10 Tahun Berkarya, Kekal Mengabdi kepada Alam

Semakin hari kemudahan akan penggunaan plastik sekali pakai dalam segala aktivitas turut melahirkan generasi yang abai akan dampak kebiasaan tersebut. Guna menjawab tantangan tersebut, PlastixDetox menyelenggarakan festival bertajuk “Dasawarsa Mengawal Asa” sembari menyuarakan kepada seluruh elemen masyarakat bahwa bumi kini sedang mengelukan sebuah perubahan.

Ditengah hiruk-pikuk kota Denpasar, tersibak giat usaha inspiratif sekelompok masyarakat dalam menyuarakan sebuah perubahan gaya hidup,  yaitu penggunaan plastik sekali pakai yang tengah menjadi suatu kebiasaan. Namun, mirisnya hal tersebut mulai dinormalisasi. 

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Provinsi Bali menghasilkan 915,5 ribu ton timbunan sampah sepanjang tahun 2021 dengan persentase sampah plastik mencapai 18,25 %. Jumlah yang terbilang tidak sedikit itu pun seolah memanggil berbagai kelompok pemerhati lingkungan untuk semakin aktif membuat gebrakan baru tuk menjaga bumi. 

Bertempat di halaman Kantor P3E Bali-Nusra Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan, sebuah festival diselenggarakan sebagai wujud kampanye pencegahan penggunaan sampah plastik sekali pakai. Membawa tema “Dasawarsa Mengawal Asa”, PlastikDetox dibawah naungan Yayasan Kita untuk Semesta berhasil memberikan edukasi, solusi dan motivasi kepada masyarakat bahwa plastik tak selalu menjadi pilihan utama.

Talkshow – Sesi Talkshow acara puncak 10 tahun PlastikDetox oleh keempat founder pada Minggu (28/8)

Festival yang diadakan pada 28 Agustus 2022 tersebut dimeriahkan oleh serangkaian acara mulai dari launching “Yayasan Kita untuk Semesta”, penampilan hiburan pantomim dan musik akustik hingga awarding.

“Dari awal kegiatan ini, memang kita diberdayakan oleh banyak relawan buat ngebantu acara kita. Persiapannya dari bulan Juni 2022, jadi kurang lebih selama 3 bulan, kita ada road to festival, setelah itu ada webinar kemarin di bulan Juli, kemudian sekarang ini merupakan acara puncaknya, disini juga ada pameran dan juga hiburan maupun awarding,” ucap Luh De Dwi Jayanthi selaku Manajer PlastikDetox pada Minggu (28/7). 

Tokoh – Luh De Dwi Jayanthi selaku Manajer PlastikDetox bercerita seputar persiapan puncak acara PlastikDetox 

Selain itu, bukan hanya sekadar menyambut 10 tahun berdirinya PlastikDetox, penyelenggaraan festival ini memiliki tujuan untuk mempertemukan pelaku usaha kecil, masyarakat dan pemerintah terkait upaya terbaik dalam mengurangi plastik sekali pakai, serta menggaungkan kepada seluruh elemen masyarakat terkait gerakan minim plastik yang harapannya memiliki dampak berkelanjutan di masyarakat. 

Upaya ini juga dilakukan sebagai wujud aksi nyata dari keresahan yang dirasa akan kondisi lingkungan saat ini, dan juga bentuk dukungan terhadap Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.

Bersuara dalam Bentuk Pameran Edukatif 

Uniknya kampanye dalam festival ini tidak dilakukan dengan berdemonstrasi, tetapi dikemas dalam berbagai pameran edukatif tentang plastik yang turut menjadikan festival ini menjadi sarat akan makna. Salah satunya yaitu stand yang menyuguhkan beragam perabotan sehari-hari seperti alat makan yang berbahan kayu, gelas yang terbuat dari potongan sampah botol kaca, tas kertas, dan beragam pipet dari bahan ramah lingkungan. 

ramah lingkungan – meja yang menampilkan alat makan ramah lingkungan 

Tak hanya itu saja, masyarakat yang hadir juga diajak berpartisipasi untuk membuat tulisan diatas kardus bekas sebagai bentuk dukungan terhadap aksi penyelamatan lingkungan. Salah satu yang menjadi sorotan yaitu “Plastikologi”.

Plastikologi merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan dengan mengubah sisa sampah plastik menjadi sebuah karya seni. Masyarakat yang hadir pun menyambut antusias kegiatan tersebut dengan ikut menempelkan potongan sampah anorganik seperti bungkus makanan di atas kanvas yang telah disediakan. 

Plastikologi – Kegiatan menempel sampah pada kanvas yang diikuti oleh masyarakat

Giat Kolaborasi

Festival ini turut menggandeng berbagai stakeholder dan pelaku usaha yang memiliki visi serta misi sejalan. Diantaranya ialah Urban Compost dan Eco Bali Recycling yang berfokus kepada pemilahan sampah organik dan anorganik, Greenie yang menyajikan produk rumah tangga non-kayu, maupun Terrawater yang berfokus terhadap pengolahan air minum.“Kita tu fokusnya memang mengajak pelaku usaha dalam mengurangi plastik sekali pakai, cara menjaring mereka itu adalah mendekati mereka satu persatu dan memperkenalkan mindset pengurangan plastik sekali pakai jadi kalau mereka berminat yaudah kita ajak join,” ucap Dwi. 

pelaku usaha – Urban Compost selaksu pelaku usaha menampilkan hasil olahan sampah organik menjadi kompos 

Di sisi lain, Ir. Sinta Saptarino Soemiarno, M.Sc selaku Direktur Pengurangan Sampah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam kesempatan ini turut menyampaikan apresiasinya atas festival yang berfokus kepada solusi penanggulangan plastik sekali pakai ini, “Kami dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun mengapresiasi sekali terselenggaranya acara ini, karena ini salah satu yang diamanatkan di dalam Undang – Undang pengelolaan sampah,  dan bangga sekali Bali menjadi provinsi pertama yang mengeluarkan peraturan daerah terkait dengan pengurangan sampah sekali pakai, Bali ga punya sampah plastik sekali pakai di retailnya, sedotannya udah pake kertas ya. Mudah – mudahan kedepannya ini semakin canggih karena karena Bali punya masalah terkait dengan penanganan sampahnya, TPA nya akan segera penuh sehingga caranya ya mengurangi anorganiknya dimanfaatkan terus menerus, organiknya dijadikan kompos,” ungkapnya. 

Setelah berhasil menggelar festival perdana bertajuk lingkungan, pihak PlastikDetox berharap agar kegiatan ini dapat menjadi langkah awal untuk menginspirasi atau menjadi pemantik festival lain sehingga semakin meningkatkan praktik terbaik pengurangan plastik sekali pakai. 

Karya – kardus bertuliskan kepedulian masyarakat akan urgensi dari krisis iklim 

“Jadi dari survey yang pernah dilakukan di kompas ternyata perubahan perilaku itu bukan karena adanya peraturan tetapi karena mengikuti gaya hidup yaitu zero waste yang kebanyakan generasi anak muda itu. Kita apresiasi sekali dan mudah – mudahan ini bergulir, bisa menginspirasi yang lainnya, bisa menginspirasi provinsi lain,” tutup Ir. Sinta Saptarino Soemiarno, M.S selagi mengagumi jajaran stand yang memajang hasil olahan sampah menjadi sebuah karya seni.  

 

Penulis : Yurit 

Penyunting: Kamala

You May Also Like