Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana memang memiliki caranya sendiri dalam memuliakan ekosistem bahari pesisir Bali. Mereka menggelar kegiatan bertajuk “Take Care the Aquatic for Suistanable Earth” yang bertempat di Segara Guna Batu Lumbang.  Berlangsung pada Minggu (14/11), rangkaian kegiatan dimulai dari penebaran benih ikan, pembersihan hutan bakau dari sampah, hingga penanaman kembali bibit pohon bakau. Semua upaya bermuara pada satu tujuan: pelestarian.

Permasalahan sampah memang tak akan ada habisnya, kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai dan pentingnya ekosistem pesisir bagi para nelayan masih tergolong minim, ini dibuktikan dengan adanya puluhan sampah plastik mengapung di sekitar pusat konservasi hutan bakau Segara Guna Batu Lumbang. Adanya dua sungai, yakni Sungai Badung dan Mati, turut menyumbang volume sampah yang terseret arus ke wilayah konservasi hutan hingga menyangkut di akar pohon bakau.

Senada dengan permasalahan tersebut, Himpunan Mahasiswa Sumber Daya Perairan (HIMMASPERA) Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana mengadakan suatu kegiatan pengabdian masyarakat serta pelestarian ekosistem pesisir. Kegiatan diadakan di Segara Guna Batu Lumbang yang berlokasi di Segara Guna Batu Lumbang terletak di sekitar Bendungan Tukad Badung, di daerah Pemogan Denpasar Selatan ini merupakan kali kedua kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh HIMMASPERA.

Kegiatan dilakukan pada masa pandemi Covid-19 tidak menyurutkan semangat para mahasiswa dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir, khususnya di Selat Teluk Benoa. Kegiatan ini rutin diadakan setiap tahunnya, namun kali ini memilih tempat di Segara Guna Batu Lumbang karena dirasa strategis berada di pusat perkotaan, di sisi lain tempat ini dipilih karena memungkinkannya untuk diterapkan protokol kesehatan selama acara berlangsung.

Dr. Pande Gede Sasmita Juliantara S.Si, M.Si dalam sambutannya menyampaikan agar kelestarian daerah pesisir tetap terjaga keasriannya, supaya biota laut dapat hidup dan berkembang biak “Menjaga kelestarian daerah pesisir sangat penting, dan pandemi bukan halangan bagi kita untuk melakukan suatu kegiatan peduli akan lingkungan pesisir, kita turut melestarikan sumber daya perairan yang ada di Selat Teluk Benoa ini, dan tentu berharap kedepannya kerjasama antara Fakultas Kelautan dan Perikanan UNUD dengan kelompok nelayan Segara Guna Batu Lumbang dapat terjalin guna menjaga lingkungan pesisir Selat Teluk Benoa,” papar koordinator program studi sumber daya perairan ini.

Pengabdian masyarakat yang dimulai pada pukul 09.00 WITA ini, diikuti oleh lebih dari 30 peserta yang terdiri dari mahasiswa baru dan beberapa alumni. Tujuannya agar menanamkan rasa kepedulian mahasiswa baru terhadap betapa pentingnya kelestarian suatu ekosistem pesisir. Hal yang senada disampaikan oleh I Putu Agung Bhira Dhananjaya “Ini merupakan salah satu bentuk wujud peduli kami dalam bentuk pengabdian masyarakat, khususnya dalam menjaga kelestarian ekosistem dan biota pesisir, dan memperkenalkan ke mahasiswa baru tentang gimana sih keadaan pesisir kita saat ini,” ucap Dhanan selaku wakil ketua panitia Aquatic Care

Terbentuknya POKMASWAS

Aquatic Care dimulai dengan kegiatan penebaran bibit benih ikan di sungai sekitar wilayah konservasi hutan bakau, penebaran bibit benih ikan dilakukan agar kelak ekosistem sekitar pesisir dapat meningkat dengan signifikan. Menipisnya ketersediaan ikan di sungai ini bukan tanpa alasan, sebab dahulu masyarakat sering kali menangkap ikan dengan cara ilegal, seperti dengan penggunaan potasium untuk menangkap ikan “Keprihatinan kami terhadap perilaku masyarakat dengan potasium sangat berdampak terhadap biota di Selat Teluk Benoa, sebab tidak hanya ikan yang besar saja yang terkena dampaknya, namun ikan kecil seperti anakkannya juga berimbas,” ungkap I Wayan Kona Antara selaku ketua kelompok nelayan

Berakar dari permasalahan tersebut, 2006 terbentuklah POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) sebagai bentuk tindakan pengawasan jika ada masyarakat melakukan pelanggaran dalam menangkap ikan yang tidak sesuai aturan. POKMASWAS juga memiliki tugas sebagai pemelihara hutan konservasi bakau serta biota yang ada di dalamnya, menjaga kelestarian dan kebersihan hutan bakau di samping menindak lanjuti masyarakat apabila melakukan pelanggaran seperti menangkap biota (burung, biawak) di sekitar hutan bakau.

Permasalahan Sampah

Pengabdian masyarakat ini juga diselingi sharing session dari kelompok nelayan Segara Guna Batu Lumbang, mereka mengakui permasalahan sampah sejak tahun 2005 hingga saat ini tidak kunjung selesai, seperti penyakit menahun. Namun, dengan adanya kajian bersama yang dilakukan oleh pihak nelayan bersama dengan seluruh elemen masyarakat, volume sampah yang terdampar di hutan konservasi mangrove ini perlahan mulai berkurang. Adanya sinergi antara elemen masyarakat dengan akademisi khususnya mahasiswa, untuk dikampanyekan lebih luas lagi agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan ke sungai yang berakibat pada rusaknya ekosistem pesisir, dan berdampak pada menurunnya produktivitas para nelayan pesisir.

Kona mengakui, kegiatan seperti ini yang diharapkan oleh para kelompok nelayan, agar nantinya tidak hanya mahasiswa saja namun seluruh elemen masyarakat sadar bahwa membuang limbah sampah khususnya anorganik di sungai tidak akan mudah terurai terlebih lagi jika menyangkut di akar pohon bakau bisa berdampak terhadap biota di sekitarnya.

Menelusuri Sampah dan Penanaman Bibit Bakau di Hutan Mangrove

Kegiatan penghijauan juga turut dilaksanakan dalam pengabdian ini, seperti penamaman bibit bakau di kawasan hutan mangrove seluas 133 hektar ini. Penanaman kembali ini sangat penting, sebab setengah dari pohon bakau telah habis dikarenakan alih fungsi lahan pembangunan Jalan Tol Bali Mandara silam. Benoa memiliki wilayah konservasi mangrove terluas yang membentang dari enam desa di Denpasar, yaitu Sanur Kauh, Sidakarya, Sesetan, Serangan, Pedungan, dan Pemogan.

Selain penghijauan, para peserta juga menelusuri hutan mangrove dengan sebuah perahu kecil (kano) mencari sampah-sampah yang tersangkut di akar pohon bakau. “Ini kayak pengalaman baru buat adik-adik mahasiswa baru, mereka kan belum pernah mungut sampah sambil naik kano, jadi di samping pengalaman baru sekaligus menjadi pengetahuan baru bagi mereka, biota apa saja yang hidup di sekitaran hutan mangrove ini,” ucap I Gusti Ayu Agung Purnama Sari selaku ketua panitia.

Kawasan hutan mangrove pun tak luput dari sampah, sebab tak jarang sampah plastik yang terbawa arus tersangkut di akar pohon bakau. Hal ini diperkuat dengan banyaknya tangkapan sampah anorganik yang diangkut para peserta dari hutan mangrove ini. Tegar mengatakan kondisi kawasan mangrove sangat memprihatinkan, memang ada banyak sampah, dan tak satupun kawasan di sini bebas sampah. Dirinya mengaku kesulitan menaiki kano sembari memungut sampah, terutama sampah plastik yang menempel pada akar bakau. “Agak susah sih mengontrolnya supaya seimbang, agar tidak jatuh ke sungai, apalagi mungut sampah yang menempel di akarnya susah banget,” ucap mahasiswa manajemen sumber daya perairan angkatan 2020 ini

Senada dengan Tegar, Gita tak menampik fakta memang kawasan hutan mangrove tidak bebas sampah, dirinya berpesan agar kesadaran masyarakat ditingkatkan mengenai pentingnya ekosistem pesisir dan perlunya sosialisasi untuk tidak membuang sampah ke sungai. “Kesadaran masyarakat kita masih rendah, kalau bisa pemerintah melakukan upaya lebih giat sosialisasi agar masyarakat tidak lagi membuang sampah ke sungai.” Pungkas mahasiswa ilmu kelautan ini.

Kegiatan ini diakhiri pukul 15.20 WITA, dan ditutup dengan pengumuman pemenang dari peserta yang berhasil menangkap sampah terbanyak.

Penulis: Teja Sena

Penyunting: Galuh

 

You May Also Like