Deru Kekerasan Berbasis Gender Online saat Pandemi

Kekhawatiran seolah bergejolak. Pasalnya, tidak hanya varian baru Covid-19 yang merundung. Berbagai jenis kejatahan baru juga ikut menjulang. Terlebih, kondisi pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarakat berdiam di rumah dengan mengurangi aktivitas, menyebabkan panen pengguna bagi platform digital.  Masifnya penggunaan teknologi informasi menghadirkan bentuk-bentuk baru kekerasan berbasis gender, yakni Kekerasan Gender Berbasis Online (KBGO). Berdasarkan panduan yang dirilis safenet, KBGO atau KBG yang difasilitasi teknologi, sama seperti kekerasan berbasis gender di dunia nyata, tindak kekerasan tersebut harus memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual. Jika tidak, maka kekerasan tersebut masuk dalam kategori kekerasan umum di ranah digital. Adapun bentuk-bentuk kekerasan berbasis jender online yang dilaporkan, antara lain, ialah pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan daring (cyber harassment), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), pengelabuan (phising), dan perekrutan online (online recruitment).

Kasus KBGO pun meningkat secara drastis di tengah pandemi. Dikutip dari kompas.com, berdasarkan Catatan Tahunan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Tahun 2021, KBGO tercatat meningkat tajam. Laporan Komnas Perempuan menunjukkan adanya kenaikan, dari semula 241 kasus pada 2019 menjadi 940 kasus pada 2020. Kekerasan seksual yang terjadi di dunia maya saat masa pendemi ini seakan terfasilitasi oleh teknologi digital dan sayangnya hingga detik ini pun Indonesia belum memiliki regulasi yang jelas tentang KBGO tersebut. Sehingga berakibat pada kapasitas aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus ini tergolong kurang optimal. Implikasinya, tak jarang korban malah dikriminalisasi akibat melapor. Masih dalam panduan KBGO yang diterbitkan oleh safenet, KBGO tentunya memberikan dampak bagi korban, seperti kerugian psikologis layaknya depresi, kecemasan, dan ketakutan; keterasingan sosial, misalnya menarik diri dari kehidupan publik; kerugian ekonomi karena menjadi kehilangan penghasilan; mobilitas penyintas yang terbatas ruang gerak dan partisipasinya baik pada dunia daring maupun nyata; dan kehilangan kepercayaan terhadap keamanan menggunakan teknologi digital.

Di sisi lain, pengungkapan kasus KBGO terbilang sulit. Hal ini lantaran terdapat beberapa faktor diantaranya; ketidaktahuan sedang menjadi korban KBGO, perasaan takut akan mendapatkan stigma negatif dari masyarakat ketika mengadukannya, tidak tahu cara mengakses bantuan baik hukum maupun psikologis, dan kekhawatiran malah akan menjadi korban UU ITE ketika mengakui pengalamannya di media sosial. Banyak faktor yang menjadi akar KBGO. Tentunya, nurani dan nalar pelaku yang tega berbuat kejahatan seksual adalah hal yang perlu diusut tuntas, tiada toleransi. Sementara itu, dalam konteks struktur relasi kuasa dan budaya patriarki yang mengakar juga turut andil menjadi penyebabnya. Masyarakat sekitar yang mewajarkan adanya tindakan KBGO adalah bahaya laten yang memberikan beban ganda korban KBGO. Stigma dan pandangan yang tidak berperspektif korban menjadikan kasus KBGO laksana fenomena gunung es.

Di sisi lain, penting bagi masing-masing platform digital untuk meningkatkan tanggung jawabnya untuk mencegah adanya kasus KBGO. Bentuk tanggung jawab tersebut dapat ditempuh dengan mengeluarkan kebijakan hingga fitur yang mengantisipasi terjadinya KBGO. Oleh karena itu, penanganan KBGO di Indonesia adalah pekerjaan rumah bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat, seperti pengguna, penyedia platform digital, aparat penegak hukum, sampai para pembuat kebijakan. Saat ini, dunia sudah cukup terpuruk akibat permasalahan Covid-19 yang semakin ganas memakan korban, perilaku tidak bermoral dan bernurani seolah memperburuk keadaan saat ini. Setiap orang dapat saja menjadi korban maupun pelaku dalam KBGO. Di tengah deru kasus KBGO saat pandemi, upaya untuk memahami KBGO baik dari jenis, penyebab, dan dampaknya dapat menjadi langkah awal untuk membuat ruang digital ramah bagi setiap gender.

Penulis: Dewia

Penyunting: Galuh

You May Also Like