Bersama Tuan Kutub Selatan dan Nona Kutub Utara

Tuan dan Nona perbedaan diantara keduanya telah melahirkan gagasan yang saling bertolak belakang satu sama lain. Jarak yang amat jauh bahkan hampir tak bisa ditemukan dengan mata telanjang. Tidak dapat dideskripsikan secara nyata. Tuan dan Nona itu mempunyai sifat yang sama, yaitu sunyi dan dingin satu sama lain.

“Tunggu, mereka berdua sunyi dan dingin? Benarkah?”

Orang lain yang melihatnya akan menganggap sunyi baik di kutub selatan maupun di kutub utara. Kenyataannya, salah satu dari mereka mungkin tidak ada yang sunyi.

“Hmm, begitukah?”

Tentu saja, mungkin memang sedikit sunyi, tapi bukan kesunyian. Masih ada makhluk hidup yang mau menemani mereka berdua, keadaan menjadikannya bisa sedikit tersenyum dan merasa sedikit lega. Mereka tidak sunyi seutuhnya, tapi salah satu dari tuan dan nona ada yang masih merasa sangat amat sunyi, bahkan merasa tidak ada siapapun. Seperti ibarat ruang kosong yang tidak memiliki jendela dan pintu, siapapun yang masuk ruangan itu pasti akan merasa sendiri dengan ketidaknyamanan itu.

“Tapi, mau bagaimana lagi siapapun yang masuk ruangan itu akan dipaksa untuk bisa bertahan untuk terus hidup, kan?”

“Tentu saja, tapi bagaimana caranya? Hanya salah satu dari tuan dan nona itu yang bisa dan mampu merasakannya.”

“Siapa?”

Sebentar akan tiba, waktu yang dinantikan, lihatlah jarum – jarum jam itu masih terus berputar. Kita kembali ke cerita tuan dan nona, dua kutub yang saling bertolak belakang. Mereka berdua memang terpisah sangat jauh, tapi di sisi lain mereka berdua memang sangat ingin terus bersama, ingin bisa terus tertawa dan bersedih bersama.

“Tunggu! bersedih? Bukannya mereka berdua sudah merasa sedih diawal karena terpisah dan tak bisa bersama? Eemm… maksudku mereka sudah benar – benar terpisah sangat jauh, untuk apa mereka bertemu kemudian bersedih lagi? Apakah separah itu kesedihan yang tuan dan nona alami?”

Perasaan sedih yang tuan dan nona alami memang lambat laun membuatnya terpuruk satu sama lain, mereka berdua bukan tanpa paksaan untuk merasa bersedih. Kembali lagi ke rasa sunyi yang mereka alami, sepertinya untuk masalah ini salah satu dari mereka mungkin saja menyembunyikan rasa sunyi itu. Hidup bersama manusia yang ada disekitarnya, berpura pura untuk tersenyum seakan terlihat baik – baik saja. Memang sedikit terasa sakit untuk bisa berpura pura bahagia dihadapan manusia lain, akan tetapi tetap saja perasaan tuan dan nona tidak dapat dibohongi.

“Aku merasa sedih mendengar cerita tuan dan nona itu. Apakah tuan dan nona benar – benar tidak pernah bertemu?”

Sebenarnya tuan dan nona dahulu pernah bertemu untuk kali pertamanya. Pada saat itu, tuan kutub selatan merasa ada sesuatu yang berdebar dalam hatinya saat melihat nona kutub utara melintasinya. Entah sesuatu apa yang tengah dirasakan tuan saat itu, sehingga amat sangat perasaannya bercampur aduk. Bahkan, sepertinya tuan kutub selatan pertama kali dalam hidupnya merasakan seperti itu, seperti halnya cinta pada pandangan pertama. Lambat laun tuan kutub selatan menyimpan perasaannya untuk nona kutub utara, dapat disampaikan tuan sangat pemalu dan penakut untuk menyampaikan perasaan cinta ini.

“Cukup menyedihkan.”

Sampai suatu saat hal tak terduga muncul, secara tiba – tiba nona kutub utara menghampiri tuan untuk sekadar menyapa kepadanya. Saat itu lah rasa yang ada dalam tuan semakin menguak. Tanpa pikir panjang tuan membalasnya kemudian lari meninggalkannya, sungguh perasaan yang tidak dapat diekspresikan. Setelah itu, tuan merasa sangat amat canggung ketika bertemu atau tak sengaja berpaspasan di jalan.

“Sungguh situasi yang menyulitkan, apakah tuan kutub selatan sedang merasa jatuh cinta saat itu?”

Sangat yakin, mungkin rasa cinta yang ada pada diri tuan semakin besar. Tapi sayang, karena sifat yang dingin dari tuan dan nona, mereka berdua pun susah untuk bisa bersama. Dan, pada akhirnya mereka berdua hanya mampu memendamnya hingga entah kapan itu, sampai keduannya merasa tidak tahan untuk memendamnya.

“Mungkin, sampai sini saja kisah tuan kutub selatan mengejar nona kutub utara.”

Penulis: Syahrul Rozi  

Penyunting: May Danawati

You May Also Like