Surat edaran DIKTI mengenai penerbitan jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan mendapat jawaban dari Pembantu Rektor Bidang Akademik Universitas Udayana (Unud), Prof. Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E. Lima rencana strategis pun disiapkan pihak kampus untuk mahasiswa dalam membuat jurnal ilmiah yang akan diterapkan Agustus 2012.
Untuk lulusan S2 dan S3 lulus dengan jurnal ilmiah sudah sering terjadi. Namun untuk lulusan S1 membuat sebuah jurnal ilmiah masih jarang sekali diterapkan.

DIKTI beralasan, membuat keputusan jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa karena masih rendahnya publikasi ilmiah Perguruan Tinggi (PT) Indonesia dibanding negara lainnya seperti Malaysia. Menurut data yang dikeluarkan oleh DIKTI, terhitung per Januari 2010, Indonesia telah mempublikasikan 7.530 jurnal ilmiah dari 48 universitas. Angka tersebut terbilang kecil jika dibandingkan dengan Malaysia sebanyak 31.028 jurnal ilmiah dari 5 universitas.
Lalu, bagaimana dengan Unud?
Berdasarkan hitam di atas putih, Unud meraih peringkat 10 besar sebagai Perguruan Tinggi di Indonesia penghasil jurnal ilmiah terbanyak. Namun, beberapa tahun belakangan mengalami penurunan yang signifikan.
Ditemui di ruang kerjanya, Pembantu Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E. mengungkapkan bahwa Unud mempersiapkan mahasiswanya dengan pembentukan Task Post yang diketuai oleh Pembantu Rektor Bidang Akademik menyusun lima rencana strategis bersama BPMU (Badan Penjaminan Mutu), Dirut Pasca Sarjana, serta Pembantu Dekan I setiap fakultas.
“Rencana pertama adalah peninjauan kurikulum apakah perlu suatu mata kuliah khusus mengenai pembuatan jurnal ilmiah. Yang kedua adalah evaluasi pembelajaran, apakah diperlukan mendorong mahasiswa baik S1, S2, dan S3 untuk menulis artikel ilmiah. Namun hal ini belum bisa dianalisa,” ungkap Bendesa. Lanjut yang ketiga adalah keterlibatan para dosen untuk menumbuhkan budaya akademik menulis. “Karena budaya sekarang adalah ngomong saja sehingga ide yang dikeluarkan dari omongan saja tanpa dicatat akan menguap begitu saja,” imbuh Bendesa.
Budaya menulis menurut Bendesa dimulai dari budaya membaca. Jika budaya membaca kurang maka budaya menulis juga kurang. “Di China ada 500 juta orang setiap hari membuka internet. China sekarang mendominasi tulisan di online dengan harga tiap artikel 30 sen setara Rp 3000,-. Sehingga orang di China bisa hidup dengan menerbitkan tulisan secara online.” tutur Bendesa.
“Sesungguhnya masyarakat Indonesia itu cerdas namun publikasinya masih rendah. Sehingga dunia luar tidak mengetahui apapun tentang perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Ini mendorong ke rencana keempat yakni pembuatan media publikasi tulisan. Media ini bisa melalui e-jurnal, dan blog, ”tambah Bendesa.
Mahasiswa S1, S2, dan S3 bisa membuat artikel yang ringan (satu sampai dua halaman) contohnya mengenai masyarakat miskin. Sehingga bisa memicu konflik ide bukan konflik politik. Dan yang terakhir adalah mengenai sosilaisasi penghindaran plagiat di kalangan mahasiswa, karena plagiat adalah tindakan kriminal. Juga mengenai bentuk tesis, disertasi, dan skripsi. “Mengenai sikripsi lebih baik dibuat lebih tipis, seperti penghilangan materi yang secara umum sudah diketahui orang.” kata Bendesa.
“Untuk S1, pembuatan jurnal ilmiah tidak perlu menunggu sampai tamat. Bisa dimulai dari semester 2 dan publikasinya tidak perlu menjelang kelulusan, bisa saat semester 5 atau semester lainnya,” terang Bendesa.
Penerapan jurnal ilmiah ini akan dimulai Agustus 2012. Jurnal ilmiah ini nantinya akan dipublikasikan dengan cara dikumpulkan terlebih dahulu di program studi. Saat ditanyai mengenai sikap PR I ini mengenai jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan, Bendesa mengungkapkan lebih suka jurnal ilmiah ini diterapkan. “Saya lebih suka penerapan jurnal ilmiah ini daripada skripsi karena skripsi tidak mungkin dibaca semua orang,”kata Bendesa.
Mengenai jurnal internasional, Bendesa menambahkan, publikasinya cukup sulit karena persaingan yang ketat dari seluruh dunia. Publikasi untuk bulan Agustus 2012 ini diharapkan semua jurnal ilmiah bisa diterbitkan dengan lancar. (Sueca | ayu angg)