Jakarta Unfair: Penggusuran di Jakarta, Rakyat Masih Menderita

DXa1q5Nb

 

Penggusuran di Jakarta menimbulkan pro kontra. Di satu sisi mengharapkan perbaikan kota, di sisi lain berbicara tentang kemanusiaan. Jakarta Unfair mencoba menguak sisi kemanusiaan di balik penggusuran di ibukota.

Film Jakarta Unfair adalah karya yang dibuat oleh Watchdoc bersama timnya yang merupakan mahasiswa-mahasiswi di Jakarta. Film ini berisi dokumentasi mengenai penggusuran yang terjadi di ibukota. Sudah ditonton sebanyak lebih dari 300 juta penonton di channel youtube Watchdoc. Dari keseluruhan cerita, film ini mengambil persepktif curahan hati masyarakat yang tak puas karena rumahnya digusur. Berita-berita di media terkait penggusuran yang kerap kali tidak berimbang menjadi salah satu latar belakang pembuatannya. Warga yang rumahnya digusur tidak banyak mendapatkan ruang untuk menyampaikan aspirasi mereka yang sesungguhnya. Karena itu isi film ini sesuai dengan judulnya, Jakarta Unfair, memperlihatkan ketidakadilan yang dirasakan di balik penggusuran di ibukota.

Dikatakan di caption film, berdasarkan laporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Pemprov Jakarta, sudah ada 113 penggusuran di tahun 2015, sementara pada tahun 2016 terdapat 325 titik yang terancam akan digusur. Setidaknya 70% penggusuran dilakukan sepihak dan tanpa solusi yang sepadan. Penggusuran yang disoroti diantaranya Kampung Dadap, Bukit Duri, Kampung Pulo, Kalijodo, dan Pasar Ikan Muara Baru. Warga yang digusur dipindahkan oleh pemerintah ke rumah-rumah susun di Jakarta. Terdengar sudah adil karena pemerintah memberi ganti rugi berupa rumah susun.

Namun, di dalam film ternyata masyarakat yang dipindahkan ke rumah susun pun belum sejahtera. Diantaranya merasa kehilangan pekerjaan setelah dipindahkan dan belum mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Sebab itu, mereka tidak dapat membayar rumah susun tepat waktu. Jika lewat menunggak hingga mendapat surat peringatan tiga kali, akan terpakasa diusir. Seakan sama saja seperti tidak mendapatkan rumah pengganti. Ada juga yang tidak merasa nyaman berada di rumah susun, karena lebih sempit dibanding rumah mereka yang sebelumnya. Yang menohok, ada daerah yang sudah digusur, padahal di mata hukum dimenangkan oleh warga yang tak mau kampungnya digusur.

Film ini mencoba membuka mata orang-orang, bahwa kenyataannya di balik program pemerintah dalam menata kota, ada warga yang merasakan ketidakadilan. Secara jelas juga memperlihatkan Jokowi dan Ahok yang seperti tidak konsisten. Di tahun 2011 dalam beberapa video memperlihatkan Jokowi bercerita tentang penggusuran yang pernah Ia rasa dan katanya sakit sekali,  seakan tidak setuju dengan adanya penggusuran. Ahok pun demikian, mengatakan ingin membangun Jakarta yang manusiawi. Namun itu semua seperti berbanding terbalik dengan yang terjadi saat ini. Film ini bagi saya, berhasil menunjukkan ketidakselarasan itu.

Hanya saja, timbul pro kontra dari kemunculan film ini. Jakarta Unfair hanya memperlihatkan keadaan dari satu sisi, yaitu kesedihan dan derita yang dirasakan masyarakat korban penggusuran. Kesedihan itu dijadikan wujud dari ketidakadilan di Jakarta. Seperti berat sebelah, film ini seakan menyudutkan pemerintah. Tidak ada kesempatan bagi pemerintah untuk masuk di dalam film dan memberikan komentar terkait aspirasi itu. Namun ini memang sesuai dengan latar belakang pembuatan film yang ingin menyeimbangkan media mainstream yang kebanyakan hanya memberitakan kebaikan program pemerintah, bukan keburukannya.

Kekurangan film ini juga tidak diberi data berapa persen masyarakat yang merasa lebih baik dan berapa yang merasa hidupnya lebih buruk setelah digusur. Apakah benar semua masyarakat semakin tidak sejahtera pasca penggusuran? Apakah penggusuran adalah bentuk kesalahan yang dibuat pemerintah? Apakah dari sisi pemerintah atau masyarakat yang sebenarnya tidak taat hukum? Mengingat hukum adalah tonggak keadilan yang seharusnya ditegakkan tanpa melihat status sosial apa pun. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut masih samar.

Bagi saya pribadi, saya bukan orang yang anti pemerintah atau pun anti masyarakat miskin. Ketika selesai menonton film ini, saya merasa film ini bisa menyeimbangkan pemikiran saya terkait penggusuran di Jakarta. Di satu sisi saya mendukung adanya tujuan perbaikan ibukota menjadi kota yang maju, lebih bersih, lebih rapi, tanpa banjir dan sejahtera. Jika memang penggusuran adalah satu-satunya jalan untuk merealisasikan cita-cita itu, maka masyarakat yang tinggal di sana perlu untuk berbesar hati demi kepentingan bersama. Namun, ini bukan berarti menjadikan rakyat sebagai korban. Pemerintah perlu turun tangan agar masyarakat tidak merasa menjadi korban, namun malah ikut menjadi bagian dalam kesejahteraan yang dicita-citakan.

Di sisi lain kekecewaan muncul atas cuplikan kesedihan dari penggusuran. Aspirasi dalam film Jakarta Unfair menunjukkan bahwa pemerintah masih kurang dalam prakteknya. Terbukti, masyarakat belum bisa menafkahi diri maupun keluarganya dengan baik. Sedikit tamparan bagi pemerintah yang katanya ingin membangun manusianya, namun dalam kenyataan manusianya masih terpuruk. Memajukan kota adalah baik, tapi jangan sampai manusianya tertinggal di kota yang maju.

Saya mendukung usaha pemerintah yang harusnya sudah dipikirkan dengan matang. Pun saya terenyuh dengan penderitaan masyarakat yang masih merasakan ketidakadilan. Tapi hidup ini soal perjuangan. Tugas pemerintah adalah berjuang mencari solusi untuk kesejahteraan masyarakat, dan masyarakat juga harus berjuang untuk kesejahteraannya. Keduanya harus sejalan. Jangan sampai yang di atas terbang dalam kekuasaan lalu lupa dengan tugasnya, maupun yang di bawah tenggelam dalam melankolis kehidupan lalu tak mau berjuang lagi. (acm)

 

Link video:

You May Also Like