Membedah Problematika Bangsa dalam Acara Diskusi Bedah Buku

Membedah Problematika Bangsa dalam Acara Diskusi Bedah Buku

Mengangkat suara-suara kaum marginal di Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali bersama Aksi Kamisan Bali menggelar diskusi dan bedah buku Mencari Indonesia 5 (28/08/2025). Langsung menghadirkan sang penulis, diskusi membedah problematika bangsa selama lebih dari delapan dekade.

Denpasar – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali dan Aksi Kamisan Bali kembali mengadakan acara diskusi dan bedah buku. Diskusi kali ini mengangkat narasi masyarakat pinggiran lewat buku “Mencari Indonesia 5: Ketimpangan, Ketidakadilan, dan Masyarakat Pinggiran.” karya Riwanto Tirtosudarmo. Acara diselenggarakan di Kantor LBH Bali pada (28/08/2025). Acara turut dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat mulai dari akademisi, mahasiswa, hingga masyarakat sipil, bahkan kehadiran langsung sang penulis. Kegiatan ini digelar sebagai upaya LBH Bali untuk menghadirkan rumah bagi peserta untuk menyuarakan aspirasi dan berdiskusi terkait ketimpangan masyarakat pinggiran. “Sehingga dengan adanya diskusi buku ini, ini menjadi rumah bagi teman-teman utamanya kelompok marginal untuk bisa mendiskusikan, menyampaikan pendapatnya, menerangkan gitu, apa yang mereka alami,” ungkap salah seorang pengabdi di LBH Bali (28/08/2025).

Acara dibuka oleh Ngurah selaku pembaca sekaligus pemantik diskusi, yang memberikan pengantar singkat garis besar isi buku. “Mencari Indonesia 5” merupakan jilid penutup dari series “Mencari Indonesia”. Buku ini berisi tentang tinjauan kritis atas delapan dekade kemerdekaan yang masih menyisakan jurang tajam antara pusat dan pinggiran seperti ketimpangan dan ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat adat. Situasi diskusi berjalan hangat dan interaktif. Peserta tak hanya menyimak, tetapi juga aktif memberi pandangan. Gede Kamajaya salah satu peserta diskusi dan pembaca buku menilai bahwa buku ini menarik karena membawa narasi tanding terhadap narasi besar yang ada di Indonesia, seperti salah satunya narasi Indonesia Emas. Dirinya juga menilai, narasi mengenai ketimpangan terhadap masyarakat adat di dalam buku kerap dipandang underestimated (diremehkan). Sebagai contoh, Gede menggarisbawahi konflik dan dampak yang lebih dalam terhadap punahnya pengetahuan lokal ketika hutan (sumber kehidupan: air, tanah, udara) masyarakat adat dibabat dan digantikan dengan sawit. Pendapat Gede turut diamini oleh Tata, yang juga membaca buku tersebut. Ia melihat negara dan masyarakat besar kerap menggerogoti masyarakat kecil. Sementara itu, Ngurah melihat pembahasan tentang perempuan belum mendapatkan porsi yang cukup di buku series “Mencari Indonesia” karya bapak Riwanto.

Sebagai penulis, Riwanto Tirtosudarmo kemudian menanggapi langsung atas pertanyaan dan refleksi peserta. Dirinya melihat isu ketidakadilan masyarakat pinggiran memang populer di kalangan aktivis dan akademisi. Buku “Mencari Indonesia” sendiri merupakan kumpulan-kumpulan tulisan sejak masa orde baru yang beliau garap. Dirinya menjelaskan istilah “masyarakat pinggiran” mulai digunakan dalam karyanya sejak 2010. Riwanto melihat pembangunan di Indonesia sejak dulu bersifat sentralistis, sehingga implikasinya menimbulkan marginalisasi dari masyarakat pinggiran. Oleh sebab itu, pada bab 12 buku ini Riwanto mengajak pembaca berdiskusi, apakah Indonesia lebih cocok menjadi negara kesatuan atau federal? Menurutnya, ini tidak pernah serius didiskusikan oleh akademisi Indonesia. Kemudian, menjawab kritik Ngurah terkait narasi feminisme, Riwanto mengakui narasi perempuan sebagai salah satu yang dikategorikan sebagai masyarakat pinggiran, memang belum banyak muncul di dalam karyanya.

Putu Kevin selaku salah satu peserta yang hadir hari ini menilai diskusi tersebut cukup kompleks karena membahas kondisi sosiologis, politis, serta gambaran umum mengenai kaum marginal di Indonesia yang saat ini tengah menjadi isu hangat. “Itu juga yang membuat saya lebih tertarik kalau ada bacaan-bacaan yang ada dalam buku ini” jelasnya ketika diwawancara pada (28/08/2025). Seorang pengabdi dari LBH pun turut menyampaikan kesannya terhadap acara hari ini, ia menilai acara berjalan seru karena dihadiri oleh banyak kalangan. “Seru banget, karena yang datang dari banyak warga. Gak cuma sebatas dari mahasiswa. Banyak teman-teman yang hadir, ada dosen, ada mahasiswa, ada kemudian wartawan lainnya, ada guru, dan lain sebagainya” ujarnya. Ia pun mengemukakan harapannya agar ruang-ruang seperti ini berperan penting untuk memastikan suara-suara yang termarginalkan bisa didengar. “Jangan ada kebijakan yang menindas, jangan ada korupsi, jangan ada kemudian aturan atau hukum yang justru mengebiri hak-hak rakyat gitu. Jadi kemudian dari hal-hal yang seperti itu, ruang-ruang ini kemudian menjadi apa ya untuk bisa memastikan itu” imbuhnya.

Penulis: Gita & Gusti Ayu

Penyunting: Maya

Reporter: Thiwi, Gita, Gusti Ayu

kampungbet kampungbet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

perihoki perihoki perihoki perihoki perihoki duta76 duta76 duta76 duta76 duta76 duta76 duta76 duta76 duta76 duta76 duta76