Simposium Pelajar Ketiga, Geliat Anak Negeri Menuju Transisi Energi

Diskusi Panel – Inklusivitas Pemuda dalam Transisi Energi Berkeadilan, dari kiri ke kanan : Luca (Siswa Green School); Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari (CORE Udayana); Arif Utomo (WRI Indonesia); Nurvitria (Negeri Matahari); Ngurah Angga (Electric Wheel); Geoffrey Huskinson (Green School); Takeshi Takama (su-re.co)
Kredit foto: Amir Hromatka

Gerakan akan abadi kala seluruh insan bersepakat menjalankan visi dan misi yang telah disepakati. Hadirnya Simposium Pelajar Ketiga pada Sabtu (12/11) adalah satu diantara kesepakatan umat manusia untuk bergerak menuju transisi energi terbarukan yang berkeadilan di Indonesia.

Hamparan berbagai jenis tumbuhan hijau menghiasi halaman Green School Bali, sebuah sekolah internasional dengan prinsip pendidikan alam. Prinsip itulah yang mewujudkan dari bangunan yang unik dan ramah lingkungan, penggunaan energi, hingga metode pembelajaran yang berbasis proyek lingkungan. Tak ayal, Green School Bali menjadi lokasi pilihan untuk mempertemukan anak muda dari berbagai sekolah di Bali untuk bersuara dan saling mengutarakan proyek lingkungan yang telah dijalankan.

Sekitar 100 orang siswa baik dari sekolah lokal maupun internasional berkumpul kala itu pada pukul 15.00 WITA. Antusiasme para pelajar tercermin dari keseriusan saat mendengar para pembicara yang telah getol bergeliat di isu lingkungan khususnya energi terbarukan. Para pembicara itu diantaranya Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari (CORE Udayana); Arif Utomo (WRI Indonesia); Nurvitria (Negeri  Matahari); Ngurah Angga (Electric Wheel); Geoffrey Huskinson (Green School); Takeshi Takama (su-re.co).

Pada acara Simposium Pelajar Ketiga dengan tema Just-Energy Transition ini, para pelajar memperoleh kesempatan untuk mengeksplorasi dan memperdalam pemahamannya dari para pembicara yang ahli dibidangnya melalui diskusi panel interaktif.

Topik diskusi berkisar pada pentingnya keterlibatan generasi muda dalam implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan proyek-proyek di lapangan yang terkait dengan keberlanjutan lingkungan. “Kami percaya para anak muda seperti pelajar ini memiliki ide-ide yang cemerlang sehingga melalui symposium pelajar ini kami berharap dapat meningkatkan partisipasi pada generasi muda dalam penyelesaian masalah-masalah lingkungan” ujar Takeshi Takama, CEO dan Founder dari su-re.co.

Satu hal yang baru pada Simposium Pelajar Ketiga ini yaitu para pelajar serta para sponsor acara memperoleh kesempatan untuk menampilkan proyek atau hasil karyanya yang terkait dengan penyelamatan lingkungan. Sebanyak dua kelompok siswa dan enam organisasi berpartisipasi dalam acara pameran sebelum dan sesudah acara Simposium Pelajar dimulai. Proyek-proyek yang ditampilkan amat bervariasi mulai dari air bersih, energi, teknologi, konservasi laut dan polusi plastik. Antusiasme para peserta juga begitu tinggi sehingga dapat membuka peluang bagi terbentuknya peluang kolaborasi baru dari para pelajar lintas sekolah dan lintas organisasi.

Presentasi Salah Satu Proyek Siswa oleh Oka Nathanjaya Kredit foto : Amir Hromatka

Salah satu peserta kegiatan ini, Oka Nathanjaya mengungkapkan bahwa pertemuan ini merupakan kesempatan langka yang berhasil diperoleh dirinya baik untuk berdiskusi maupun menyampaikan proyeknya. “Bagi saya ini adalah kesempatan yang langka bagi siswa seperti saya untuk bisa belajar dan menyampaikan ide-ide saya di hadapan para pemangku kepentingan di Indonesia. Saya juga sangat senang bisa berbagi tentang proyek saya untuk membantu mengatasi masalah lingkungan serta membangun relasi dengan siswa-siswa lainnya yang memiliki proyek serupa,” tuturnya bahagia.

Pasthika Maya, selaku Koordinator Acara Simposium Pelajar Ketiga ini mengungkapkan bahwa acara kali ini merupakan yang kedua kalinya yang terlaksana secara luring. “Ini simposium ketiga, tetapi yang kedua kali terlaksana secara offline (luring-red), yang pertama terlaksana offline, kedua online, dan sekarang akhirnya kita bisa kembali bertatap muka,” jelas Maya.

Tentang Su.re.co, Anak Muda dan Semangat Transisi Energi

Su.re.co mengajak anak muda sebagai mitra utama karena anak muda memiliki kemerdekaan dan kebebasan untuk berkreasi, tanpa terikat hal-hal seperti sponsor besar dengan proyek khusus yang telah ada. “Kami berusaha menjadi jembatan, dimana anak-anak yang tidak mengerti atau yang masih belajar terus kita ajarkan, kita tidak hanya stop disini dan kita akan terus berlanjut kita punya SDGs Training Program untuk anak-anak muda,” lanjut maya bersemangat.

Didirikan pada tahun 2015, su-re.co (PT. Sustainability and Resilience) adalah perusahaan think-do-be tank yang bergerak di bidang lingkungan dan berbasis di Bali, Indonesia. Perusahaan ini didirikan oleh Dr. Takeshi Takama yang mendapatkan gelar PhD dari Universitas Oxford, Associate Researcher dari Stockholm Environment Institute, dan memiliki pengalaman penelitian selama lebih dari 20 tahun.

Sebagai Think-Tank dengan latar belakang ilmiah dan perencanaan strategis, su-re.co telah melakukan penelitian dan proyek konsultasi terkait energi, penggunaan lahan, biogas, mata pencaharian yang terkait dengan masalah perubahan iklim bersama lembaga-lembaga internasional, termasuk European Commission, Asian Development Bank (ADB), Japan International Cooperation Agency (JICA), The International Renewable Energy Agency (IRENA), United Nations Office for Project Services (UNOPS), Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), United Nations Development Programme (UNDP), United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Stockholm Environment Institute (SEI), dll.

Sebagai Do-Tank, su-re.co juga mengembangkan bisnis melalui pemasaran produk-produk cerdas iklim (yaitu su-re.coffee, su-re.cocoa, kenari, vanilla dan rempah-rempah) dari petani lokal di Indonesia – dengan sebagian pendapatan dikembalikan kepada petani dalam bentuk pemasangan biogas gratis dan kegiatan Sekolah Lapangan Iklim (SLI) untuk petani. Sebagai Be-Tank, su-re.co memberikan edukasi untuk membantu sektor publik dan swasta bekerja bahu-membahu dalam mengatasi perubahan iklim melalui diskusi tingkat tinggi dan pelatihan keberlanjutan kepada berbagai kalangan seperti siswa/i dari sekolah dasar hingga mahasiswa/i perguruan tinggi, organisasi lokal dan internasional, serta lembaga pemerintahan.

Motor Listrik, Peluang Bisnis Hijau yang Menarik

Mencoba sepeda motor listrik – Foto: Yuko

Tarikan mulus, tak ada suara bising yang keluar. Ringan. Pengalaman yang tak terlupakan pertama kali mencoba motor listrik. Tangan dingin dibalik motor listrik tersebut adalah tim startup Electric Wheel. Ngurah Angga, salah satu Founder dari Electric Wheel mengungkapkan saat ini usahanya bergerak pada perakitan dan menjual motor listrik serta konversi motor biasa menjadi motor listrik. “Kami merakit, menjual, dan mengkonversi itu telah legal juga jadi aman untuk dilakukan,” jelas Angga.

Adapun beberapa jenis motor yang telah berhasil dikonversi menjadi motor listrik diantaranya Motor Honda seri Vario dan Beat, serta motor Vespa yang dibandrol dimulai dengan harga 15 juta rupiah. Sedangkan untuk motor listrik dibandrol dengan harga 16,5 juta rupiah. Usaha yang baru berumur dua tahun ini berjalan bukan tanpa halangan. “Kita masih baru masih pakai uang sendiri dan pinjam ke bank, jadi kalau kita pakai uang sendiri bakar duit agak sedih sih tapi disini kita berusaha dengan lihat celah juga bahwa motor listrik sedang banyak dicari dan kita hadir,” ungkap Angga.

Beberapa perusahaan ada yang tertarik berinvestasi, tetapi Angga masih memikirkannya kembali sebab baginya kesamaan visi yang utama. “Pilih investor bukan masalah uang saja, kalau mereka visinya tidak sama, hanya sekadar ikut saja, lebih baik ditolak,” ujarnya tegas. Saat ini stok barang rakitan perusahaan Angga dan kawannya berasal dari Cina, hal ini dikarenakan kualitas dan harganya sepadan. Sedangkan bahan rakitan motor listrik buatan Indonesia masih berada pada tarif yang mahal. Electric Wheel yang kini memiliki enam karyawan ini terus bergerak dengan visi transportasi berbasis transisi energi, transportasi minim bahkan nihil emisi.

“Biar kita semakin sadar dan melek dengan adanya global warming, dampaknya tapi tidak kelihatan langsung, tapi perlahan mulai muncul dampak negatifnya. Mungkin masih banyak yang melihat motor listrik hanya hemat saja tapi sebenarnya ada nilai dibaliknya, bahwa dengan beralih ke motor listrik dan menggunakannya artinya teman-teman sudah berusaha menjaga bumi dari polusi,” tutup Angga sembari mengizinkan para peserta mencoba motor listrik secara bergantian.

 

Penulis: Komang Yuko

Editor: Kamala Dewi

You May Also Like