Rektor Baru, Saatnya Menunaikan Janji Pembenahan Tata Kelola Unud

Universitas Udayana melakukan Pemilihan Rektor pada 6 juli lalu. Kini kampus yang dijuluki pewahyu rakyat tersebut, resmi menjadikan Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M. Eng sebagai rektor baru dari tiga calon kandidat yang ada. Namun, sekali pun ia belum hadir dalam diskusi bersama mahasiswa. Aksi tuntutan mahasiswa pun digelar hingga menuai hasil audiensi yang dilaksanakan pada 30 agustus 2021.

Tepat saat 24 agustus 2021, sang rektor baru Universitas Udayana dilantik, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M. Eng disambut dengan sejumlah aksi simbolik yang dilakukan mahasiswa. Aksi simbolik itu berupa adanya tiga makam kecil di depan Gedung Agrokompleks, Kampus Unud Sudirman, sebagai simbol dari matinya hati nurani rektor atas segala permasalahan selama empat tahun terakhir. Permasalahan dengan gerak lambat penuntasan tersebut diantaranya, kebijakan UKT dan SPI di masa pandemi yang menyulitkan mahasiswa, dan matinya janji rektor baru untuk bertemu mahasiswa. Selanjutnya, aksi simbolik juga dipenuhi dengan penaburan bunga secara beriringan sebagai tanda kenestapaan mahasiswa Universitas Udayana dan saatnya kembali menjadi kampus pewahyu rakyat yang sesungguhnya.

Mahasiswa menyatakan sikap berduka cita atas segala permasalahan yang terjadi dan mengutuk tindakan pihak kampus yang tidak memedulikan nasib serta kesejahteraan mahasiswa. Adapun mahasiswa melakukan kajian-kajian yang kemudian dirangkum menjadi 4 poin penting untuk segera diselesaikan pada masa jabatan rektor baru, poin tersebut, yakni (1) Biaya pendidikan yang tidak memperhatikan keadaan ekonomi mahasiswa Universitas Udayana, (2) Kekerasan seksual tanpa adanya penyelesaian dari rektorat, (3) Fasilitas kampus tanpa perawatan dan pengembangan yang memadai, (4) Menghentikan pembungkaman kebebasan akademik.

Aksi yang dilakukan mahasiswa Universitas Udayana di tanggal 24 agustus menuai hasil. Audiensi perdana berhasil digelar. Pertemuan perdana mahasiswa dengan Rektor baru yang saat itu juga di hadiri Wakil Rektor II, Wakil Rektor III, serta Kepala Biro Universitas Udayana. Dalam perjanjiannya ini Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M. Eng, mengutarakan solusi atas 4 poin yang mahasiswa serukan. Poin pertama dari keempat poin yang ia berikan untuk solusi, yaitu menjanjikan pendanaan dari sektor lainnya, seperti pemberdayaan aset dan kerjasama dengan mitra menjadi target untuk pendapatan Universitas sehingga tidak hanya dibebankan pada kenaikan Uang Kuliah Tunggal mahasiswa.

Selanjutnya, mantan Wakil Rektor I ini menegaskan bahwasannya Universitas Udayana sudah sepantasnya menjadi PTN-BH dengan harapan kelak dapat mencapai apa yang tercantum dalam Rencana Strategis (Renstra). “Unud tidak akan bisa mencapai Renstra Unud 2020 – 2040, jika masih BLU, beliau menyebutkan jika kampus ingin mencapai universitas terbaik di nasional, ASEAN, bahkan sampai tingkat internasional,” ujar Deva Arya Astina Para selaku Wakil Presiden Mahasiswa BEM PM Universitas Udayana saat diwawancarai melalui Line. Universitas Udayana sedang mengusahakan untuk memasuki 10 besar universitas terbaik nasional, oleh itu rektor menjadikan status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dari Badan Layanan Hukum (BLU) ke Badan Hukum (BH).

Audiensi berlanjut pada pembahasan poin kedua, rektor mengaku tidak mengikuti perkembangan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Unud. Rektor menjelaskan jika ia akan mencoba meminimalisir kemungkinan kontak fisik antara dosen dengan mahasiswa. Akan tetapi, tindak upaya yang akan dijalankan tidak diperjelas lebih lanjut. Rektor justru membubuhi keterangannya dengan kalimat ‘orang lain yang makan, saya yang cuci piring’, menuai berbagai respons dari para mahasiswa. “Beliau enggan mencuci piring, berarti sama saja membiarkan piring-piring itu tetap kotor toh? Padahal dengan adanya pemilihan rektor ini adalah angin segar bagi mahasiswa universitas udayana, mereka berharap bahwa rektor baru dapat menyelesaikan permasalahan yang udah menjamur di Udayana,” jelas Bernika Gretsly Fadila yang karib disapa Caca selaku Menteri Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) BEM PM memberi tanggapan. Rektor merencanakan pembangunan lecture building yang kelak akan menjadi tempat kegiatan civitas mahasiswa dan pelaksanaan perkuliahan. Adanya gedung baru ini kedepannya diharap mampu memberikan ruang cukup, sehingga kekerasan seksual tidak terjadi. “Dosen hanya boleh ditemui ketika jam kerja saja, di luar itu dosen tidak diperkenankan pada tempat umum maupun rumah sendiri. Upaya beliau untuk mengatisipasi ada, tapi tidak dijelaskan secara konkrit apa upaya yang akan dilakukan ketika kasus itu sudah ada. Penanganannya tidak ada,” ujar Aditya Nur Febriansyah sebagai Ketua DPM PM Unud melalui voice note saat memberi pengulangan penjelasan rektor.

Penanganan kasus kekerasan seksual perlu ditindak cepat agar tidak terdapat korban lainnya. Lebih lanjut, rektor menyatakan bersedia memecat staff yang berkelakuan tidak baik pada mahasiswa dengan asas hukum berkeadilan. Berbagai solusi yang ditawarkan rektor baru terhadap penanganan kasus kekerasan seksual yang berorientasi pada solusi pembangunan gedung justru memantik kecewa. “Secara personal jelas kecewa dengan statement beliau. Dari sekian kasus kekerasan seksual yang terjadi di Unud, malah dianggap hal kecil. Ketika ditanya solusi, jawaban yang diberikan tidak solutif,” ungkap Caca. “Terkait Pencegahan dan Penyelesaian Kekerasan Seksual, ciptakan ruang aman di kampus, berikan layanan pengaduan.” lanjutnya memberi saran.

Poin ketiga tentang sarana dan prasarana memang menjadi fokus rektor dengan menjanjikan pembangunan  fasilitas olahraga, seperti lapangan voli, lapangan tenis, lapangan basket. “Mahasiswa selalu terus dituntut untuk berprestasi, tapi tidak ada fasilitas yang layak. Beliau menyadari hal itu semoga itu menjadi janji yang berbuah manis, semoga bisa terealisasi,” tutur Febri berharap. Adapun  pembangunan asrama dengan daya tampung 6000 mahasiswa serta kantin di kampus juga dijanjikan pada pertemuan perdana ini. Adanya janji-janji ini Prof.Dr.Ir. I Nyoman Gde Antara, M. Eng, berharap mahasiswa dapat meningkatkan prestasinya. Namun, prestasi yang di harapkan ini dirasa mahasiswa cukup terhambat sebab adanya jalur koordinasi tambahan dengan UPO (Unit Pengembangan Ormawa -red), sebuah unit khusus yang terbentuk pada masa jabatan rektor sebelumnya di bawah naungan Biro Kemahasiswaan (BKM). “Arahan-arahan Ibu Rektor serta Wakil Rektor 3 dan juga dari BKM menginginkan mahasiswa ini agar berprestasi. Namun, tidak diiringi penanganan sikap atas kelancaran baik dalam hal administrasi, pendanaan, keuangan, serta fasilitas. Hanya menuntut berprestasi namun tidak membuka mata terhadap situasi atau kondisi sebenarnya di lapangan,” lanjut Deva bercerita manakala UPO menghambat kinerja BEM PM di awal dirinya mengemban tugas sebagai Wakil Presiden Mahasiswa.

Tanda tanya terukir pada benak setiap mahasiswa terutama pada orwama di lingkungan kampus. Hal ini lantaran UPO tidak memiliki sebuah aturan spesifik terkait tugas pokok, fungsi, dan kewenangannya.  “Seharusnya mereka dapat mengembangkan. Sayangnya, cenderung malah membungkam mahasiswa itu dan ini, sudah melewati proses pengolahan yang panjang dari pihak mereka tetapi berlanjut tidak adanya sebuah kejelasan, lantas sejauh mana batasannya kami dari ormawa pun tidak tahu,” tambah Deva mengutarakan keresahannya terhadap sikap UPO. Menanggapi terkait kebebasan akademik mahasiswa, pihak rektorat menyatakan bersedia untuk membubarkan segala alur koordinasi yang menghambat dan menyulitkan mahasiswa. Demikian pula terkait kebebasan akademik, dapat dibicarakan kepada rektor.

Hasil audiensi tersebut diharapkan menjadi salah satu pijakan dalam mengawal setiap kebijakan sang rektor kelak. Meskipun saat audiensi tidak diperbolehkan untuk melakukan siaran langsung via instagram, namun pihak mahasiswa tetap berhasil melakukan siaran langsung yang hanya menampilkan suara. Meski di tengah pandemi, tidak menghentikan perjuangan mahasiswa untuk menuntaskan poin lainnya yang belum terjawab dengan jelas dari pihak rektor. “Kita semua dari lembaga mahasiswa di Unud, sudah sewajibnya untuk terus mengawal terkait permasalahan isu ini,” pungkas Deva menyerukan ajakan untuk mahasiswa agar dapat turut mengawal langkah-langkah rektor baru dalam memimpin Unud. Melihat susunan kepemimpinan rektor yang baru terbentuk, pihak mahasiswa berharap hal ini dapat membawa angin segar dalam tata pengelolaan Universitas Udayana yang lebih baik.

Reporter dan Penulis: Yunita

Penyunting: Fajar

 

You May Also Like