Audiensi Lanjutan, Tuntutan Satu Berujung Buntu

Hasil Audiensi lanjutan, Senin (15/6) yang berlangsung di Ruang Bangsa, Gedung Rektorat Lantai III, Kampus Unud, Bukit Jimbaran menyisakan kecewa bagi elemen mahasiswa. Pasalnya, janji pembentukan tim untuk membahas tuntutan utama tak sungguh dilakukan rektorat. Audiensi itu bertabur dengan ditutupnya upaya dokumentasi pihak mahasiswa dan penyimpulan keputusan secara sepihak oleh rektorat.

Sesuai kesepakatan pada audiensi sebelumnya, Jumat (5/6) lalu, antara rektorat dan mahasiswa terus saling bertemu membahas tuntutan. Berlanjut pada Rabu (10/6) dan Senin (15/6). Adapun audiensi pada Rabu, tuntutan yang lain, seperti pembebasan UKT bagi mahasiswa yang sedang menulis skripsi, evaluasi pemberian kuota, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) direspon oleh rektorat melalui surat edaran tentang pembukaan BLT tahap II dan pembebasan UKT semester ganjil tahun akademik 2020/2021 bagi mahasiswa yang sedang menulis skripsi dan terhambat akibat pandemi. Namun, tuntutan utama mahasiswa Universitas Udayana (Unud) yang berbunyi “Menuntut pembebasan biaya UKT seluruh mahasiswa golongan UKT 1 dan 2 serta memberi diskon sebesar 50% kepada seluruh mahasiswa golongan UKT 3, 4, dan 5” selalu berujung buntu.

Tidak hanya itu, audiensi pada hari Senin, pemantauan terhadap audiensi yang dapat disimak melalui siaran langsung akun instagram resmi @bem_udayana terjadi pergolakan yang mengharuskan siaran langsung sempat terhenti berulang kali. “Sebelumnya memang ada yang tidak beres, audiensi sekarang jauh lebih ketat,” tutur Dewa Gede Satya Ranasika Kusuma selaku Ketua BEM PM Universitas Udayana.

Satu per satu Satya mulai menuturkan betapa ketatnya audiensi itu. Kala pertama dirinya dan rekan lembaga mahasiswa menuju Ruang Bangsa, pihak dari kampus telah menjaga dari pintu masuk Gedung Rektorat Unud. Padahal pada audiensi sebelumnya, penjagaan dan pengecekan hanya berada di depan Ruang Bangsa. Peserta audiensi dari elemen mahasiswa pun dibatasi, secara mendadak pihak rektorat hanya mengizinkan 15 orang memasuki ruangan, yang mana 15 orang tersebut terdiri dari ketua BEM di 13 fakultas dan Ketua serta Wakil Ketua BEM PM Universitas Udayana. “Jadinya Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) tidak bisa masuk, padahal dari pihak DPM juga berhak untuk turut serta memperjuangkan tuntutan ini,” ungkap Satya yang ditemui seusai beraudiensi. Penjagaan yang mempersempit undangan pun mengakibatkan Tim Kominfo BEM PM Unud yang ditugaskan Satya untuk melakukan siaran langsung justru dilarang masuk, sehingga siaran langsung dibantu oleh rekan dari lembaga mahasiswa.

Lebih mengejutkan lagi, Satya menjelaskan bahwa tiba-tiba saat audiensi siaran langsung yang dilakukan lembaga mahasiswa dilarang rektorat tanpa alasan yang jelas. Sehingga penampakan siaran langsung menjadi tak jelas, Satya pun menambahkan, “Pihak rektorat bilang, pas kita bicara tolong itu jangan rekam video, makanya live-nya (siaran langsung-red) ada hadap atap, layar tiba-tiba hitam, dan ke-pause (terhenti-red).” Kali ini mahasiswa berhadapan pula dengan seluruh dekan dari 13 fakultas. Pembahasan awal pun masih berkutat pada landasan hukum tuntutan utama yang masih dipertanyakan segenap dekan maupun rektorat.

Menurut Ketua BEM Fakultas Hukum (FH) Unud, Made Gerry Gunawan, dasar hukum persoalan ini sudah jelas dipaparkan dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2017. “Terkait itu, sudah jelas ada bahkan pada aturannya ada. Bahkan sebelum audiensi pun kita sudah menyiapkan argumen-argumen atau pun dasar hukum,” ujar Gerry yang diwawancarai melalui panggilan Line. Secara rinci, dalam pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2017 disebutkan bahwa Pemimpin PTN dapat memberikan keringanan UKT dan/atau melakukan penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa apabila terdapat:

  1. Ketidaksesuaian kemampuan ekonomi mahasiswa yang diajukan oleh mahasiswa, orang  tua  mahasiswa,  atau pihak lain yang membiayainya; dan/atau
  2. Perubahan data kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.

Mimbar bebas – mahasiswa melakukan serangkaian orasi mengawal audiensi

 

Status Unud Pengaruhi Regulasi Tuntutan Utama

Adapun buntunya tuntutan utama tersebut ditanggapi secara eksplisit oleh Wakil Rektor IV, Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH., M.Hum bahwa penurunan UKT pada tuntutan pertama bisa saja dilakukan asal pertanggung jawabannya jelas. Namun, pihak rektorat berdalih bahwa regulasi penurunan UKT Unud tak bisa dilakukan dengan sembarang, hal ini dikarenakan status Unud sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (BLU) sehingga pengambilan keputusan perihal UKT harus melalui berbagai jejak birokrasi seperti Kemedikbud, Kemenkeu, dan Kemenristekdikti. Pengambilan keputusan penurunan maupun diskon UKT akan lebih mudah dilakukan dengan segera apabila Unud berstatus sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) sebab bila telah berstatus PTN BH, perguruan tinggi bersangkutan memiliki akses bebas untuk mengatur anggaran kampusnya.

“Sebenarnya banyak dalih rektorat, entah itu regulasi, kemampuan pendanaan Unud, atau pelaporan ke BPK (Badan Pemeriksa Keuangan -red). Jadi sebenarnya menurut pandangan saya rektorat ini hanya mencari alasan agar tuntutan utama kita tidak terpenuhi, bisa dibilang takut,” tutur I Wayan Nata Manik Kusuma, selaku Wakil Ketua BEM PM Universitas Udayana saat dihubungi via direct massage instagram.

Audiensi pun kian alot, sebab durasi penyampaian aspirasi dari mahasiswa semakin dibatasi. Setelah menjalani tiga kali audiensi, Satya menyadari bahwa wujud penyampaian aspirasi harus diubah menjadi diskusi. “Audiensi ternyata tidak efektif, aku lebih memilih ketemu sama tim khusus untuk diskusi, diskusi akademis tanpa hirarkis,” tegas Satya. Lelaki berkacamata ini pun mengungkapkan selama perjalanan audiensi, hanya sedikit yang menyentuh pada substansi, dirinya pun menuntut kepekaan rektorat apabila mengeluarkan surat keputusan harus dibarengi dengan riset. Sebab akses yang lebih luas dimiliki rektorat karena telah memiliki fasilitas lengkap seperti keberadaan Unit Sumber Daya Informasi (USDI) yang dapat diturunkan melalui IMISSU. Serta yang terpenting adalah pihak rektorat dapat bersikap terbuka terhadap kondisi saat ini. Sehingga mahasiswa tidak akan menuntut, kalau rektorat telah memberi data yang sangat jelas perihal kondisi kampus terutama dalam segi keuangan.

Sementara itu, elemen lembaga mahasiswa berkutat dalam peliknya audiensi, rekan-rekan mahasiswa lainnya pun membentuk barisan dengan jarak berjauhan untuk melakukan orasi. Orasi pun berlangsung dengan seruan yang panas, namun tetap dalam suasana tertib sesuai protokol kesehatan. Satu per satu mahasiswa bergiliran menyampaikan keluh kesahnya, yang diakhiri dengan orasi dari Satya yang menyatakan bahwa audiensi kali ini mahasiswa yang diundang hanya untuk menyepakati kesimpulan sepihak yang dibuat pihak rektorat.

Mimbar bebas – mahasiswa melakukan serangkaian orasi mengawal audiensi

 

Kelanjutan Pergerakan

Pihak elemen mahasiswa tidak menyerah begitu saja. Gerry pun mengusulkan untuk secara serius menggarap diskusi bersama mahasiswa dan ahli terkait dasar hukum tuntutan pertama yang masih dipertanyakan pihak rektorat. “Saya sarankan kepada teman-teman kalau rektorat ternyata masih kaku ataupun tidak menerima landasan hukum yang saya sampaikan tadi, kita sepakat akan membuat diskusi seperti membedah apa celah hukum itu,” ujar Gerry. Adapun ahli yang dimaksud dapat berasal dari dosen hukum maupun dosen FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) khususnya dalam bidang ilmu administrasi negara. Hal ini pun amat penting sebab, tingkat kepercayaan rektor terhadap mahasiswa masih kurang lantaran apa yang disampaikan belum dapat dikatakan sebagai doktrin (pendapat ahli-red). Apabila yang menyampaikan dasar hukum ini berasal dari kalangan dosen, secara otomatis berpeluang besar mampu diterima rektor.

Selain ingin mengadakan diskusi, pergerakan pun masih berlanjut dengan kegiatan “Dapur Umum” sebagai bentuk penyampaian kekecewaan atas tidak pekanya rektorat terhadap kondisi mahasiswa. Kegiatan ini pun dibangun atas dasar solidaritas bersama mahasiswa yang dananya didapatkan dari sumbangan para lembaga mahasiswa, uang kas khusus kegiatan sosial BEM PM Unud, dan beberapa dosen yang masih terketuk nuraninya. “Semasih ada semangat dan bantuan dana, aksi sosial dapur umum ini akan terus dilanjutkan, bahkan ada dosen yang menyumbang juga itu sangat kami apresiasi,” jelas Satya. Pada akhirnya, Satya dan segenap elemen mahasiswa berharap bahwa pintu hati pihak kampus dapat terketuk, sehingga tuntutan mahasiswa tak hanya menemui jalan buntu.

Reporter: Andra, Dayu, Doni

Penulis: Yuko/Tim Akademika

Penyunting: Galuh

You May Also Like