Satu Hari Lagi

Siang itu matahari tidak bersinar terang seperti biasanya. Anya duduk di kelas sembari mengobrol dengan teman sebangkunya yang bernama Santi. Mereka begitu asyik mengobrol sampai tidak menyadari kedatangan guru di kelas mereka. “Ehem, harap tenang semua dan kumpulkan tugas matematika minggu lalu ke meja ibu,” perintah Bu Aisyah, guru matematika baru di sekolah Anya. Sontak, mayoritas murid langsung berbaris untuk mengumpulkan buku tugas mereka. Beberapa murid ada yang diam mematung, pura-pura menjadi bayangan dan ada pula yang ikut mengantri tanpa membawa buku tugas di tangannya. Anya menjadi salah satu murid yang mengantri tanpa membawa buku tugas.

Sesampainya di hadapan meja Bu Aisyah, Anya langsung memberikan penjelasan. “Bu, sebenarnya saya sudah mengerjakan, tapi saya lupa bawa. Saya janji saya kumpul besok pagi, pagi banget pokoknya, Bu.”

Bu Aisyah yang tahu tabiat Anya pun menggelengkan kepalanya, “Gabisa atuh neng, ibu tetap anggap kamu tidak mengerjakan,” Tegas Bu Aisyah.

“Bagi yang tidak mengerjakan, temui ibu di ruangan sepulang sekolah.” Tambah Bu Aisyah. Keputusan sudah final, Anya hanya dapat berjalan lunglai ke tempat duduknya. Anya memang sudah mengerjakan tugas matematika kemarin malam, tetapi ia benar-benar lupa membawa tugas tersebut.

Saat jam pulang sekolah di ruangan Bu Aisyah, sudah ada sekitar empat orang yang duduk di sana untuk didakwa dan dijatuhi hukuman akibat kelalaian mereka. Ketika tiba giliran Anya, Bu Aisyah hanya bisa menghela napas panjang dan berkata, “Hadeeeh KA-EL dua.”

“Apa itu, Bu?” Tanya Anya. Bu Aisyah melotot dan menjawab, “Kamu lagi kamu lagi, mau sampai kapan kamu lupa terus? Hari ini kamu lupa bawa buku tugas matematika. Kemarin, kamu lupa bawa baju olahraga dan dua hari lalu kamu harus izin pulang di jam pertama karena kamu lupa bawa tas sekolah,” Anya tahu kesalahannya yang terakhir cukup fatal.

“Saya janji tidak akan lupa lagi, Bu. Ini yang terakhir. Pasti!” Ucap Anya meyakinkan sambil menatap wajah Bu Aisyah untuk menunjukkan kesungguhannya.

“Cukup! Ibu bosan dengar alasan kamu. Sebagai guru matematika sekaligus wali kelas kamu, ibu sudah terbiasa menghadapi kecerobohan kamu. Hukumannya, kamu harus membersihkan ruang kelas sebelum kelas dimulai selama 3 hari.” Ujar Bu Aisyah dengan nada sedikit mengancam. Anya hanya dapat menerimanya dan mengeluh dalam hati. Lagipula, itu semua karena kecerobohannya sendiri. Anya hanya bisa sedikit bersyukur karena kecerobohannya belum terdengar sampai ke telinga orang tuanya. Setidaknya tidak dalam waktu dekat.

Dua hari berlalu dan Anya telah melaksanakan tugas membersihkan kelas. Tinggal 1 hari lagi dan Anya bisa bebas dari hukuman yang amat menyiksanya.

Keesokan harinya, di hari terakhir Anya menjalankan hukumannya. Anya berjalan dengan penuh semangat ke arah gerbang sekolah. Sesampainya di sana, Anya kaget karena gerbang sekolah belum dibuka.

“Jarang-jarang sekali belum dibuka, apa aku datangnya kepagian ya?” Tanya Anya dalam hati. Ia memutuskan untuk menunggu di depan gerbang sekolah. Namun, sudah dua jam berlalu dan belum ada tanda-tanda kehadiran manusia sama sekali. Anya menyalakan ponselnya untuk menghubungi Santi, tetapi teleponnya tidak kunjung diangkat.

Tiba-tiba, salah seorang satpam sekolahnya bernama Pak Adi datang menghampiri Anya, “Ngapain neng? Ada urusan apa datang ke sekolah hari Sabtu, ada yang ketinggalan di kelas?” Tanya Pak Adi sambil memasang wajah heran.

Anya tertegun mendengar pertanyaan Pak Adi. Ternyata hari libur adalah jawaban dari pertanyaan Anya sejak tadi. Pantas saja gedung sekolah kosong dan Santi tidak menjawab teleponnya karena saat ini masih terlalu pagi untuk bangun di hari libur.

Anya tersenyum tipis sembari menggeleng. “Tidak Pak, ternyata tambah satu hari lagi hukumannya. Saya pamit dulu ya. Terima kasih, Pak.” Jawab Anya sambil menggendong ranselnya. Pak Adi sejujurnya masih belum paham maksud Anya, tetapi memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut. “Oh, iya neng. Hati-hati ya!” Ujar Pak Adi. Anya berjalan pulang sambil menggerutu dirinya yang selalu ceroboh.

 

Penulis: Junilla

Penyunting: Minati

You May Also Like