Menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1935, masyarakat Bali melakukan ritual yaitu mengarak ogoh-ogoh keliling desa. Namun kini, kegiatan tersebut dibuat lebih menarik dengan diadakannya pawai ogoh-ogoh. Salah satunya adalah pawai ogoh-ogoh yang diadakan di Desa Kelurahan Peguyangan, Denpasar.
Sebanyak enam banjar yang berpartisipasi dalam pawai ogoh-ogoh di Desa Kelurahan Peguyangan. Senin (11/3), pawai ogoh-ogoh dimulai pada pukul 20.45 WITA. Urutan pertama dari Banjar Benaya yang membawakan ogoh-ogoh berbentuk Cupak yang membawa babi guling. Kemudian disusul ogoh-ogoh dari Banjar Tek-Tek berupa Dewa Siwa, selanjutnya dari Banjar Pulugambang dan Banjar Tengah membawakan ogoh-ogoh berjenis Dewa Ganesha dan Celuluk. Terakhir Ogoh-ogoh dari Banjar Pemalukan dengan Banjar Kepuh membawakan jenis Ogoh-ogoh yang hampir sama dengan Banjar Tengah, yaitu Celuluk dengan Lenda-Lendi.
“Pawai ogoh-ogoh ini memang sangat menghibur, terbukti banyak orang-orang yang berada di luar desa ikut menyaksikan,” ujar Ari salah satu pemuda yang ikut mengarak Ogoh-ogoh. Menurutnya, pawai ogoh-ogoh perlu diadakan setiap tahun agar tetap menjaga ikatan persatuan antar banjar-banjar di Desa Kelurahan Peguyangan.
Dari kalangan tua pun mendukung acara ini agar tetap berlangsung setiap tahunnya untuk bisa meningkatkan kreatifitas seni dan budaya dari para pemuda agar bisa membuat Ogoh-ogoh yang lebih menarik lagi. “Kegiatan pawai ogoh-ogoh juga sebagai suatu acara untuk menyambut hari Raya Nyepi,” ujar Made Sudra.
Salah satu tokoh masyarakat dari Puri Agung Peguyangan, A.A Ngurah Gede Widiada berharap agar acara Pawai Ogoh-ogoh ini sebagai realitas dari kreatifitas seni dari para generasi muda. “Ogoh-ogoh merupakan salah satu bentuk seni budaya Bali dan tidak lupa juga agar acara ini setiap tahunnya bisa berjalan dengan baik, aman, dan lancar,” harap Widiada. (Yoga Sumantara)
