Memuliakan Alam dalam Perayaan Nyepi

Pulau mungil dengan sejuta pesona, berani hentikan segala aktivitasnya di kala kehidupan semakin sibuk. Hanya taburan bintang menghiasi malam, tanpa setitik cahaya apa pun. Inilah Bali, pulau kecil yang tak takut berkorban untuk masa depan meski hanya sehari. Terdapat sebuah perbedaan yang sangat kontras antara perayaan tahun baru Masehi dengan tahun baru Caka yang ada di Bali. Ketika tahun baru Masehi disambut dengan berbagai acara gempita, pesta pora, dan segala sesuatu yang bersifat menyenangkan, beda halnya dengan pergantian tahun Caka di Bali. Masyarakat Bali menyambut datangnya tahun baru Caka dengan cara yang lebih individual dan bersifat ritual budaya. Ritual budaya yang diselimuti dengan kedamaian, sepi, hening, dan cenderung menghindari keramaian.

Di era globalisasi saat ini, mungkin masyarakat dunia lebih mengenal gerakan Earth Hour yang bertujuan mengurangi dampak buruk kerusakan lingkungan. Cara ini dilakukan dengan mematikan listrik di rumah dan kantor selama satu jam, mulai jam 8 hingga jam 9 malam. Namun ada hal unik lainnya, jauh sebelum gerakan ini dimulai, masyarakat Hindu Bali sudah lebih dulu menjalankan Tapa Brata Penyepian di setiap hari raya Nyepi. Bahkan, tidak hanya dalam waktu satu jam, kegiatan ini dilakukan melainkan sehari penuh.

Tapa Brata Penyepian adalah pengamalan Catur Brata Penyepian yang dilakukan pada hari raya Nyepi. Anda pasti sudah pernah mendengar juga soal larangan untuk menyalakan listik, bepergian, juga pantangan menghibur diri, dan bekerja saat Nyepi. Hal tersebut merupakan isi dari Catur Brata Penyepian yang dilakukan oleh umat Hindu Bali. Menurut kepercayaan masyarakat Hindu Bali, ini dilakukan untuk menghindari karma. Kata karma sudah tak asing lagi untuk didengar, setiap kali kita berbuat sesuatu, kita akan mendapat balasan yang sesuai dengan perbuatan kita. Itu juga yang diajarkan dalam kepercayaan ini. Dengan tidak melakukan apapun, kita juga tidak akan melakukan karma, pada saat ini pula semesta juga akan ikut tenang dan memberi karma baik pada manusia.

Dalam kaitannya dengan lingkungan, mari kita sama-sama berefleksi tentang seberapa banyak kita telah mengambil manfaatnya? Seberapa besar kita mengambil hak tanpa melakukan kewajiban? Sebab hak didapat apabila kita sudah menjalankan kewajiban kita. Manusia mempunyai hak untuk menikmati kekayaan alam semesta, dengan itu juga manusia memiliki kewajiban untuk menjaga alam semesta, tindakan mengambil juga harus diimbangi dengan pemberian. Kalau tidak, karma ini akan mengendap dalam jiwa manusia sehingga ia tak lagi seimbang.

Semesta dalam kepercayaan masyarakat Hindu Bali memang berkaitan dengan manusia. Umat Hindu di Bali mempercayai adanya bhuana agung dan bhuana alit, dalam konteks ini manusia sebagai simbol bhuana alit dan alam semesta adalah bhuana agung. Bhuana agung dan bhuana alit tak akan pernah lepas karena hidup berdampingan. Layaknya manusia membutuhkan alam untuk kehidupannya dan begitu juga sebaliknya alam membutuhkan perhatian manusia untuk menjaga dan melestarikannya. Ilmiahnya kita sering menyebutnya hubungan timbal balik atau simbiosis mutualisme. Oleh karena itu, jika manusia memiliki karma yang buruk, maka jagat atau bhuana agung ini akan terpengaruh juga. Kembali pada konteks hari raya Nyepi. Dimana kepercayaan masyarakat Hindu Bali tak hanya pada karma, tetapi juga pada konsep kala atau waktu. Dalam konsep ini, ada beberapa waktu yang dianggap rawan karena berpotensi mengganggu keseimbangan alam, yaitu pada waktu-waktu peralihan seperti saat pergantian tahun ini.

Jadi, bisa dibilang Tapa Brata Penyepian tadi adalah upaya manusia untuk menetralkan kembali semesta ini dan menciptakan keseimbangan. Masyarakat Hindu di Bali sangat mempercayai keseimbangan. Hidup yang baik adalah pada saat kita mampu berada di titik keseimbangan kita. Maka dari itu simbol agama Hindu di Bali ialah tapak dara. Nyepi memiliki filosofi yang mendalam, pada saat nyepi kita dintuntun untuk dapat memadamkan segala aspek kehidupan. Banyak dampak positif yang terjadi saat perayaan nyepi ini tiba, meski hanya sehari kegiatan nyepi dapat membantu mengurangi masalah lingkungan.

Masalah lingkungan memang tiada habisnya, setiap orang berlomba-lomba menebar teori tanpa praktik yang nyata, di balik ujaran teori yang tanpa henti, Bali siap memberi contoh nyata untuk peduli lingkungan. Dewasa ini, hampir semua orang menghadapi masalah pengelolaan lingkungan hidup. Masalah utamanya adalah makin menurunnya mutu lingkungan. Masalah lingkungan ini diduga muncul sebagai akibat dari perkembangan kebutuhan manusia yang jauh lebih cepat daripada perkembangan kesadaran manusia tentang keterbatasan alam. Pengetahuan manusia untuk memanfaatkan alam jauh lebih dahulu berkembang dari pada pengetahuannya untuk melindungi dan menyelamatkan alam.

Berarti kecenderungan untuk memanfaatkan lingkungan alam jauh lebih berakar dalam sejarah umat manusia dibandingkan kecenderungan untuk melindungi, melestarikan, dan menyelamatkan alam. Perayaan Nyepi menjadi aset berharga di masa yang akan mendatang, lewat kearifan lokal ini, orang Bali memuliakan alam sekitar. Suatu konsep praktik etika lingkungan yang dapat dicontoh dunia.

Penulis : Anjany
Penyunting : Rani Meylan

You May Also Like