Wartawan Minimal S1

Materi pertama PJM 2015 mengenai Berita langusng dibawakan oleh Nyoman Sutiawan (kanan) didampingi Gus Alit Sumerta (kiri). (sumber: Pers Akademika)
Materi pertama PJM 2015 mengenai Berita langusng dibawakan oleh Nyoman Sutiawan (kanan) didampingi Gus Alit Sumerta (kiri). (sumber: Pers Akademika)

 

“Kalau mau jadi wartawan minimal pendidikanya S1,” ungkap I Nyoman Sutiawan, pada Sabtu, 26 september 2015 lalu, dalam acara Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa (PJM) yang diselenggarakan oleh Pers Mahasiswa Akademika Universitas Udayana di Hotel Taman Wisata, Denpasar.

Wartawan Koran Bali Post tersebut merupakan penyaji materi mengenai berita langsung. Dalam pemaparannya, Ia turut menyinggung bahwa syarat pertama menjadi seorang wartawan yaitu berpendidikan. Alasannya sederhana, sebab seorang wartawan akan menghadapi  banyak orang atau narasumber, dengan seribu latar sosial dan pendidikan. Sehingga seorang wartawan dituntut mampu mengimbangi sumbernya. Bagi Sutiawan, wartawan yang berpendidikan merupakan wartawan yang memiliki keterampilan berbahasa, memiliki naluri atau kepedulian, memiliki cara berpakaian yang baik, dan mampu menghormati dan mengimbangi narasumber.

Ia memaparkan pada era tahun 1980-an, sebagian besar media menetapkan standar lulusan SMA sebagai batas minimal calon wartawan. Namun seiring waktu, sejak tahun 2000-an standar itu lebih ketat. Kali ini standar minimal seorang wartawan adalah lulusan sarjana starta 1. Uniknya bidang keilmuan sama sekali tidak dibatasi. Calon wartawan diterima beragam latar belakang ekonomi, sosial, politik, kebudayaan dan sebagainya. Dengan ilmu-ilmu yang dipelajari calon wartawan ketika menempuh ilmu di perguruan tinggi, maka diharapkan dapat mewarnai dan menganalisis peristiwa-peristiwa yang diliputnya. Inilah yang kemudian membuat newsroom padat gagasan.

Lulusan S1 dianggap memiliki ketajaman analisis lebih dibanding tamatan SMA. Namun hal ini tetap saja bukan sebuah jaminan. Sebab dari ruang redaksilah mereka akan dididik, dan dilatih sesuai standar media tempat wartawan itu bekerja. Seorang calon wartawan idealnya sejak awal memiliki talenta, hingga pihak redaksi atau perusahaan media tidak begitu sulit mendidik, dan mengorbitkannya sebagai sosok profesional. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan penyaji kedua dalam PJM 2015 yaitu Ari Dwijanyati. Ia mengakui dirinya bukanlah lulusan sarjana komunikasi. Namun ia cukup mempunyai ilmu jurnalistik yang didapatnya langsung dari Persma Akademika ketika menimba ilmu di perguruan tinggi.

“Saya bukan lulusan khusus jurnalistik, saya belajar ilmu-ilmu jurnalistik hanya di kegiatan kemahasiswaan Pers Akademika di Universitas Udayana saat saya menepuh pendidikan dahulu, tapi yang membuat saya maju hingga bisa menjadi seorang wartawan, karena kecintaan saya terhadap menulis,” ungkap Ari Dwijayanti yang saat ini menjaid wartawan di salah satu media di Bali.

Penulis : Gek Aris Veratiani

Adminiatrasi Negara/FISIP

You May Also Like