Tradisi Lukat Geni: Bentuk Kekayaan Intelektual Komunal Desa Paksebali

Guna menghalau terjadinya sengketa klaim hak cipta terkait ragam budaya Bali, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Unud tergerak untuk mendaftarkan tradisi Lukat Geni menjadi salah satu kekayaan intelektual komunal. Hal ini sebagai wujud untuk memantik masyarakat agar kian konsisten dalam pelestarian warisan budaya.

Pemain - tradisi ini kerap dilangsungkan oleh pemuda-pemudi ataupun penglisir Puri Satria Kawan.
Pemain – tradisi ini kerap dilangsungkan oleh pemuda-pemudi ataupun penglisir Puri Satria Kawan. 

Berasal dari Desa Paksebali, Tradisi Lukat Geni kini telah menjadi salah satu Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yang berhasil didaftarkan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH).  Tradisi tersebut kerap dilangsungkan oleh pemuda-pemudi ataupun penglisir Puri Satria Kawan setiap tahun ketika Hari Pengerupukan. Ketua BEM FH Unud, Gilbert Kurniawan Oja menyampaikan bahwa sertifikat KIK sudah diterima langsung oleh Perbekel Desa Paksebali pada Senin (14/2).

Semenjak tahun 2015, Fakultas Hukum Unud sudah konsisten dalam melancarkan kegiatan pengabdian masyarakat di kawasan Desa PakseBali. Hal tersebut memantik BEM FH Unud untuk mendaftarkan tradisi Lukat Geni ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali.

Uniknya, sebelum melaksanakan tradisi tersebut, para peserta minimal tiga hari diwajibkan untuk menyucikan diri dari segala hal negatif duniawi. Sebagai tahapan awal, para peserta akan mendatangi segara dan muspa pura seganing untuk melaksanakan prosesi melukat di pagi harinya. Selanjutnya, dilakukan proses meminta restu di Merajan Agung Puri Satria Kawan, serta diteruskan dengan pelaksanaan pemasupatian dan penyucian obor yang akan digunakan untuk membakar prakpak saat tradisi Lukat Geni.

Tradisi yang diikuti oleh 33 peserta ini, memiliki aturannya tersendiri, yakni lima orang berpakaian putih berdiri di sebelah timur, sembilan orang berpakaian merah di sebelah selatan, tujuh orang berpakaian kuning di sebelah barat, dan empat orang berpakaian hitam berdiri di sebelah utara, serta delapan orang berpakaian panca warna berdiri di bagian tengah.

Puncak tradisi – Perang prakpak berisikan pemukulan api ke punggung lawan

Puncak tradisi tersebut ialah ketika menginjak bagian peperangan api dengan memukulkan prakpak yang berisi api ke punggung lawan. Peperangan satu lawan satu tersebut akan terhenti ketika api pada prakpak padam. Pada nantinya, seluruh peserta memiliki kesempatan dalam peperangan tersebut. Usai kegiatan Lukat Geni di Perempatan Satria, peserta kembali ke Merajan Agung Puri Satria Kawan untuk bersembahyang sebagai wujud terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Pendaftaran tradisi Lukat Geni melalui proses yang amat panjang hingga resmi mendapatkan perlindungan hukum. “Kami harap dengan didaftarkannya tradisi Lukat Geni ini, masyarakat setempat dapat konsisten untuk melestarikan warisan budaya yang ada,” tutur Made Gde Subha Karma Resen selaku Koordinator Program Studi Sarjana Ilmu Hukum pada Kamis (17/2).

I Putu Ariadi selaku Perbekel Desa Paksebali terut menyampaikan dukungannya terhadap upaya pendaftaran tradisi Lukat Geni menjadi KIK Desa Paksebali. “Kami sangat mengapresiasi usaha yang dilakukan oleh mahasiswa FH Unud karena sudah memberikan bantuan pemahaman bidang hukum kepada masyarakat. Kemudian, sekarang ini datang lagi ke Paksebali untuk memberikan perlindungan hukum atas legalitas salah satu kebudayaan kita di Desa Paksebali ini. Warisan budaya ini sangat penting untuk didaftarkan.  Sebenarnya banyak budaya kami yang selama ini sudah di klaim oleh orang lain tidak hanya orang lokal tetapi juga internasional,” ujarnya pada Kamis (17/2).

 

Penulis: Lefira

Penyunting: Kamala

You May Also Like