New 7 Wonders Buat Indonesia Kelabakan

Agus Sueca Merta*

Taman Nasional Komodo kini masuk dalam kategori New  7 Wonders of Nature, sekarang bahkan sudah menjadi salah satu finalis kategori tersebut.  New 7 Wonders merupakan sebuah yayasan yang menyelenggarakan pemilihan New 7 Wonders di tahun 2011 ini. Namun, yayasan ini tidak termasuk dalam lembaga di UNESCO PBB sehingga terkesan kurang diakui keberadaanya. Hal ini terbukti dari masyarakat Swiss sendiri tidak mengenal Yayasan New 7 Wonders yang katanya berbadan hukum Swiss.
Hal ini dapat dikatakan sangat janggal.  Dilihat dari hal-hal yang dilakukan oleh New 7 Wonders seperti Pada 6 Desember, pihak New 7 Wonders menyetujui Indonesia sebagai tuan rumah dengan liscense fee sebesar 10 juta dolar AS. Kemudian pada 29 Desember 2010, New 7 Wonders  mengeluarkan ancaman melalui Kepala Komunikasi New 7 Wonders Eamon Fitzgerald yang memberikan batas waktu sampai 31 Januari 2011 kepada pemerintah Indonesia, untuk menyatakan kesediaannya menjadi tuan rumah. Jika sampai batas waktu itu tidak ada ketegasan, maka status Taman Nasional Komodo akan ditangguhkan sebagai finalis New 7 Wonders. Sungguh mengherankan jika tidak mau menjawab ketersedian menjadi tuan rumah diancam kepesertaan Taman Nasional Komodo.
Di masyarakat Indonesia sendiri awalnya pemilihan Taman Nasional Komodo tidak begitu populer, namun beberapa minggu menjelang pengumuman New 7 Wonders pemerintah dan media masa semakin gencar  mempromosikan untuk memberikan voting Komodo dengan cara sms ketik Komodo kirim ke 9818. Biaya sms yang awalnya 1000 rupiah per sms diturunkan menjadi 1 rupiah per sms. Bahkan kemudian ada operator seluler  yang menggratiskan untuk voting Komodo ini.  Sungguh disayangkan hal ini membuat orang Indonesia kelabakan dan berlomba-lomba untuk voting Komodo. Bahkan ada acara memberikan voting Komodo secara masal dan iklan memvote Komodo. Sebenarnya ini baik untuk meningkatakan rasa nasionalisme dan peningkatan ekonomi melalui pariwisata kedepan. Tetapi alangkah baiknya jika dipersiapkan lebih matang lagi. Lihat saja finalis New 7 Wonders asal Malaysia mampu bersaing ketat dengan Komodo padahal dilihat dari jumlah pengguna ponsel di Indonesia jauh lebih banyak daripada Malaysia.  Ini membuktikan bahwa pemilihan taman Nasional Komodo dalam New 7 Wonders tidak dipersiapkan secara matang.
Hal ini membuat rasa nasionalisme terkesan dibutuhkan saat keadaan mendesak.   Seharusnya pemerintah tidak terkesan untuk terpaku pada pengakuan New 7 Wonders sebab sebagaimana diketahui, pada tahun 1991, Taman Nasional Komodo bersama Taman Nasional Ujungkulon, Candi Borobudur, dan Candi Prambanan, oleh UNESCO dimasukkan sebagai warisan dunia. Reputasi UNESCO sebagai badan khusus PBB yang didirikan pada 1945 itu jauh melampaui New 7 Wonder. Ada baiknya perbaikan fasilitas dan konservasi untuk komodo dikembangkan sehingga ekologi tetap terjaga.


*penulis merupakan mahasiswa fakultas teknik Universitas Udayana

You May Also Like