Delapan puluh tahun sejak Indonesia merdeka, banyak tragedi yang telah dilalui salah satunya mengenai pelanggaran terhadap HAM yang belum tuntas penegakannya. Oleh karena itu, dalam rangka merawat ingatan kembali serta memperjuangkan keadilan bagi para korban kejahatan HAM, Aksi Kamisan kembali di gelar di bulan September
Memasuki bulan September di tahun 2023, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana melakukan serangkaian aksi dalam rangka memperingati banyaknya peristiwa kelam Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah terjadi selama bertahun-tahun silam. Rangkaian aksi ini dinamai “Aksi Kamisan (September Hitam)”, aksi untuk menggambarkan peristiwa hitam, kelam dan berdarah di masa lalu. Aksi ini dilaksanakan pada Kamis, 7 September 2023 dengan titik aksi bertempat di Bajra Sandhi sebelah timur Lapangan Renon.
Kegiatan Aksi Kamisan yang digagas oleh mahasiswa Udayana ini tidak hanya sebatas untuk memperingati, tetapi juga sebagai bentuk untuk menyuarakan desakan dan tuntutan kepada negara atas segala permasalahan HAM yang selama ini terjadi dan masih belum terselesaikan. Kegiatan ini juga menjadi Aksi yang dilakukan setiap tahun dan tentunya digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Udayana, hal ini pun dibenarkan oleh salah satu massa aksi. “Tahun-tahun sebelumnya juga ada, di setiap September,” ujar Tio, selaku korlap aksi Kamisan tahun ini. Selain agenda tahunan, kegiatan “Aksi Kamisan (September Hitam)” dimaknai begitu dalam karena berisikan pesan penting sebagai gerakan moral untuk merawat ingatan serta menolak lupa tentang terjadinya pelanggaran HAM yang terjadi di masa lampau.
Dalam kegiatan Aksi Kamisan ini Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Udayana mengajak seluruh mahasiswa dan seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi dan menyuarakan pendapat mereka. Dalam wawancaranya, Tio menjelaskan aksi kali ini mayoritas yang bergabung adalah kalangan mahasiswa, pun dari kalangan masyarakat ada yang bergabung sebanyak 4 sampai 5 orang. Dengan kata lain aksi ini merupakan bentuk solidaritas lintas kelas antara mahasiswa, masyarakat, dan elemen lainnya yang memiliki keberpihakan terhadap korban pelanggaran HAM.
Dengan penyampaian berbagai orasi dari beberapa massa aksi, pun lantunan bait-bait puisi yang disampaikan dengan lantang di depan massa, aksi Kamisan saat itu menyampaikan pedihnya pelanggaran HAM berat di masa lampau. Kembali mereka ceritakan bagaimana HAM tidak dipedulikan di masa lampau yang hingga hari ini belum diusut tuntas. Ananta, salah satu massa aksi Kamisan menyampaikan pendapatnya bahwa sampai saat ini pemerintah hanya melakukan tindakan preventif agar apa yang terjadi di masa lalu tidak terulang lagi.
Dalam wawancaranya, Tio juga menjelaskan bahwa penuntasan HAM berat di masa lalu belum berjalan dengan baik. “Belum, karena penuntasan HAM berat pendekatannya itu lebih kepada non yudisial di luar pengadilan, kita ingin untuk negara untuk menyeret aktor-aktor pelanggar HAM itu langsung ke pengadilan HAM,” jelasnya. Aksi Kamisan yang dilakukan setiap tahunnya selalu menuntut jawaban dari pihak atas, mengenai hukuman bagi mereka yang memang pantas mendapatkannya. Tentu dengan dasar dan latar-latar tersebut, aksi ini juga hadir dengan beberapa tuntutan yaitu segera tuntaskan dan adili pelanggar HAM berat masa lalu, menetapkan tragedi kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat, tolak kembalinya dwi fungsi ABRI dan segera lakukan reformasi Polri, hentikan tindakan represif dan praktik pelanggaran HAM di Papua, serta aksi ini juga menuntut agar mencabut produk hukum yang membungkam kebebasan berpendapat dan mengkriminalisasi masyarakat.
Kedepannya, para massa aksi berharap seluruh lapisan masyarakat serta para mahasiswa dapat lebih peka dan peduli terhadap hal tersebut sehingga tidak kembali menimbulkan kejadian-kejadian pelanggaran HAM berat. Mereka juga berharap bahwa dengan aksi-aksi Kamisan yang akan terus dilakukan pada bulan September ini untuk memperingati praktik-praktik pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum selesai dapat terselesaikan.
Penulis: Putri, AD, Pangestu, Ogar
Penyunting: Daywid