Kisah Awal

DSCN8742fix

Tik… Tik…. Hujan mulai turun. Tak terasa musim hujan telah dimulai. Ini berarti sudah 7 bulan sejak pertama aku bertemu dengan Gita.

“Menurut penelitian, rasa suka pada seseorang hanya bertahan sampai 4 bulan. Jika lebih dari itu, artinya kamu cinta sama dia, Ka!”

“Ciee.. Sahabatku Dika lagi jatuh cinta nih yee,” Maha menanggapi ucapan Jaya yang tidak jelas asal-usulnya itu.

Apakah ucapan Jaya itu benar-benar berasal dari suatu penelitian ilmiah? Orang kurang kerjaan dari mana yang mau repot-repot menghitung hari hanya untuk tahu bahwa dirinya sudah tidak suka lagi pada orang yang dulu disukainya? Ada-ada saja.

Putu Dikayana Sedana. Itulah nama pemberian dari kedua orang tuaku 18 tahun silam. Kini aku sedang menjalani masa putih abu-abu di salah satu SMA favorit di Jakarta. Sebagai orang Hindu yang lahir di Jawa, diskriminasi karena perbedaan agama sudah menjadi makanan sehari-hariku.

“Hei kamu pemuja batu! Ngapain kamu sekolah disini?”

“Batu kok disembah? Pohon juga dipakein kain. Dasar aneh.”

Kalimat-kalimat seperti itu sudah sering sekali kudengar. Entah maksudnya sebagai candaan atau celaan, keduanya jelas memilukan hatiku. Anehnya pula, aku justru semakin religius setelah mendengar ucapan mereka. Hari demi hari aku berdoa kepada Tuhanku.

“Ya Tuhan. Tolong berikan aku sahabat sejati yang bisa menerima aku apa adanya.”

CRING !! Doa itu terkabul. 2 mahluk ciptaan Tuhan yang ada di depanku tiba-tiba saja bersin secara bersamaan. Konon katanya kalau kita membicarakan seseorang, dia bisa mendadak bersin walaupun sedang sehat. Ada pula mitos yang mengatakan apabila kita membicarakan hal buruk tentang orang lain, maka alisnya akan kejet-kejet. Tapi itu tidaklah penting.

“Ka, kalau kamu segitu sukanya sama Gita, deketin lagi dong!”

“Iya, Ka, dulu kan kamu sempat deket sama dia pas lomba debat Bahasa Inggris. Kamu juga sekarang satu ekstra jurnalistik sama dia kan?” Maha menimpali.

“Bukannya gimana ya, guys, tapi Gita itu sekarang udah punya pacar. Pacarnya itu juga kayaknya cowok baik-baik. Liat dong gimana bahagianya Gita bisa jadi pacarnya.”

Walaupun agak sakit ketika kuucapkan, tapi inilah kenyataan. Apa yang bisa kulakukan untuk menandingi Awan? Dia merupakan senior yang masuk di kelas favorit. Awan orangnya pintar, ramah, berprestasi dan memiliki wajah yang tampan. Awan sangat cocok berdampingan dengan Gita, madona angkatanku.

“Ya elah, kamu sendiri sih STMJ!!”

“Apaan tuh, Maha? Susu Teh Madu Jahe?”

“Standar Tinggi, Muka Jelek”

“Hahahahahahahahahahahahaha,” gelak tawa mereka mengiris hatiku yang kesepian.

Bukannya tidak sadar diri, tapi apa yang bisa hatimu perbuat jika sudah jatuh cinta ?

Coba saja dulu aku tidak bergabung dalam organisasi baris-berbaris.

Coba saja organisasi itu tidak ditugaskan untuk jadi paduan suara dalam upacara bendera.

Coba saja saat latihan padus itu, Gita tidak menjadi dirigennya.

Coba saja waktu itu dia tidak menatapku dalam waktu cukup lama.

Dan coba saja jika dia tidak tersenyum padaku.

Tapi dia tersenyum padaku. (Bagus)

You May Also Like