Sejarah Salah Arah

Hidup penuh sejarah. Semua orang punya sejarah. Bahkan yang hidupnya susah. Hanya saja jangan sampai sejarah kita dijarah.  Harusnya lari maju tapi malah salah arah.

Sejarah yang salah arah mungkin tepat dijadikan istilah. Jika disesuaikan dengan begitu banyaknya konfrontasi demi konfrontasi yang ada. Ketika kepentingan beradu didalamnya, maka sejarah menjadi berbeda cerita. Sebuah adagium filsafat sejarah terkemuka berbunyi History has been written by the victors”. Pemenang sudah ditentukan, kini giliran pemenang membuat sejarahnya. Mulai dari memalsukan kenyataan kemudian merangkai cerita sedemikian rupa. Coba tengok Indonesia, negera pemilik beragam sumber daya alam melimpah ini pun punya cerita yang sama.

Siapa yang tidak tahu peristiwa G-30-S? Peristiwa besar yang mengorbankan banyak nyawa. Indonesia menjadi lautan darah saat itu. Beribu orang meregang nyawa hanya karena dicap sebagai anggota PKI. Lebih tepatnya sebuah bentuk tuduhan. Tidak ada yang tahu kebenarannya. Orang awam terdiam, menerima nasib, berkata dalam hati mungkin ini sudah takdir. Baca-tulis saja tidak bisa, apalagi politik. Hanya karena memakai kaos PKI, mereka pun menjadi korban.

Peristiwa ini bermula dari kematian perwira-perwira Angkatan Darat. Pada pendidikan sejarah dasar terang dijelaskan bahwa pembantaian itu disebabkan karena serangan PKI yang ingin mengambil alih pemerintahan. Soeharto kemudian muncul bak penyelamat. Ia menumpas habis seluruh kaum PKI. Semenjak itu pemerintah mengalami gonjang-ganjing. Demonstrasi terjadi dimana-mana. Seokarno seperti hilang karisma. Cerita sejarah ini diakhiri dengan surat perintah sebelas maret (supersemar). Soekarno kemudian jatuh dan digantikan Soeharto. Begitu menjadi pemenang, Soeharto berjaya cukup lama di Indonesia, yakni selama 32 tahun.

Namun masa-masa Soeharto akhirnya meredup. Ketika Soeharto dan orde baru tumbang, maka lahirlah masa reformasi Indonesia. Tidak sebatas pemerintahan, ekonomi, maupun militer yang terkena imbas, bahkan sejarah. Reformasi sejarah yang dimaksud adalah kemunculan saksi-saksi sejarah peristiwa G-30-S yang membuka tabir lama. Peristiwa sebenarnya diceritakan. Sejarah yang sekian lama dipegang ini dibantah. Sejarah versi Soeharto disebut palsu, penuh dengan monopoli. Sejarah yang sebenarnya tidaklah seperti itu.

Dr. H. Soebandrio dalam bukunya berjudul “Kesaksianku Tentang G-30-S” menceritakan konfrontasi yang terjadi. Ia sekaligus membuktikan perkataan filsafat sejarah bahwa sejarah dibuat oleh pemenang. Dalam peristiwa ini Soeharto yang menang maka ia yang membuat sejarahnya. Padahal kenyataannya, peristiwa G-30-S ini diawali dan diakhiri oleh Soeharto. Singkatnya, ia adalah biang keladi peristiwa ini.

Sejarah salah arah berimplikasi pada penerus bangsa. Sekian lama dibutakan dengan masa lalu. Cukup lama juga tidak tersentuh kebenaran. Jika korban-korban G-30-S merugi dengan hilangnya nyawa maka generasi penerus juga merugi dengan hilangnya fakta. Hidup dengan sejarah yang tidak benar menimbulkan kesalahan paradigma. Persepsi yang dibentuk malah menyesatkan bangsa. Semua orang memang patut belajar dari sejarah, namun bagaimana jadinya jika sejarah sudah dimonopoli? Apakah kita masih dianggap bijak jika sejarah yang kita jadikan panutan bukan rentetan fakta sebenarnya?

Pembenaran akan sejarah sudah terungkap. Namun sama sekali tidak dapat dipungkiri kemungkinan akan adanya sejarah yang salah arah terjadi lagi. Semua kembali pada diri sendiri. Sebagai orang yang berpendidikan seharusnya mencerna setiap informasi yang ada. Menghubungkan setiap logika kemudian disambungkan dengan rasionalitas yang ada. Informasi ada untuk menambah ilmu. Namun jangan sampai ilmu yang didapat malah salah kaprah dari sejarah yang salah arah. (w)

You May Also Like