Nuansa Budaya Warnai Aksi Penolakan Kenaikan Harga BBM

Setelah sempat menggelar aksi demonstrasi pada tanggal 10 September dan Aksi Teatrikal pada 16 September 2022, Aliansi Bali Jengah kembali menggelar aksi penolakan kenaikan harga BBM dan sejumlah tuntutan lainnya pada Senin (26/9) di depan Gedung DPRD Provinsi Bali.

Aksi demonstrasi yang dilaksanakan Aliansi Bali Jengah ini diikuti oleh sejumlah elemen mulai dari organisasi mahasiswa, masyarakat sipil hingga LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). “Kebanyakan memang elemen-elemen mahasiswa dan LSM, lembaga masyarakat sipil termasuk di dalamnya LBH (Lembaga Bantuan Hukum –Red) termasuk organisasi-organisasi mahasiswa dari seluruh Bali,” ucap Rangga selaku Humas Aliansi Bali Jengah.

Wawancara – Rangga selaku humas dari aliansi “Bali Jengah” menyampaikan elemen masyarakat yang turut berpartisipasi dalam aksi (26/9)

Seruan aksi penolakan kenaikan harga BBM beserta sejumlah tuntutan lainnya kali ini merupakan sebuah rentetan aksi yang coba dilakukan oleh Aliansi Bali Jengah. Sekitar pukul 14.30 WITA, massa aksi tampak berdatangan dan memadati titik kumpul di Parkiran Timur Lapangan Bajra Sandhi. Sekitar pukul 15.25 WITA, massa aksi bergerak menuju Gedung DPRD Bali.

Ketika perjalanan menuju Gedung DPRD Bali, pimpinan massa aksi dengan lugas melontarkan seruan yang menjelaskan betapa terik cahaya matahari kala itu sejalan dengan keadaan masyarakat yang gerah dengan berbagai persoalan tak kunjung usai. Tak hanya itu, massa aksi turut menyanyikan lagu karya Iwan Fals “Galang Rambu Anarki”

Sesampainya massa aksi di depan gedung DPRD Bali, berdiri sejumlah pasukan pengamanan membentuk barikade menutup akses pintu masuk ke Gedung DPRD Bali. Barikade tersebut berisikan berbagai unsur pengamanan, bagian garda terdepan massa aksi dihadapkan dengan pecalang, Polwan, dan sejumlah aparat kepolisian lainnya.

Barikade – Massa aksi menutup akses jalan menuju pintu masuk gedung DPRD sambil membentangkan spanduk aksi

Massa aksi yang berniat menemui anggota DPRD dihadang oleh jaringan pengamanan yang bersikukuh melarang massa aksi mendekati gerbang. Suasana kembali riuh dan memecah kerumunan massa aksi, hal tersebut terjadi lantaran tepat disebelah kanan massa aksi, berjarak sekitar 30 meter terlihat sejumlah aparat bersama massa aksi terlibat perseteruan. “Aku ngeliat rekan aku, Alvian yang rentangin tangan minta bantuan, disana aku juga ngeliat teman aku ocin yang kebetulan ditugasi untuk beli bensin,” cerita kronologis Arzi selaku saksi yang melihat kerumunan pertama kali yang dihubungi via pesan singkat melalui aplikasi line.

Arzi menceritakan aksi represif aparat yang memegang tangan masa aksi yang ditugaskan membeli bensin untuk kebutuhan genset. Aparat tersebut mengira bensin yang dibawa temannya itu digunakan untuk melakukan aksi bakar-bakaran. Hal ini dikhawatirkan oleh Arzi sebagai satu tindakan yang coba dilakukan oleh aparat, mungkin sekarang hanya dua orang kedepannya bisa saja lebih dan tindakan yang dilakukan juga bisa lebih daripada sekadar memegang tangan.

Setelah diselesaikan dengan kedatangan negosiator dari Aliansi Bali Jengah, orasi pun kembali dilanjutkan. Dalam aksi kali ini, tuntutan yang dibawa secara garis besar masih sama dengan tuntutan sebelumnya. “Pada prinsipnya sama, yang poin utamanya itu tetap berbicara tentang penolakan tentang kenaikan harga BBM, tapi ada beberapa tuntutan yang menjadi penekanan. Pertama itu tentang perhelatan G20, kita menolak pembahasan G20 yang merugikan rakyat. Karena dalam pembahasan G20 itulah, salah satu poinnya mengatakan tentang transisi energi yang mendorong pencabutan subsidi,” keterangan Humas Bali Jengah, Rangga.

Selain itu Rangga juga menjelaskan tuntutan lainnya yang orientasinya menyuarakan kebebasan masyarakat sipil dalam menyampaikan pendapat, merevisi UU ITE dan mengharapkan adanya penarikan militer di Papua.

Tuntutan – perwakilan massa berdemonstrasi menyampaikan poin tuntutan

Pelaksanaan aksi kali ini terbilang sangat kental dengan nuansa budaya Bali, dilihat dari segi pemilihan pakaian, massa aksi serempak menggunakan pakaian adat madya khas Bali. Selain itu, beberapa penyampaian orasi turut dilontarkan dengan bahasa Bali. Hal tersebut mendapat apresiasi positif dari massa aksi dan terlihat makna yang tersampaikan lebih terasa intim, tergambar dari suasana yang diperlihatkan dari raut wajah massa aksi dan aparat yang berjaga.

Kerumunan – Terlihat massa aksi yang berkumpul dengan menggunakan pakaian adat madya sambil menyerukan poin tuntutan

Selang waktu yang lama, perwakilan dari DPRD Bali yang diharapkan menemui massa aksi pun tak kunjung datang. Massa aksi membelah kerumunan dengan aktivitas santai bermain kartu dan sepak bola sebagai bentuk kekecewaan massa  aksi karena aspirasinya tak kunjung digubris, massa aksi juga melakukan blokade jalan untuk menunjukkan puncak kekecewaan masa.

Kreativitas masa aksi tidak berhenti sampai disana, dalam kondisi panas ditambah waktu yang sudah berjalan lama, salah satu peserta aksi menunjukkan kebolehannya dalam menyanyikan lagu rap. Suasana kembali segar dan dalam nyanyian yang dikumandangkan oleh peserta aksi pun tak luput berisikan barbagai kritik dan pesan lugas yang disampaikan kepada pemerintah.

Demonstran – suasana riuh nampak pada massa aksi yang tengah berkumpul membentuk barikade

Waktu yang mendekati temaram, kreativitas masa aksi pun tak surut. Massa aksi menyampaikan pernyataan sikap di depan Gedung DPRD Bali, dibacakan langsung oleh Korlap Aliansi Bali Jengah, terdapat 7 poin tuntutan yang dibawa oleh massa aksi. Diantaranya ialah, Menolak kenaikan harga BBM, Mendesak pemerintah untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Indonesia terkhusus menarik militer ditanah Papua, Menolak kebijakan pemerintah dan ekonomi yang berpihak kepada investor dan kebijakan iklim yang tidak mempertimbangakan hak rakyat pada perhelatan G20, Menolak pemangkasan upah buruh  dan undang-undang cipta kerja, Mendesak pemerintah dan DPR RI untuk bertanggung jawab terhadap pelemahan KPK melalui revisi pasal dalam UU KPK yang bermasalah, Menuntut pemerintah untuk segera merevisi pasal-pasal bermasalah yang berpotensi mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam UU ITE, Mendesak presiden dan wakil presiden Republik Indonesia untuk menghapus dan atau untuk mengganti pasal-pasal bermasalah, yang mengancam penerapan nilai demokrasi dan HAM di dalam RKUHP.

Aksi – penyampaian poin tuntutan oleh massa aksi

Setelah pembacaan pernyataan sikap tersebut, selebaran yang berisikan 7 poin tuntutan itupun dibakar sebagai manifestasi tidak didengarkannya aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Dalam proses pembakaran, unsur budaya Bali kembali dilibatkan, kertas selebaran tersebut dibakar bersamaan dengan miniatur ogoh-ogoh yang di Bali disimbolkan sebagai lambang keangkaramurkaan. Proses pembakaran pun diiringi musik gamelan khas Bali. Hal ini menambah kental unsur budaya yang dilibatkan dalam aksi penolakan kenaikan harga BBM ini.

Dalam kesempatan lain, masyarakat yang hadir pada aksi ini menyampaikan keluhan dan apresiasi terhadap apa yang dilakukan oleh massa aksi. ” Sah-sah aja sih, karena perekonomian kan semakian kayak sekarang ini kaya susah kayak gini. Tu dah semua pengaruh kayak sembako, saya sebagai ibu rumah tangga juga mengeluh, kok semua naik,” keluhan Ibu Dewi seorang penjual minuman keliling yang mengeluhkan kenaikan harga akibat kenaikan harga BBM.

Masyarakat – masyarakat turut menyampaikan aspirasinya pada wawancara Senin (26/7)

Sekitar pukul 17.35 WITA massa aksi mulai meninggalkan titik penyampaian aspirasi di depan Gedung DPRD Bali. Aksi berjalan dengan damai dan ditutup dengan jabat tangan yang dilakukan beberapa massa aksi bersama aparat pengamanan.

“Kemungkinan kita akan menaikkan kembali eskalasi tapi apa mungkin nanti menunggu hasil evaluasi. Dalam artian gerakan ini, ini bukan hanya sebatas gerakan momentuman, yang hanya ka yang hanya kita lakukan ketika ada masalah-masalah, tapi memang menjadi sebuah gerakan bernafas panjang,” tutup Rangga.

 

Reporter: Doni, Iyan

Penulis: Doni

Penyunting: Kamala

You May Also Like