I Putu Eka April Yanto: Memaknai Ilmu dalam Seni dan Agama

Menekuni bidang kesenian tradisional acapkali disebut hal yang kuno untuk dilakoni pada zaman modern. Namun hal ini tak berlaku bagi I Putu Eka April Yanto, sosoknya yang aktif melakoni kesenian tradisional Bali mengajak generasi muda memaknai ilmu melalui seni dan agama khususnya menjaga keajegan kesenian Bali.

 

Tidak hanya berkutat dengan buku maupun bangku pendidikan, ilmu pengetahuan bisa diperoleh melalui bidang kesenian. Seni tak hanya mencakup tentang keindahan estetika, hiburan dan emosi semata. Seni bersifat fleksibel dan mudah diterima masyarakat luas disamping itu seni dapat berperan sebagai media untuk memperoleh ilmu pengetahuan.  Seni tidak hanya bertujuan menghibur dan mengekspresikan rasa dan jiwa, namun memiliki makna yang lebih luas jika seseorang mampu menangkap pesan tersirat dari kesenian itu sendiri.

Kesenian tradisional Bali sangat kental akan ilmu pengetahuan khususnya nilai tradisi dan keagamaan yang terkandung di dalamnya. Layaknya kutipan terkenal “Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh” yang dikemukakan oleh Albert Einstein sejalan dengan pemikiran I Putu Eka April Yanto yang menjadikannya pula sebagai pandangan hidupnya. Menurutnya, tidak semua hal bisa diselesaikan dengan ilmu pengetahuan, begitu pula sebaliknya, tidak semua hal bisa dikupas dari tatanan agama. “Kita memahami ilmu dengan logika, sedangkan agama dengan rasa. Jadi logika dan rasa harus hidup sebagai penyeimbang sebuah keputusan”. tegasnya dengan penuh keyakinan.

Mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Udayana ini tertarik dengan  kesenian tradisional Bali dan hal keagamaan. Laki- laki yang akrab disapa Eka mentuturkan, sejak belia dirinya diperkenalkan seni tari dan tabuh. Saat beranjak dewasa ia mengungkapkan lebih tertarik dengan dunia tarik suara sebagai hobinya. Sejak SMA, laki- laki yang mengambil jurusan elektro ini mengaku lebih menyukai dharmagita1. Layaknya sebuah peribahasa, sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, ia mengatakan ada hal yang ia dapatkan saat menyanyikan lagu keagamaan ini. Hal pertama ia mendapatkan ilmu, berupa ajaran agama, dan kedua adalah dapat melakukan hobi berkeseniannya dalam bidang vokal. “Seperti contohnya dalam naskah kekawin Sutasoma pelajaran yang dapat ia petik adalah, perbedaan antara Siwa (Dewa dalam Agama Hindu) dan Buddha hakikatnya adalah  tunggal, yang kini di Indonesia menjadi landasan pembentuk Bhineka Tunggal Ika” tuturnya.

Menurutnya yang membedakan kesenian tradisional dan modern adalah perbedaan bentuknya. “Kalau yang tradisional lebih banyak pakem-pakem yang mengikat, ada aturan-aturan khusus yang memang mengikat, sedangkan yang modern kan lebih bebas dan luas mengekspresikan seni itu, walaupun memang ada pakem-pakemnya juga” imbuhnya. Ia lebih menyukai kesenian tradisional karena dinilai lebih klasik dibandingkan kesenian modern.

Berkat hobinya yang unik, laki- laki kelahiran Tabanan ini, tak jarang meraih juara dalam ajang perlombaan. Tahun 2014 dalam ajang PORSENI (Pekan Olahraga dan Seni), ia berhasil menyabet juara I di tingkat kabupaten. Selanjutnya, di tahun 2016 dalam ajang Utsawa Pembacaan Kitab Suci tingkat Provinsi, ia menceritakan baru pertama kali ikut serta untuk mewakili tanah kelahirannya, dalam pembacaan palawakya2. “Seru juga sama tim Tabanan waktu itu, jadi latihan sangat nggak kerasa capeknya” imbuhnya sembari tersenyum, saat itu ia berhasil mengalahkan lawannya dan meraih peringkat I. Pada tahun 2018 dan 2019 pada kategori dewasa di ajang yang sama Utsawa Dharmagita tingkat provinsi ia memperoleh juara II. Sedangkan di tahun 2019 ia berhasil meraih juara III. Tak cukup sampai di situ ia terus mengasah kemampuannya hingga dipercaya untuk ambil bagian dalam acara kebanggaan masyarakat Bali, yakmi dalam Pentas Kesenian Bali 2018 dan 2019. Kecintaannya pada bidang agama tak menyurutkan semangatnya untuk terus belajar dan berprestasi, di bidang akademis ia aktif berpartisipasi dalam lomba cerdas cermat Agama Hindu. Diawali sejak duduk di bangku SMA, tahun 2014 ia bersama timnya berhasil meraih juara III dalam acara Dharma Shanti Penyepian ke-3 FPMHD-UNUD (Forum Persaudaraan Hindu Dharma Universitas Udayana). Mencoba mengasah kemampuan kembali ia mencoba keluar Bali menuju kampus ITB (Institut Teknologi Bandung) ia mewakili FPMHD- UNUD pada lomba cerdas cermat Agama Hindu. berhasil meraih juara I pada tahun 2019. Hanya berbekal nekat, ia mendapat rintangan kala itu. Saat ia dan timnya tidak tahu harus menginap di mana, hingga akhirnya bertemu salah satu pemangku3 pura di daerah Secapa, dan ditawari tempat tinggal dan makan secara gratis, “Bener-bener bersyukur Tuhan ngasi kita ketemu orang baik kayak gitu, dan ini adalah pengalaman yang sangat berkesan” ceritanya.

Berkecimpung di dunia seni, ia mengajak seluruh generasi muda untuk melestarikan kesenian Bali. Ia mengemukakan ada banyak nilai positif mengenai ajaran, dan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam kesenian Bali. Menurutnya budaya Bali adalah aset yang harus dilestarikan sebagai alat mendongkrak ketenaran pulau dewata ini “Itu budaya kita, kalau budaya kita hilang sama saja kepopuleran Bali akan hilang juga”. Imbuhnya. Menurut Eka, partisipasi dan antusiasme generasi muda perlu digalakkan lagi untuk berani terlibat langsung dalam kesenian Bali. Saat ini pelestarian dari pemerintah seperti bulan bahasa dirasa cukup membantu untuk membangkitkan minat generasi muda terhadap kesenian bali, selain itu pula ia melihat masih ada kelompok-kelompok yang memang memiliki hobi di bidang ini yang masih bertahan, hanya saja ia menilai harus diberikan perhatian yang lebih intens saja dari pemerintah. Acara-acara perlombaan dirasa tepat untuk membangkitkan semangat mereka dalam melakoni kesenian Bali.

Menurutnya cara menyukai kesenian Bali itu, harus berani mencoba dari bidang yang satu ke bidang yang lain, kemudian carilah apa yang membuat kita tertarik. Tak lupa ia juga menambahkan “Kalau anda ingin mengatakan ajeg Bali, jangan sebatas wacana, tapi lakonilah” ia juga berharap semoga kesenian Bali lebih diperhatikan lagi. mungkin bisa dibuatkan sanggar  yang mewadahi semua bidang kesenian dan dinaungi pemerintah daerah. Jadi, kalau ketemu orang memiliki hobi yang sama maka akan lebih tertarik lagi untuk mendalaminya.

Dharmagita1 – suatu lagu atau nyanyian suci yang secara khusus dilagukan atau dinyanyikan pada saat upacara keagamaan Hindu, dan untuk mengiringi upacara ritual atau yadnya.

Palawakya2 – suatu bacaan terjemahan sloka dengan irama tertentu, dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno.

Pemangku3 – orang yang disucikan melalui proses Ekajati/mawinten, sebagai pelayan atau perantara antara manusia dengan Sang Pencipta. Bertugas di pura, melayani umat yang bersembahyang, kapan saja, setiap saat.

 

Penulis: Feb Asp

Penyunting: TS

You May Also Like