Kesepakatan perwakilan elemen mahasiswa Universitas Udayana (Unud) dengan Wakil Rektor IV, membuahkan hasil. Audiensi bersama rektor dan pejabat lainnya di Ruang Bangsa, Gedung Rektorat Lantai III, Kampus Unud Jimbaran pun terwujud. Meski sedikit alot, namun pertemuan yang dilangsungkan pada Jumat (5/6) berakhir dengan sebuah titik terang; akan dibentuknya dua tim khusus antara mahasiswa dan pihak rektorat untuk meninjau kembali berbagai kebijakan yang diterbitkan Unud saat pandemi.
Kesempatan yang dinanti akhirnya tiba. Perwakilan mahasiswa sepakat, audiensi harus berjalan dengan padat dan tuntas membahas poin tuntutan. Maka, konsolidasi pada Kamis (4/6) dilakukan oleh berbagai perwakilan fakultas hingga universitas. Mereka menyepakati siapa saja yang mewakilkan mahasiswa untuk mengikuti audiensi, sebab ada syarat limitasi kehadiran yang digulirkan rektor. Tak lupa membahas rupa aksi yang akan mengawal selama audiensi berlangsung dan memantapkan kembali arah pembahasan audiensi.
Esoknya, perwakilan mahasiswa yang berjumlah 15 orang itu masuk ke Ruang Bangsa, Gedung Rektorat Unud. Audiensi pun dimulai pada pukul 11.00 WITA dan disiarkan secara langsung melalui akun instagram resmi BEM PM Universitas Udayana (@bem_udayana). Pada paruh waktu pertama, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Rektor Universitas Udayana menjadi pihak yang lebih banyak bertutur terkait permasalahan yang sedang berlangsung saat ini, termasuk menyinggung kejadian yang dirasanya kurang mengenakkan pada hari Selasa (2/6), simak berita kejadian di https://www.persakademika.com/gagal-temui-rektor-mahasiswa-kembali-ajukan-audiensi.html
Selanjutnya, rektor langsung membahas terkait pemotongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang diajukan mahasiswa, tidak bisa dilakukan dengan mudah karena terdapat ketetapan hasil press conference Majelis Rektor Perguruan Tinggi Indonesia sebagai acuan penetapan UKT. “Membuat keputusan atau kebijakan baru mengenai pemotongan UKT harus melalui proses dan memerlukan bukti yang mendukung,” tegas Raka.
Hasil Audiensi Mengenai Tiga Poin Tuntutan
Setelah mendengarkan penjelasan dari pihak rektorat, para mahasiswa kemudian diberikan kesempatan untuk membicarakan poin-poin tuntutan mereka. Dimulai dari poin yang ketiga mengenai evaluasi terhadap kebijakan baru selama pandemi berlangsung, yaitu pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan bantuan kuota internet gratis untuk para mahasiswa Unud. Pihak biro yang mengurus kebijakan ini mengatakan bahwa pemberian kuota internet memang memiliki kendala berupa kesalahan nomor telepon pada data yang diisi mahasiswa sehingga kuota internet yang diberikan tidak bisa langsung sampai pada mahasiswa bersangkutan.
Audiensi – perwakilan mahasiswa memaparkan tuntutan.
Tak hanya itu, pihak biro juga mengatakan terdapat pula miskomunikasi dengan beberapa provider yang bekerja sama dalam pemberian bantuan kuota internet. Seperti pada keterlambatan kuota internet provider Telkomsel yang tidak cair karena dianggap sudah dibayar padahal belum. Sementara pada provider INDOSAT, kejadiannya justru terbalik sehingga mahasiswa pemegang kartu provider ini telah mendapatkan kuota lebih dahulu. Di sisi lain, bantuan dari provider XL sudah dicairkan kepada mahasiswa meskipun belum dibayarkan oleh pihak biro.
Mengenai Bantuan Langsung Tunai (BLT), ketua BEM-PM Universitas Udayana, Dewa Gede Satya Ranasika Kusuma, menuturkan bahwa bantuan tersebut seharusnya bisa dilanjutkan dalam kloter kedua. “Perlu dimasifkan karena (bantuan –red) yang sebelumnya cenderung tertutup,” ujarnya. Namun, pihak biro mengatakan bahwa hal tersebut tidak mudah dilakukan mengingat dana yang digunakan adalah dari anggaran negara sehingga tata cara kelola pun harus sesuai dengan yang ditetapkan negara. Untuk menentukan penerima BLT, diperlukan data yang valid sehingga tidak ditemukan bantuan yang salah sasaran. Rektor pun menyetujui hal tersebut dan berkata, “dicari dulu celah dan aturannya sebelum membuka kloter kedua. Setelah ada dasar aturannya, baru dibuka kloter selanjutnya,” ujarnya. Hasil akhir dari pembahasan poin ini adalah pembukaan kloter dua akan dilakukan dengan meninjau jumlah mahasiswa yang membutuhkan melalui pembentukan tim pendataan baik dari pihak rektorat maupun mahasiswa.
Poin selanjutnya yang diangkat adalah mengenai pembebasan UKT bagi para mahasiswa akhir yang studi tugas akhirnya terhambat karena pandemi Covid-19. Pihak mahasiswa menyebut bahwa pembayaran UKT pada semester depan bagi mahasiswa akhir dinilai tidak etis karena seharusnya mereka sudah lulus tetapi memiliki masa studi yang diperpanjang akibat hambatan dari kondisi pandemi yang tak terduga. Sayangnya, pihak rektorat tidak dapat mengabulkan permintaan tersebut secara langsung. Biro meminta bentuk kejelasan tugas akhir seperti apa yang dimaksud. “Apakah itu bentuknya skripsi, atau yang lain,” ujar I Wayan Antara, SE., MM selaku Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan (BPKU) Universitas Udayana. Selain itu, mereka juga meminta proyeksi mahasiswa akhir yang memerlukan pembebasan UKT tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan. Selanjutnya, hal ini akan dibahas secara lebih mendetail pada Rapat Pimpinan pada bulan Juli mendatang.
Tiba akan membahas poin tuntutan pertama, hampir diberhentikan karena keterbatasan waktu. “Tapi akhirnya kita bicara kalau, sekali kita dapat waktu seperti ini apa tidak bisa kita dapat extend sebentar? Akhirnya kita diextend setengah jam,” ujar Satya. Audiensi pun berlanjut membahas poin perihal pembebasan biaya UKT bagi mahasiswa golongan UKT 1 dan 2 serta pemberian diskon 50% kepada seluruh mahasiswa golongan UKT 3, 4, dan 5. Pembicaraan poin ini memakan waktu yang sangat singkat karena sudah melewati batas waktu audiensi yang diberikan. Pihak biro menyebut bahwa anggaran tahun 2020 telah dibelanjakan sehingga sulit jika harus melakukan pembebasan biaya UKT seperti apa yang menjadi tuntutan mahasiswa. Di sisi lain, rektor menegaskan bahwa kebijakan terkait UKT berada di bawah Surat Keputusan (SK) Menteri. “Tidak ada yang namanya diskon. Tetapi (kalau) penurunan masih bisa,” ujarnya. Sayang, tuntutan poin pertama masih belum mendapat titik terang.
Audiensi – rektor meninggalkan gedung rektorat seusai audiensi.
Audiensi kemudian ditutup oleh Wakil Rektor III dan menghasilkan kesepakatan bahwa minggu depan akan diadakan konfirmasi kembali terkait masalah ini. Pihak mahasiswa juga diminta untuk membentuk tim yang nantinya akan bersama-sama dengan pihak rektorat mendiskusikan kebijakan yang sebaiknya diambil untuk menyelesaikan semua tuntutan.
Aksi Bisu dan Sang Pengawal Dadakan
Ketika di dalam gedung audiensi sedang berlangsung dengan serius, terdapat belasan mahasiswa lainnya dengan pakaian bebas rapi duduk membentuk barisan yang tertata rapi di depan gedung rektorat. Mereka sedang melakukan ‘Aksi Bisu’, sebagai bentuk pengawalan terhadap permasalahan UKT yang harus segera dituntaskan. Sebagai Koordinator Lapangan dalam aksi tersebut, I Gede Aditya Lucky Darmawan terlihat terus mengawasi teman-temannya. Ia mengaku bahwa aksi ini murni hanya bentuk sikap aspirasi mahasiswa yang terjadi secara spontan. Mereka yang tidak bisa ikut ke dalam ruangan memilih untuk menunggu hasilnya bersama-sama dengan duduk dan tidak berbicara sambil mengangkat kertas bertuliskan tuntutan mereka. “Aksi Bisu ini karena awalnya ada kawan-kawan yang ingin melihat dan mendengarkan langsung bagaimana dinamika yang terjadi pada saat audiensi tersebut. Jadi tidak ada yang namanya mengganggu masalah audiensi. Kami semua hanya ingin ibu rektor melihat ke bawah, bahwa memang ada beberapa orang yang terkena dampak pandemi, dan khususnya orang-orang yang datang itu semua terkena dampak pandemi,” ujar Lucky.
Aksi – beberapa mahasiswa melakukan aksi bisu.
Aksi ini pun sudah diterima oleh pihak keamanan dan humas rektorat serta tidak menimbulkan gangguan yang besar. Namun Lucky menyebutkan sempat terjadi miskondusif saat audiensi selesai, seperti terbentuknya kerumunan massa saat pembubaran. Meskipun hal tersebut terjadi di luar kendalinya, Lucky berharap ke depannya aksi pengawalan bisa berlangsung dengan tetap memperhatikan teknis yang telah disepakati. Selain itu, di tengah kondisi pandemi seperti ini, Lucky tetap menjalankan protokol kesehatan dalam mengatur teman-temannya yang mengikuti aksi. Seperti memberikan hand-sanitizer bagi yang tidak membawa, mewajibkan mereka menggunakan masker, dan membentuk jarak aman di antara mahasiswa yang duduk dalam barisan sesuai dengan ketetapan pembatasan interaksi fisik (physical distancing) yang berlaku.
Aksi – beberapa mahasiswa melakukan aksi bisu dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Secara keseluruhan, Satya mengaku cukup puas terhadap hasil audiensi bersama pihak rektorat. “Kenapa cukup puas? Kenapa belum puas? Ya karena memang itu (hasil audiensi-red) soalnya tidak mengecewakan, karena kedepan bisa menagih janji-janji,” terangnya. Satya pun berpesan, perjuangan mahasiswa menuntut keadilan merupakan jalan yang panjang. Perjuangan itu tidaklah singkat, namum perlu berkali-kali menggempur untuk berhasil. “Mungkin hari ini kita belum cukup puas dengan hasil-hasil yang ada, tapi patut juga kita mengapresiasi progres-progres yang sudah kita buat. Jangan sampai justru malah melemah, kalau bahasa kerennya berlipat gandalah, artinya kita akan terus berlipat ganda sampai tujuan ini tercapai.” aku Satya penuh semangat. Ia mempertegas perjuangan ini milik bersama. Sehingga, bersama-sama melebur diri dalam satu nafas perjuangan, niscaya secercah titik terang dapat menjadi jawaban segala persoalan.
Reporter: Bagus, Galuh
Penulis: Ratih/Tim Akademika
Penyunting: Yuko