Pemira Unud 2021: Dibaluti Kompleksitas Persoalan dalam Setiap Rangkaiannya

Terlaksananya pelantikan Ketua Ormawa di lingkungan Unud tak menyurutkan perdebatan terkait Pemira. Beredarnya berbagai indikasi yang tumpah ruah masih menimbulkan guratan tanya di benak mahasiswa Unud. Dugaan intervensi yang sempat memanas, pelantikan yang terkesan terburu-buru, Ketua KPRM PM yang mengundurkan diri, hingga mundurnya Wakil Ketua BEM PM terpilih turut membaluti dinamika Pemira Unud tahun 2021.

 

Punca Prahara Pemira

Bak jalinan benang kusut, ketegangan dalam Pemira tahun ini tak kian mereda. Mencuatnya polemik Pemira bermula pada Sidang Pleno KPRM PM terkait Penetapan Peserta dan Nomor Urut Peserta Pemira Unud 2021 yang dilaksanakan di Warung Eksis Canggu pada Rabu (27/10/21).

Kala itu, KPRM PM belum melakukan tahapan verifikasi berkas peserta yang masuk. Sidang Penetapan tersebut berlangsung tidak kondusif dan menuai protes dari pasangan calon yang terlambat melakukan pendaftaran, yakni Cacha-Andy mendaftar pada tanggal 23 Oktober 2021 pukul 23.43 serta pasangan Darryl-Halma mendaftar pada tanggal 24 Oktober 2021 pukul 00.06. Tuaian protes bermunculan karena dalam pasal 10 ayat (2) SK KPRM Nomor 2 Tahun 2021 telah diatur perihal waktu pendaftaran, yakni pukul 09.00-21.00 WITA.

Menindaklanjuti permasalahan tersebut, BEM PM dan DPM PM kemudian membuat suatu forum yang melibatkan pihak KPRM PM, Badan Pengawas Pemira (Bawasra), calon anggota legislatif, serta pasangan calon presma yang telah mendaftar tepat waktu. Adapun pokok permasalahan yang dibahas pada forum tersebut adalah persoalan sosialisasi Pemira, formulir pendaftaran online yang masih dapat diakses melebihi batas waktu, serta pemberitahuan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPRM PM yang menyatakan bahwa pendaftaran ditutup pada tanggal 23 Oktober 2021 pukul 23.59 WITA.

Menanggapi hal ini, Ketua KPRM PM, Zidni Ferdinand Yusuf menerangkan bahwa KPRM PM sebelumnya telah melakukan sosialisasi ke lembaga di setiap fakultas pada tanggal 1-14 September 2021. Selanjutnya, terkait pendaftaran online dan pernyataan Sekjen KPRM PM, Zidni mengklaim bahwa terjadi kesalahan teknis, miskonsepsi dan misinformasi. “Jam 9 malam seharusnya sudah tutup pendaftaran online, tetapi kami lupa menutup, jadi ada kendala teknis. Kemudian, Sekjen KPRM yang menyatakan penutupan tanggal 23 Oktober pukul 23.59 itu, sekarang kita analogikan. Ketika kekuatan hukum yang sudah ada legalitas, ditandatangani, disetujui dan berbentuk SK dibandingkan dengan omongan, itu lebih kuat mana? Ini sudah clear sebenarnya,” tandasnya ketika diwawancarai pada Rabu (5/01).

Permasalahan yang dirundingkan pada forum tersebut kemudian dilimpahkan pada Sidang Sengketa Bawasra yang berlangsung pada Jumat (29/10/21). Perihal jalannya Sidang Sengketa, Zidni memandang sidang tersebut telah cacat secara prosedural. Ia menyayangkan Dewan Kehormatan Pengawas Pemira (DKPP) yang baru dibentuk pada tanggal 2 Desember 2021, sedangkan Sidang Sengketa telah berlangsung pada tanggal 29 Oktober 2021. Pimpinan Sidang Sengketa pun bukan dari DKPP, melainkan dua presidium dari pihak eksternal dan satu presidium dari pihak Bawasra sebagai notulen. Hal ini tidak sejalan dengan PPM Pemira pasal 27 ayat (2) yang mengatur wewenang DKPP untuk memutus sengketa dalam penyelenggaraan Pemira melalui sidang pleno.

Sehubungan dengan pandangan Ketua KPRM PM terhadap Sidang Sengketa Bawasra yang dinilai cacat prosedural, Ketua DKPP menyanggah hal tersebut. Aditya Nur Febriansyah selaku Ketua DKPP menjelaskan bahwa pembentukan DKPP paling lambat dua minggu sebelum pemungutan suara Pemira. “Pembentukan DKPP sudah sesuai peraturan yang berlaku. DKPP sendiri memutus sengketa Pemira ketika sudah adanya calon. Jadi, terkait perpanjangan pendaftaran calon itu masih menjadi wewenang Badan Pengawas Pemira (Bawasra),” terang Febri ketika diwawancarai pada Jumat (07/01) melalui Google Meet.

Prahara pendaftaran peserta Pemira kemudian bermuara pada Sidang Pleno Keputusan Bersama yang diselenggarakan oleh DPM PM dengan mengundang BEM PM, Bawasra dan KPRM PM pada Kamis (04/11/21). Salah satu hal yang dibahas dalam forum tersebut adalah terkait hasil Sidang Sengketa Bawasra yang menyatakan bahwa pendaftaran pada tanggal 1-23 Oktober tersebut tidak sah, sehingga harus diadakan perpanjangan. Sidang Pleno ini menghasilkan keputusan untuk mengadakan perpanjangan pendaftaran pada tanggal 8-10 November 2021. Hal ini kemudian menjawab pertanyaan dari publik terkait molornya Sidang Penetapan Peserta Pemira hingga dua minggu lamanya.

Untaian Sengketa dalam Proses Pencarian Kejelasan Pemira

Rentetan sengketa terus berlanjut dengan diperpanjangnya masa pendaftaran peserta Pemira. Ketua KPRM PM kemudian mengadakan pertemuan pada Jumat (12/11/21) dengan Ketua Unit Pengembangan Ormawa (UPO) terkait kelanjutan dari proses pelaksanaan Pemira. “Ketika saya berbicara dengan pihak UPO, beliau menyatakan pendaftaran Pemira harus dibuka ulang karena tidak berkoordinasi dengan pihak WR III,” ungkap Zidni. Keesokan harinya, pada Sabtu (13/11/21) dinyatakan bahwa persyaratan yang diatur pada PPM Pemira tidak berlandaskan kepada Peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2020 terkait Ormawa.

Lebih lanjut, dibuatkan forum resmi yang dimediasi oleh Wakil Rektor (WR) III pada Senin (15/11/21) di Ruang Bangsa, Rektorat Unud yang membahas ketidaksesuiaan persyaratan pendaftaran dengan Peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2020. Bahasan tersebut lantas berlanjut dengan pernyataan oleh WD III Fakultas Teknik (FT) dan Fakultas Teknologi Pangan (FTP)  yang merasa tidak menandatangani Surat Berkelakuan Baik dari paslon terkait.

Menindaklanjuti hal tersebut, KPRM PM diminta menghadap UPO di Gedung Agrokomplek pada Selasa (16/11/21) dengan membawa semua berkas pendaftaran untuk melaksanakan verifikasi bersama. Pihak BEM PM dan DPM PM turut berupaya melakukan negosiasi agar berkas yang dibawa hanyalah berkas yang diduga bermasalah. “Saya menunjukkan berkasnya saja  dan sebenarnya itu sudah melampaui batas. Saya langsung menelpon Ali, Andy dan Fajar agar mereka mengirimkan berkasnya secara langsung ke WD III masing-masing untuk divalidasi,” ujar Zidni.

Sementara itu, paslon nomor urut 2 menanggapi pernyataan dari hasil forum tersebut. “Keterlibatan rektorat untuk memverifikasi berkas itu didasari karena adanya paslon yang datang ke mereka. Saat itu saya langsung menyarankan kenapa tidak dipertanyakan pada sidang kedua, kebetulan pada saat itu seluruh paslon hadir. Dari sana Darryl mengklarifikasi kalau dia yang datang ke rektorat bersama dengan Cacha diluar sepengetahuan Halma,” ungkap Ali.

Sementara itu, Darryl mengungkapkan bahwa dirinya kurang mengetahui titik permasalahan mengenai dugaan komunikasi dengan WD III terkait pelanggaran berkas paslon lain. “Yang saya ketahui saat proses validasi berkas, Ketua KPRM terbukti (dalam sidang di Warung Eksis Canggu) tidak berkoordinasi dengan Bawasra dan validator berkas di kepanitiaan KPRM untuk menetapkan berkas yang valid,” terangnya.

Meskipun terdapat pernyataan yang kontradiktif antara satu pihak dengan pihak yang lain, Zidni kemudian mengonfirmasi bahwa prahara sengketa berkas tersebut sudah selesai. “Setelah divalidasi, ternyata berkasnya itu benar, tidak ada pemalsuan. Prosedur pembuatan suratnya ini yang mungkin berasal dari tanda tangan yang disediakan TU atau bagaimana saya kurang paham, karena setiap fakultas prosedurnya berbeda-beda,” papar Zidni.

Prahara sengketa pelaksanaan Pemira tidak berhenti sampai di sana, melainkan berlanjut hingga proses pemilihan. Tepat pada Minggu (5/12/21) pukul 19.52 WITA, Zidni mendapatkan sebuah kabar mengejutkan dari Ketua UPO. “Beliau mengirimkan pesan singkat yang merupakan arahan langsung dari WR III, yang mengatakan tidak bisa mengadakan pemilihan Pemira di tanggal 7-8 Desember,” ungkap Zidni. Waktu itu, UPO mengarahkan bahwa perlu adanya pengumuman pada akun IMISSU berupa flyer selama tujuh hari. Pemilihan pun akhirnya diundur menjadi tanggal 13-14 Desember 2021.

Pertemuan diadakan keesokan harinya pada Senin (6/12/21) antara pihak KPRM PM dengan Ketua UPO yang membahas mengenai kejelasan dari pesan singkat tersebut. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut dikatakan bahwa pihak rektorat ingin menaikkan partisipasi pemilih. Pihak rektorat menyayangkan minat untuk memilih di Pemira masih 1 : 5. Pasca pertemuan tersebut, pada Rabu (8/12/21) KPRM PM resmi mengeluarkan press release melalui kanal instagramnya.

Tak ada habisnya, dua hari usai pemilihan ternyata tak menyurutkan permasalahan yang terjadi pada rangkaian Pemira 2021. Kembali masuk aduan paslon nomor 4, yakni Dimastio terkait adanya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang menghubungi salah satu lembaga fakultas untuk mengunggulkan paslon yang beragama Hindu. “Kami yang bukan orang lokal merasa dirugikan dengan adanya isu intervensi dari pihak internal tersebut. Fakta dalam persidangan pun ada WD III FISIP yang menyuruh mahasiswanya memilih paslon nomor urut 3,” ungkapnya.

Perihal tudingan tersebut, paslon nomor urut 3 kemudian membagikan tanggapannya. Halma menerangkan bahwa dugaan intervensi tersebut berawal dengan adanya pihak ketiga, yaitu ormas keagamaan. “Ormas itu menelpon 13 fakultas pihak udayana yang mengatakan, kalau pimpinan yang mau maju adalah orang Bali dan beragama Hindu, mohon didukung secara penuh,” ungkapnya. Kemudian, ia juga menyebut bahwa ketika proses pendaftaran hingga pasca pemilihan sudah terjadi banyak intervensi. “Pihak rektorat menginginkan ada masa sosialisasi dan kampanye di IMISSU. Pemegang sistem IMISSU dan kepemilikannya adalah dari rektorat, sehingga kita tidak mengetahui apa yang terjadi,” imbuh Halma.

Terkait dugaan pihak WD III yang mengunggulkan paslon nomor urut 3, Halma tidak menampik hal tersebut. “Kemarin pada tanggal 12 memang salah satu mahasiswa Ilpol ditelpon oleh WD III FISIP, obrolan dari WD III ini tidak menyampaikan ke pihak luar. Pada akhirnya yang melaporkan juga dari paslon 3 karena adanya intervensi dari pihak rektorat. Mengenai hal tersebut, saya tidak merasa diunggulkan, justru saya merasa dirugikan karena adanya campur tangan rektorat pada Pemira kali ini,” tambahnya.

Selain itu, Darryl selaku paslon nomor urut 3 turut menambahkan pendapatnya terkait dengan keterlibatan pihak rektorat tersebut. “Saya dan Halma menekankan bahwa kami menolak intervensi apapun, termasuk ajakan untuk memilih paslon 3 sebagai preferensi mahasiswa dalam memilih pimpinannya. Kami tidak pernah mengajak siapapun untuk memilih kami tanpa alasan yang jelas dan saya hanya ingin berpesan agar suasana yang terjadi tidak membuat kawan-kawan buta dalam mencari kebenaran,” tegas Darryl.

Tak hanya Darryl, paslon 2 juga turut berkomentar perihal keterlibatan ormas keagamaan dalam Pemira kali ini. “Di grup itu Kak Ansyah membagikan informasi chat dengan ormas tersebut. Isinya bahwa ormas tersebut mendukung paslon beragama Hindu. Tetapi DKPP tidak memutus hal tersebut karena tidak termasuk pelanggaran,” ungkap Ali mengingat pernyataan DKPP sebelumnya.

Pada Rabu (15/12/21), Sidang Sengketa pertama mengalami hambatan karena pihak Bawasra belum mengadakan Sidang Pleno Bawasra terkait verifikasi laporan pelanggaran Pemira. Pelaksanaan sidang sengketa kemudian ditunda dari pukul 14.00 WITA dan berlarut hingga pukul 19.00 WITA. Ditemukan juga permasalahan baru di tengah jalannya sidang, yaitu adanya laporan bahwa IMISSU masih dapat diakses oleh mahasiswa nonaktif.

Pihak KPRM PM dan DPM PM kemudian bertandang ke pihak USDI untuk mengonfirmasi terkait kesalahan sistem tersebut pada Kamis (16/12/21). “Jadi USDI tidak tahu mahasiswa nonaktif ini memilih siapa. USDI mengatakan apabila ingin meminta akses, KPRM diminta untuk mengirimkan permohonan resmi. Setelah mengirimkan surat, kami dapatkan nama-nama mahasiswa tidak aktif  yang ikut memilih sebanyak 30 orang,” tukas Zidni.

Namun, ia sempat terheran karena nama-nama tersebut dikirimkan langsung oleh Ketua UPO, bukan dari pihak USDI. Hal tersebut juga turut menjadi pertanyaan besar  bagi para paslon. “Ketika KPRM PM tidak mendapatkan transparansi penyebaran 30 orang ini di mana, maka kami mempertanyakan legitimasi, kredibilitas dan kepercayaan kami terhadap sistem,” pungkas Tio.

Prahara terus berlanjut hingga pelaksanaan sidang sengketa pada Senin (27/12/21) yang diawali dengan Sidang Paripurna Bawasra untuk memberikan surat rekomendasi pelanggaran ke DKPP. Surat rekomendasi tersebut memuat pelanggaran alumni yang masih bisa ikut memilih. Sidang sengketa tersebut berlangsung cukup alot dengan adanya indikasi intervensi dari rektorat yang turut andil dalam pelaksanaan pemira. Walk out-nya Ketua KPRM PM yang selanjutnya diikuti para paslon menyebabkan skorsing pada sidang.

“Ada 3 opsi yang dikemukakan saat sidang. Opsi yang pertama menerima hasil, kedua melakukan pemungutan suara ulang dan opsi terakhir adalah berkompromi dengan rektorat terkait transparansi suara,” ujar Halma.

Wacana terkait pengulangan Pemira telah disetujui oleh keempat paslon. Namun, wacana tersebut tak menjadi jalan keluar dari permasalahan yang kian kusut. Hal ini kemudian menyebabkan pelaksanaan dari sidang sengketa mencapai titik jenuh dengan walk out-nya peserta forum. “Jadi karena dari DKPP memutuskan tidak ada pemungutan suara ulang karena dasarnya tidak kuat. Selain itu, dilihat dari pertimbangan lain dari segi dana, waktu, dan tenaga yang tidak memungkinkan, sehingga pemungutan suara ulang tidak dapat dilakukan,” ucap Cacha selaku paslon nomor urut 1.

Tak sampai disitu saja, kelanjutan dari sidang sengketa pada hari itu berimbas pada penjatuhan sanksi tertulis oleh Bawasra kepada pihak KPRM PM. Pemberian sanksi tersebut didasarkan atas pertimbangan yang ada di dalam PPM Pemira bahwa pihak KPRM PM bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua rangkaian yang terjadi dalam Pemira. “Kami tidak mengetahui terkait kesalahan dalam sistem IMISSU tersebut, itu baru kejadian yang pertama kali dan kami langsung diberikan sanksi tertulis,” ungkap Zidni.

Setelah hampir seluruh peserta persidangan memutuskan untuk walk out dari forum serta melihat suasana persidangan yang sudah tidak kondusif, tak lama berselang DKPP kemudian menutup sidang sengketa tepat pukul 02.00 WITA.

Hasil Pemira Unud Berakhir dengan Mundurnya Wakil Ketua BEM PM Terpilih

Meskipun masih dibayang-bayangi oleh sengketa dugaan pelanggaran Pemira yang belum usai, KPRM PM akhirnya menyelenggarakan Sidang Penetapan Hasil Pemira pada Kamis (05/01) bertempat di RK 1 dan 2 Gedung Agrokomplek, Kampus Sudirman Unud. Sidang penetapan dipimpin oleh Anna Inao yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua KPRM PM.

Sidang Penetapan Hasil Pemira sempat diwarnai dengan perdebatan alot karena pihak DKPP yang tidak hadir secara luring. Lantaran, menurut pasal 14 ayat (3) PPM Pemira Nomor 1 Tahun 2021, pihak yang berwenang untuk melakukan rekapitulasi suara dan memimpin penetapan hasil Pemira dalam sidang pleno terbuka adalah DKPP. Menimpali perihal absennya pihak DKPP pada Sidang Penetapan, Febri selaku Ketua DKPP membantah hal tersebut. “DKPP hadir secara daring, namun terjadi miskomunikasi antara KPRM PM dan DKPP, tetapi yang jelas terkait penetapan itu memang diputuskan oleh DKPP,” tegas Febri saat diwawancarai pada Jumat (7/01).

Kemudian, pada saat agenda pembacaan hasil perolehan suara disebutkan bahwa masing-masing paslon mendapatkan pengurangan poin sebanyak 30 suara sesuai dengan keputusan Sidang Pleno yang dilaksanakan oleh DKPP. Terkait hal ini, Febri pun menjelaskan alasan DKPP mengambil keputusan tersebut. “Baik KPRM maupun sistem tidak bisa mempertanggungjawabkan suara-suara 30 mahasiswa nonaktif ini masuk ke mana. Dengan menimbang segala aspek dan peraturan, kami akhirnya memutuskan untuk memotong 30 suara masing-masing paslon agar tidak merugikan salah satu pihak,” ujarnya.

Pada Sidang Penetapan kemudian ditampilkan hasil rekapitulasi suara yang diperoleh oleh masing-masing paslon. Setelah dilakukan mekanisme pengurangan poin, paslon nomor urut 1 memperoleh sebanyak 1.215 suara, paslon nomor urut 2 sebanyak 1.439 suara, paslon nomor urut 3 sebanyak 2.041 suara, dan paslon nomor urut 4 memperoleh sebanyak 611 suara. Dengan ini, paslon nomor urut 3 pun menang telak dengan selisih 602 suara. Maka, Ketua dan Wakil Ketua BEM PM Unud terpilih periode 2022 adalah pasangan Darryl dan Halma.

Tak berselang lama selepas penetapan Ketua dan Wakil Ketua BEM PM Unud terpilih, pernyataan yang dilontarkan oleh Halma sontak membuat hadirin sidang serta kalangan mahasiswa terperanjat. Halma menyatakan pengunduran dirinya sebagai pemangku jabatan Wakil Ketua BEM PM terpilih. Terkait keputusannya ini, Halma kemudian mengutarakan alasan utamanya, yakni karena ia kecewa terhadap perjalanan demokrasi kemahasiswaan yang semula ia kira ideal dan demokratis, tetapi nyatanya lebih ke arah politis. “Bagi saya, menerima kemenangan atas kurangnya nilai ideal selama proses prosedural dan berbagai intervensi merupakan kekalahan secara moral atas Pemira tahun ini. Secara apa yang saya yakini dalam idealisme mahasiswa pada demokrasi, pengunduran diri saya secara pribadi merupakan hal yang cukup logis dan tepat bagi saya,” jelas Halma lugas.

Terpilih – Pasangan Presiden Mahasiswa (Presma) terpilih tahun 2022

Berkenaan dengan pengunduran diri Halma, Darryl selaku Ketua BEM PM Unud  terpilih mengatakan bahwa ia menghargai keputusan rekannya tersebut. “Bagi saya dan Halma, keputusan untuk berada di dalam dan luar hanyalah pembeda dalam segi alat perjuangan,” tuturnya. Ia mengungkapkan bahwa hal tersebut telah beberapa kali didiskusikannya secara rasional dengan Halma. Mereka sepaham bahwa demokrasi di Udayana harus menjadi lebih baik, meskipun mereka memilih jalur yang berbeda.

Menyoroti pengunduran diri Halma, pihak Unit Pengembangan Ormawa (UPO) sendiri mengungkapkan bahwa pihaknya tidak memiliki wewenang untuk memperbolehkan atau tidak, hal itu kembali kepada keputusan panitia Pemira. “Di manapun aturan pemilihan itu, apalagi di dalam Pemira organisasi intra kampus, jelas seharusnya tidak boleh mengundurkan diri. Namun karena sudah terlanjur ketok palu, di situ kelemahannya. Dari kami di UPO tidak memiliki kewenangan, jadi jangan sampai kami dikira mengintervensi lagi,” pungkas Santiyasa selaku Ketua UPO Unud.

Mundurnya Ketua KPRM PM Unud

Polemik PEMIRA yang kian membuncah disertai dengan banyaknya isu yang menyudutkan beberapa pihak menyebabkan mundurnya Ketua Umum KPRM PM Unud 2021, Zidni Ferdinand Yusuf. Hal tersebut turut menimbulkan presumsi di kalangan mahasiswa Unud. Dalam surat pernyataan yang dikeluarkan Zidni per tanggal 5 Januari 2022, ia menyebutkan alasan yang melatarbelakangi kemundurannya dari KPRM PM Unud. Beberapa diantaranya adalah sebagai wujud pertanggungjawaban atas jalannya rangkaian Pemira, sebagai ungkapan rasa kecewa terhadap DKPP atas penjatuhan sanksi kepada KPRM PM, serta munculnya intervensi rektorat dalam penyelenggaraan Pemira.

Selain itu, Zidni juga menyayangkan peserta Pemira tahun ini yang tidak mematuhi asas dan prinsip dasar penyelenggaraan Pemira sehingga menyebabkan dinamika Pemira yang berlarut-larut dan berkepanjangan. Hal tersebut menjadi pertimbangan yang berat bagi Zidni. “Kerumitan dinamika yang terjadi di dalam KPRM ini awalnya saya tidak tahu ini berasal dari mana,” ungkapnya. Zidni mengungkapkan bahwa dengan munculnya dugaan campur tangan rektorat dalam pelaksanaan Pemira tahun ini berimbas kepada KPRM PM.

  Surat keterangan pengunduran diri Ketua Umum KPRM PM Unud 2021.

Lebih lanjut, pada Senin (27/12/21) bertepatan dengan jalannya sidang sengketa Pemira kemudian menjadi puncak kekecewaan Zidni terhadap rangkaian Pemira tahun ini. “Ketika ada paslon yang berhubungan langsung dengan pihak rektorat dan dekanat, ini adalah satu hal yang sudah berlebihan menurut saya, karena ini sudah tidak independen lagi,” ungkap Zidni. Kala itu, surat rekomendasi yang diserahkan Bawasra terkait dugaan intervensi dan terjadinya sengketa menjadi perdebatan panjang. Salah satunya yang alot dibahas dalam sidang tersebut ialah terdapat aduan bahwa Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) menghubungi mahasiswa untuk memilih salah satu paslon.

Selain itu, seperti yang tertera dalam surat pernyataan Zidni,  kekecewaan terbalut dalam benaknya yang kala itu masih menjabat sebagai Ketua Umum KPRM PM Unud 2021. Zidni merasa pihak DKPP menyudutkan KPRM PM dalam setiap permasalahan di Pemira. “Untuk surat peringatan sendiri itu sudah diatur di dalam bab sanksi sendiri, bahwa surat peringatan itu boleh dilakukan apabila terjadi dua kali secara berulang kesalahan yang sama. Akhirnya saya hanya diberikan teguran secara lisan. Nah ini adalah salah satu bentuk kekecewaan saya yang mana sudah jelas adanya intervensi rektorat yang berasal dari siapa, malah dia yang tidak dikenakan sanksi,” tambah Zidni.

Tanggapan Unit Pengembangan Ormawa (UPO) terkait Dugaan Intervensi Rektorat

Dugaan intervensi yang kian menegang dianggap menjadi induk permasalahan rangkaian Pemira tahun ini. I Wayan Santiyasa selaku Ketua Unit Pengembangan Ormawa (UPO) Unud menyangkal seluruh dugaan intervensi tersebut. Dugaan intervensi pertama yang dilakukan rektorat adalah keikutsertaan dalam proses verifikasi berkas paslon. “Kita mendapatkan surat dari salah satu calon bahwa ada yang memalsukan tanda tangan WD III. Agar tidak ada dilema, kita luruskan dan verifikasi,” ujar Santiyasa. Pihaknya menjelaskan bahwa jika terdapat prahara pemalsuan tanda tangan pejabat memang seyogyanya dikenakan sanksi akademik. “Jadi tidak ada verifikasi bersama. Bagaimana mau memverifikasi bersama jika tidak diizinkan dari panitia,” tambahnya.

Selain itu, dugaan intervensi yang kedua terkait pemunduran jadwal Pemira tahun ini. Santiyasa menjelaskan kemunduran tersebut karena pemilihan yang semula akan dilaksanakan pada tanggal 7-8 Desember 2021 dirasa belum siap. Hal tersebut disebabkan oleh belum siapnya flyer Pemira di IMISSU. “Panitia Pemira terlambat membuat flyer. Lalu mereka menghubungi saya. Jika belum dibuatkan flyer bagaimana bisa dilaksanakan pemilihan? Akhirnya diundur saja,” papar Santiyasa. Ia menyebutkan bahwa hal tersebut yang kemudian “digoreng” hingga bermunculan isu bahwa pihaknya yang mengundur Pemira tahun ini.

Wawancara – I Wayan Santiyasa selaku Ketua Unit Pengembangan Ormawa kala diwawancarai mengenai dugaan intervensi pada Rabu (5/01)

Selanjutnya, muncul dugaan campur tangan rektorat terkait masuknya 30 suara yang berasal dari mahasiswa nonaktif Unud pada pemungutan suara Pemira di IMISSU. Berdasarkan data yang dipegang oleh pihak UPO, terdapat 28 orang lulusan S1 dan 2 orang lulusan diploma yang ikut memilih dalam Pemira tahun ini. Menanggapi hal ini, UPO dengan tegas menyangkal dugaan tersebut. “Yang melakukan intervensi itu alumni karena yang memobilisasi pemilih dan sampai ada alumni yang memilih itu masuk datanya. Jadi itu dilakukan untuk calonnya, tetapi akhirnya kalah juga. Rektor melalui WR III sudah menyatakan, silahkan lakukan sesuai tahapannya, jangan main curang di tanggal. Beliau juga menyatakan siapapun pemenangnya, itulah, karena semua adalah anak-anaknya,” pungkas Santiyasa.

Kala dijumpai di ruangannya pada Rabu (5/01), pihak UPO juga menanggapi dugaan intervensi bahwa terdapat Wakil Dekan III salah satu fakultas yang mengunggulkan salah satu paslon. “Saat ini sedang pandemi, mahasiswa masih di luar semua. Karena yang bisa memobilisasi adalah yang kenal dengan mahasiswa itu. Yang kenal hanya sesama mahasiswa, sehingga yang bisa memobilisasi adalah mahasiswa,” ungkapnya.

Selama rangkaian Pemira tahun ini berlangsung,  pihak UPO mengaku proaktif menghubungi KPRM PM, terlebih setelah dilaksanakannya pemungutan suara pada tanggal 13 dan 14 Desember 2021 karena tidak adanya pelaporan terkait hasil Pemira. “Di situ sudah jelas selisih suaranya sebesar 602 antara yang menang dan yang kalah. Sehingga tidak butuh waktu lama untuk menetapkan. Namun, dikarenakan berbagai macam permasalahan, akhirnya hampir tidak ada keputusan. Akhirnya saya proaktif menghubungi. Saya hanya ingin pada 2022 masih ada BEM di Unud. Karena aturan dari rektor, penyerahan terakhir itu pada tanggal 31 Desember. Semestinya setelah tanggal 31 itu BEM dan DPM tidak dapat mengajukan Ketua BEM yang baru,” papar Santiyasa. Terkait pernyataan tersebut, kembali tersiar dugaan bahwa BEM PM Univesitas Udayana tahun ini dibekukan, sehingga menimbulkan presumsi di kalangan  mahasiswa. Namun, hingga saat ini belum ada  pernyataan resmi terkait hal tersebut.

Ia juga memandang bahwa belakangan ini mahasiswa Unud sudah salah arah dalam berorganisasi. “Jadi saya katakan, kalau kita belajar apa referensinya? Kalau berorganisasi referensinya adalah peraturan dan undang-undang,” tambah Santiyasa. Ia juga menilai bahwa rangkaian Pemira perlu dibenahi terlebih dari sisi tata aturan Pemira.  “Tata aturan pemira itu seperti pemilu. Hal itu tidak benar. Dalam organisasi intra kampus syarat mahasiswa apa? Indeks Prestasi, baik penalaran maupun minat bakat. Hal itu yang ingin kita benahi. Karena saya yakin, jika pemimpinnya berprestasi, maka bisa mengarahkan kegiatan yang berprestasi. Prestasi menentukan akreditasi,” tutupnya.

 

Reporter: Juniari, Kamala, Ihsan, Anjany, Lefira, Ayu Rita, Cintya, Ani, Erzsa, Ratih

Penulis : Kamala,  Juniari, Ayu Rita

Penyunting : Minati, Kamala, Juniari, Yuko

Ilustrasi : Zakaria Ghifari, Selena, Feilin 

You May Also Like