“Gerakan Mahasiswa Belum Mati”

“Kehidupan mahasiswa adalah kehidupan yang setengah hidup dan setengah mati”, ujar I Gede Parimartha, Ketua Kajian Budaya Universitas Udayana.

Seminar nasional menjadi acara pembuka dalam serangkaian kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang diadakan pada tanggal 18 Juli – 21 Juli 2010. Universitas Udayana kali ini berkesempatan untuk menjamu perwakilan BEM Seluruh Indonesia.  Seminar Nasional yang bertemakan “Aktualisasi nilai kebangsaan dan kearifan lokal dalam gerakan mahasiswa seluruh Indonesia” ini dibuka oleh Perwakilan Gebernur Bali, Drs. I Ketut Wija, M.M didampingi oleh Rektor Universitas Udayana, perwakilan koordinator BEM seluruh Indonesia, serta Presiden BEM PM Universitas Udayana.

Gedung Teater Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dipilih sebagai tempat terselenggaranya Seminar nasional dengan merangkul  mahasiswa dan beberapa perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia sebagai pesertanya. Kegiatan inti dari seminar nasional dimulai dengan paparan materi oleh I Gede Parimartha yang menitikberatkan pada sejarah pergerakan mahasiswa pada zaman orde lama hingga reformasi. Gede Parimartha juga menyinggung tentang kecermatan mahasiswa untuk mengamati pergulatan dinamika bangsa sehingga mahasiswa dapat mengambil strategi-strategi yang tepat tanpa memihak suatu kelompok yang berkepentingan. Senada dengan Parimartha, Dr. Wawan H. Purwanto selaku staf ahli Wapres bidang Kewilayahan dan Keamanan, mengatakan bahwa perbedaan kepentingan antar kelompok dapat memicu timbulnya suatu konflik. “Terlebih lagi jika konflik antar kelompok tersebut diprovokasi oleh orang dalam,” ungkapnya.

Tak hanya itu, kemampuan mahasiswa Indonesia yang tidak mampu menggunakaan ilmu cerdas yang sudah ada menjadi sorotan dalam materinya. Seminar ini mengajak pesertanya untuk menoleh ke dalam hal-hal politik yang sedang dibicarakan, diantaranya kasus-kasus korupsi yang masih tanda tanya,  permasalahan hukum dan ketatanegaraan, serta sejarah dan sikap Indonesia terhadap sikap neokolonialisme dan imperialisme yang menjatuhkan bangsa Indonesia.

Haris Rusli yang merupakan akademisi dan pengamat politik serta Ganjar Pranowo, anggota DPR RI juga turut serta di dalam seminar ini. Sesi pertanyaan pun dibuka dengan pertanyaan mengenai hal-hal krusial layaknya tarif dasar listrik (TDL) yang seakan mematikan kaum bawah serta sistem pemerintahan yang ruwet.

Di akhir acara Wawan Purwanto pun menunggu tindakan konkret mahasiswa untuk mewujudkan slentingan “Indonesia akan menjadi negara maju pada tahun  2030”. Apakah mahasiswa Indonesia bisa membuktikan bahwa mahasiswa era ini tidak mati suri?

eka ari

You May Also Like