Jejak Spekulasi di Pemira Unud Tahun Ini

KPRM PM mengeluarkan press release terkait dengan pengunduran jadwal pelaksanaan Hari-H pemilihan melalui akun instagram KPRM PM UDAYANA. Pengumuman pengunduran tanggal tersebut berhasil memunculkan spekulasi di kalangan Mahasiswa Universitas Udayana, pasalanya informasi tersebut diumumkan tepat satu hari sebelum pelaksanaan pemilihan. 

Tepat tanggal 7 Desember 2021, akun Instagram KPRM PM Unud mengunggah sebuah pengumuman yang menyatakan pelaksanaan dari kegiatan Pemilu Raya Mahasiswa (Pemira) diundur, yang semula direncanakan terlaksana pada tanggal 7 – 8 Desember berubah menjadi tanggal 13 – 14 Desember 2021. Postingan tersebut turut dibanjiri komentar baik dari pihak tim sukses setiap paslon maupun mahasiswa sebagai pemilih. Pihak KPRM sendiri saat itu belum memberikan klarifikasi lebih lanjut terkait dengan informasi tersebut.

Kebingungan diantara para pihak yang terlibat dalam kegiatan pemira pun tak terelakkan. Tak sedikit yang berspekulasi bahwa kegiatan pemira kali ini telah diintervensi oleh pihak rektorat. Menanggapi keramaian yang membuncah, Ketua KPRM PM Unud, Zidni Ferdinand memberikan klarifikasi berupa kronologi mundurnya pelaksanaan kegiatan Pemira.

Zidni berujar bahwa pihak KPRM telah melaksanakan debat dan selangkah lagi menunggu hari pencoblosan. Sayangnya tepat pada tanggal 5 Desember pukul 19.52 WITA, ia mendapat sebuah kabar yang mengejutkan dari Ketua Unit Pengembangan Ormawa (UPO). “Beliau mengirimkan pesan singkat yang merupakan arahan langsung dari Wakil Rektor III, yang dimana mengatakan tidak bisa mengadakan PEMIRA di tgl 7 – 8 Desember,” ungkap Zidni.

 

Bercerita – Ketua KRPM PM UNUD (Zidni) menceritakan kronologi pemunduran tanggal pelaksanaan Pemira tahun 2021

Alasan yang diberikan UPO menginginkan adanya pengumuman pada akun IMISSU yang berisi sosialisasi terkait pemira. Pengumuman tersebut akan muncul ketika para mahasiswa memasukin akun IMISSU masing-masing. “Disini yang saya sayangkan adalah pesan tersebut diberitahukan H-2 sebelum pelaksanaaan Pemira. Saya langsung menyalurkan pesan tersebut ke pihak BEM dan DPM PM, kedua belah pihak juga menyampaikan rasa kecewanya.” Terang Zidny ketika diwawancara oleh pihak Akademika, Kamis (9/11/21).

Ketua BEM PM Unud, Muhammad Novriansyah yang turut menjadi pelabuhan kegelisahan Zidni memberikan kesaksian dibalik kisah yang terjadi sebenarnya. Kala itu selepas Zidni mengadukan persoalan pengunduran tiba-tiba dari pihak kampus kepada BEM dan DPM PM, Ansyah turut menindak lanjuti problema ini.

Menurut Ansyah, hal ini pertama kalinya terjadi di Unud bahwa dalam pemira, KPRM Unud dipanggil dengan surat pemanggilan dari pihak rektorat. “Setauku rektorat minta ketemu, dengan cara seperti itu dalam proses Pemira, pertama kali dalam sejarah,” terang Ansyah.

Pemanggilan pun akhirnya dipenuhi, awal koordinasi yang semula dikatakan tidak ada surat izin kegiatan, melebar menjadi sebuah forum yang diisi kehadiran Wakil Rektor III, Kepala UPO, dan 3 orang lainnya dari pihak rektorat. Mereka menanyakan mengapa kegiatan pemira kali ini tidak melapor ke pihak rektorat. Kala itu Ansyah bersama Deva (Wakil Ketua BEM PM) dan Febri (Ketua DPM PM) mendampingi Zidni menghadiri forum tersebut.

Mereka pun langsung mempertanyakan segala pemanggilan dan keputusan tiba-tiba dari rektorat. Satu jawaban yang sangat diingat Ansyah dan penuh spekulasi, bahwa rektorat beralasan ‘posisi ketua sangat strategis’. Tak hanya menembak dari sisi izin kegiatan. Rektorat turut menyoroti syarat pemilihan ketua BEM yang tidak sesuai dengan Peraturan Rektor tentang Ormawa.

Dalam Perektor terdapat ketentuan yang menyatakan ketua BEM memiliki nilai IPK minimal 2,75 serta pernah mengikuti perlombaan di skala nasional. Rektorat meminta aturan PPM Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pemira diubah dan waktu pelaksanaan pemira diperpanjang. Forum yang turut dihadiri beberapa Wakil Dekan III di tiap-tiap lingkungan fakultas Unud pun satu per satu mulai memberikan tanggapannya. Dalam ingatan Ansyah, salah satu WD III sempat berujar bahwa dalam mengubah aturan seperti ini dalam langkah akademik membutuhkan waktu yang sangat panjang. Serta dalam PPM Pemira tertuang bahwa pemira di lingkungan mahasiswa Unud menganut asas dari, oleh, dan untuk mahasiswa. Sehingga sudah selayaknya keterlibatan rektorat tidak sejauh ini.

Mempermasalahkan Berkas Paslon

Campur tangan pihak kampus kian dalam dengan mempertanyakan keaslian tanda tangan dalam berkas yang dikumpulkan beberapa paslon. Terdapat dua WD III yang mempersoalkan keaslian tanda tangan salah satunya dalam surat berkelakuan baik. Kala itu Zidni menjelaskan tugas KPRM tidak memvalidasi melainkan memverifikasi. Sehingga, validitas dari berkas yang diserahkan tiap paslon adalah tanggung jawab dari masing-masing paslon. Jika ada tanda tangan yang bersifat cap / scan, maka kembali lagi bahwa tata usaha tiap fakultas mendata setiap berkas yang dibubuhi tanda tangan tersebut.

Tidak puas dengan segala jawaban dari Ansyah, Zidni, dan mahasiswa lainnya, pihak kampus pun meminta agar pihak mereka turut dilibatkan dalam pengecekan keaslian berkas para paslon pemira. “Besoknya kita diajak forum lagi kalau mau ngecek. Dalih kita berkasnya online dan nyangkut data pribadi, ada NIM, nama lengkap, dll. Kita keberatan diprivasi sebenarnya,” jelas Ansyah.

Pihak kampus pun menghubungi Zidni untuk diminta datang sendirian dan turut membawa berkas para paslon pemira. Zidni pun sempat menghindari pemanggilan tersebut. Hingga pukul setengah delapan malam, Zidni tak kunjung tiba. Pihak rektorat mulai menhubungi Ansyah dan mempertanyakan keberadaan Zidni. Ansyah semakin heran akan keniatan pihak kampus untuk menunggu hingga malam demi surat-surat itu.

Perihal pengunduran dari pihak kampus, Zidni berujar bahwa dalam ingatannya alasan pihak rektorat menunda pemira untuk meningkatkan partisipasi pemilih. “Untuk alasan pastinya, saya sudah berkoordinasi dengan pihak UPO, beliau mengatakan pihak rektorat ingin menaikkan partisipasi pemilih,” jelasnya.

Dari penjelasan Zidni, dikatakan bahwa pihak rektorat menyayangkan partisipasi mahasiswa bahwa minat untuk menggunakan hak suara di Pemira masih 1 : 5. Jadi dari 25.000 lebih mahasiswa, angka partisipan masih stuck di 5.000. Angka maksimal pada tahun 2019, saat pelaksanaan pemira secara luring. Pihak kampus juga mengatakan seharusnya saat pelaksanaan daring jumlah partisipannya meningkat. “Maka dari itu beliau ingin sosialisasi kembali dilakukan yaitu melalui akun IMISSU berharap dengan begitu angka partsipan pemilih dapat meningkat,” tambah Zidni. Adapun Pers Akademika telah mengupayakan wawancara dengan Wakil Rektor 3 namun belum mendapatkan tanggapan.

Tanggapan dari Para Paslon Pemira Unud

Pelaksanaan Pemira sendiri dimulai dari tanggal 17 November 2021, kemudian dilanjutkan dengan masa kampanye selama 18 hari yaitu tanggal 18 November dan berakhir di tanggal 5 Desember 2021. Adapun kandidat yang  maju pada Pemilihan Presma dan Wapresma tahun ini antara lain  paslon dengan nomber urut 1 yaitu Caca (FH 19) dan Andy (FT 19) dengan mengusung  kabinet  “Karsa Karya Udayana”, dilanjutkan dengan paslon 2 yaitu Ali (FT 19) dan Yangyang (FH 19)  dengan membawa kabinet “Manggala Udayana”, kemudian paslon 3 yaitu Darryl (FP 19) dan Halma (FH 19) mengusung kabinet “Harmoni Cita Udayana” dan terakhir paslon dengan Nomor urut 4 yaitu Tio (FH 19) dan Ainun (FEB 19) dengan mengusung kabinet “Ambil Peran Udayana”.

Adapun keempat paslon tersebut telah melakukan debat kandidat BEM PM yang dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2021, kemudian rangakaian acara selanjutnya yaitu masa tenang yaitu tanggal 6 Desember. Pemilihannya sendiri mulanya direncanakan tanggal 7 – 8 Desember 2021 melalui daring dengan tata cara pemilihan yaitu menggunakan sistem IMISSU, dan satu hari kemudian di tanggal 9 November 2021, kegiatan akan dilanjutkan dengan sidang sengketa dan penetapan pemenang.

Namun, kenyataan sebenarnya telah terjadi perubahan tanggal kegiatan dari pelaksanaan Pemira yang tidak sesuai dengan linimasa yang diumumkan oleh pihak KPRM. Ssehingga pelaksanaan Hari H pemilihan yang semula tanggal 7 – 8 November 2021 akhirnya diundur menjadi tanggal 13 – 14 Desember 2021. Selama jangka waktu 1 x 7 hari dari tanggal 6 yang merupakan masa tenang akan dilanjutkan kembali dengan masa kampanye kandidat. Tentu saja perubahan tersebut menimbulkan banyak komentar dan juga memunculkan kebingungan di kalangan mahasiswa Universitas Udayana khususnya para paslon, pasalnya keempat paslon baru dihubungi tepat satu hari sebelum jadwal pemilihan awal yaitu malam hari pukul 21.00 WITA.

 

Press Release dari KPRM Belum Mampu Membendung Spekulasi Mahasiswa

Pihak KPRM baru memberikan jawaban atas pemunduran tanggal pelaksanaan pemira yaitu di tanggal 9 Desember 2021, tepat seharusnya kegiatan Pemira telah selesai. Isi dari press release tersebut yaitu menyatakan kronologi singkat yang melatar belakangi mundurnya pelaksanaan pemilihan tersebut. Namun narasi tersebut tak cukup menyurutkan opini para mahasiswa Udayana bahwa kegiatan Pemira di tahun ini telah diintervensi oleh pihak rektorat. “Bentuk intervensi nya itu sih kemarin masa pendaftarannya diminta diperpanjang lagi padahal kita udah ada penetapan nomer urut bahkan, ini gak setuju itu gak setuju, sebenarnya kalau dilihat timeline kita enggak selambat ini sebenarnya, ibaratnya dari waktu saja mereka sudah mengintervensi,” ungkap Caca selaku Calon Ketua BEM, paslon nomor urut 1.

Tak hanya Caca saja namun paslon lainnya juga turut memberikan komentar mereka mengenai isu adanya intervensi pihak rektorat dalam kegiatan Pemira tahun ini. “Sempat denger isu juga bahwa rektorat kurang sepakat dengan paslon yang sekarang karena kemarin penetapannya juga tanpa seizin dari mereka tapi kenapa dipaksakan untuk berjalan, karena memang masa setelah itu adalah masa kampanye beda jika kita memaksakan masa pemilihan, ketika kita memaksakan, dia (pihak rektorat) sempat bilang bahwa presmanya tidak akan diakuin” ucap Ali selaku Calon Ketua BEM, paslon nomor urut 2 tersebut,

 

“Dia juga sempet sih berharap kalau presma dan wapresma nya sama – sama dari Bali, sedangkan posisinya hari ini keempat capresma seluruhnya tidak berasal dari Bali. Maka dari itu kami berspekulasi bahwa Pihak Rektorat ingin menyiapkan calonnya sendiri,” tambah Ali terkait isu intervensi yang dia dengar melalui kabar mulut ke mulut.

Wakil capresma dari paslon dengan number urut 3, Halma juga menambahkan bentuk lain dari tindakan pihak rektorat yan menurutnya sudah termasuk sebuah intervensi, “cara rektorat untuk mengintervensi hari ini adalah dalam bentuk kebijakan, memundurkan waktu pelaksanaan pemira, dan meminta mengumpulkan berkas dari kedelapan paslon sebelumnya, dan ini merupakan sebuah awal, akhirnya adalah  dia bakal mengintervensi secara lebih lanjut, misal ketika terpilih intervensi dalam bentuk program ataupun pergerakan mahasiswa yang sering terjadi saat ini”.

Sementara itu paslon dengan nomor urut 4, Tio memberikan pandangannya seberapa jauh harusnya rektor memberikan konstribusinya, “seharusnya rektorat cukup untuk mengevaluasi dan cukup untuk mengawasi tanpa terlibat secara langsung” ungkapnya ketika diwawancara Sabtu (11/12/21)

 

Aroma Tak Sedap Lainnya

Ansyah sempat mendapatkan kabar dari beberapa ketua BEM di beberapa lingkungan fakultas bahwa mereka ditelepon oleh seorang dosen luar Unud dan berujar bahwa jika ada calon ketua BEM Unud sebagai orang Hindu Bali maka mereka akan mendukung penuh. Pengakuan terang-terangan tersebut sontak membuat para ketua BEM fakultas yang mendengarnya kaget dan merasa janggal. “Inti pembicaraannya adalah cukup kasar bahas soal ras, suku, agama,” terang Ansyah.

Aroma tak sedap lainnya bahwa Ansyah menerima laporan bahwa WD III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik meminta mahasiswanya untuk memilih salah satu calon. Sehingga spekulasi-spekulasi semakin bermunculan, bahwa ada upaya untuk mengunggulkan salah satu paslon atau tidak mengunggulkan sama sekali paslon yang tidak diinginkan.

Pada akhirnya, Zidni tidak membantah atau menerima pernyataan maupun komentar yang bermunculan mengenai KPRM tersebut. “Kalau dari saya pribadi tidak mau menanggapi hal seperti ini, tapi apapun yang dilihat oleh publik, mereka berhak untuk mengambil kesimpulan, tetapi yang ingin saya sampaikan disini, sebelum mereka mengambil kesimpulan tolong berpikir secara objektif dulu jangan subjektif terhadap satu hal yang belum kita validasikan. Jadi apapun yang dibicarakan oleh teman – teman mahasiswa di luar sana itu hak mereka tapi itulah yang saya tekankan tadi sebelum kita mengambil kesimpulan kita mendengarkan satu permasalahan jangan anggap masalah itu memang benar seperti itu,” papar Zidni.

“Jadi kalau seandainya rektorat dikatakan mengintervensi ataupun yang lainnya silahkan menilai sendiri, kalau saya tidak berhak untuk membicarakan hal seperti ini. Jika publik ingin berpikir A silahkan, B silahkan.” Tutup Zidni.

 

 

Reporter: Ayu Rita

Penulis: Ayu Rita

Penyunting: Yuko

You May Also Like