Aliansi Bali Menggugat menggelar aksi di depan Universitas Udayana pada Jumat (23/08), menuntut dihentikannya Revisi UU Pilkada yang dianggap mencoreng nilai konstitusi. Sembari menegaskan perlunya aksi lanjutan jika tuntutan tidak diindahkan.
Gabungan organisasi se-Bali membentuk aliansi Bali Menggugat tengah melangsungkan kegiatan demonstrasi di depan Universitas Udayana di Jalan PB. Sudirman, Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali pada Jumat, (23/08). Di bawah terik matahari yang menyengat, para demonstran memenuhi jalan dan meneriakkan tuntutan mereka dengan semangat yang tak surut meski cuaca panas semakin terasa.
Menilik kegiatan Aksi tersebut, Tresna selaku ketua BEM PM Universitas Udayana sekaligus Humas Aksi mengungkapkan bahwa aksi ini dilatarbelakangi oleh sikap DPR yang menganulir putusan MK yang bersifat final “jadi kita memang merasa rezim sekarang menggunakan atau memanfaatkan instrumen negara demi kepentingan-kepentingan kaum mereka” Tuturnya ketika diwawancara pada Jumat, (23/08).
Kegiatan aksi dilakukan atas dasar keresahan berbagai elemen masyarakat terkait situasi politik di Indonesia. Hal ini dikarenakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah dianulir oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang melakukan penjegalan konstitusi melalui Revisi UU Pilkada, sehingga langkah pencorengan penegakan nilai konstitusi ini menyulut kemarahan dan kekecewaan dari rakyat. Hingga kini, aksi masih dikawal dengan tagar #KawalPutusanMK yang menjadi topik utama di berbagai platform media sosial. Namun tidak hanya menyuarakan aspirasi lewat dunia maya, rakyat dan mahasiswa pun turun aksi hingga tumpah ruah menyuarakan aspirasinya ke jalan.
Tresna mengungkapkan sebelum turun ke jalan, pihak BEM dan rekan-rekan dari berbagai elemen organisasi sudah melakukan aksi melalui sosial media melalui kampanye dan melakukan konsolidasi “kemarin teman-teman sudah pada tahu rame dan kemarin kita juga sudah konsol dan sepakat untuk turun hari ini untuk membawa poin-poin tuntutan kita”. Adapun Aksi pada hari Jumat (23/08) merupakan tindak lanjut dari hasil konsolidasi tersebut.
Tidak hanya BEM Udayana, kegiatan tersebut juga diikuti oleh berbagai elemen organisasi dan masyarakat yang turut mewarnai jalannya aksi. Menurut Trikasudha salah satu massa GMNI, aliansi Bali Menggugat terdiri dari beberapa elemen, seperti mahasiswa khususnya di elemen kelembagaan di eksekutif-legislatif Universitas Udayana, elemen mahasiswa di organisasi fakultas “cuma memang dalam eskalasi pergerakan ini masih proses” Tuturnya. Selain organisasi dari Udayana, mengutip dari Berita Acara Konsolidasi Akbar Darurat Demokrasi 2024, terdapat berbagai elemen yang turut mewarnai jalannya aksi mulai dari organisasi mahasiswa se-Bali, Media massa, mahasiswa dari berbagai universitas,, hingga berbagai lapisan masyarakat Bali.
Menariknya, aksi tolak Revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh aliansi Bali Menggugat pada Jumat, (23/08) tidak dilakukan langsung di depan gedung DPRD, melainkan melakukan longmars dan orasi dengan mengelilingi jalanan PB. Sudirman di depan Universitas Udayana. Pada Berita Acara Konsolidasi Akbar Darurat Demokrasi 2024 yang diluncurkan BEM, diketahui bahwa aksi pada Jumat, (23/08) memang dilakukan hanya di depan Kampus Sudirman, Universitas Udayana. Tampak Gerbang Pintu masuk dan keluar Kampus Sudirman tertutup rapat, sehingga titik kumpul yang awalnya direncanakan dilakukan di dalam Kampus Sudirman, berubah menjadi Student Center, Jl. Dr. Goris
Terkait keputusan untuk melakukan aksi tersebut hanya di depan Kampus Sudirman, Trikasudha mengungkapkan bahwa alasan aksi tidak dilakukan di depan gedung DPRD Provinsi Bali karena tidak akan ada proses yang berjalan dengan baik dengan stakeholder terkait “Karena apa? Karena dari sekian aksi yang kami laksanakan dari Bali Menggugat, tidak adanya efektivitas dari segi penyerapan aspirasi, tidak adanya respon” Tuturnya. Ia juga menambahkan bahwa kegiatan aksi memang sengaja dilakukan untuk ‘mengganggu produktivitas masyarakat’ sekitar agar mereka juga mengetahui adanya isu Revisi UU Pilkada tersebut “Supaya masyarakat tertegur, tertegur dalam arti ‘oh ini ada demo’ ‘oh ini ada isu nih’ jadi terbuka pikirannya, itulah yang kita inginkan gitu dengan kita aksi disini ketimbang kita aksi di depan gedung DPRD yang mana itu dijaga Polisi dan dijaga pihak aparat yang memang kita tidak diberikan akses gitu, paling kita ketemu dengan dewan legislatifnya pun kita tidak dapat akses gitu. Itu yang menjadi permasalahan sehingga kenapa kita berkumpul disini, kita aksi disini, itulah alasannya gitu” ungkapnya.
Walaupun demikian, Tresna menambahkan bahwa pada hasil konsolidasi terdapat rencana untuk turun kembali melakukan pengawalan dan aksi lanjutan ke gedung DPRD Provinsi dan langsung ke Kantor KPU Provinsi Bali “selain memang kami turun aksi ke jalan, apabila memang nantinya apa yang kita harapkan RUU Pilkada malah disahkan, kami bakalan menempuh jalur yang lain lagi lewat Judicial Review juga pastinya, secara legitimasi juga lebih kuat, secara hukum, secara prosedur pasti akan kami tempuh juga” ungkapnya.
Terkait poin-poin tuntutan, Tresna menyampaikan bahwa terdapat enam tuntutan yang diaspirasikan dari hasil konsolidasi tersebut, yakni :
- Kami menuntut semua pihak, terutama Badan Legislasi DPR, untuk menghormati putusan Mahkamah Konstitusi serta menghentikan pembahasan revisi UU Pilkada. Keputusan MK harus menjadi panduan utama dalam proses legislasi, bukan alat yang dapat diabaikan demi kepentingan politik tertentu.
- Kami mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk segera menjalankan amanat konstitusi sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, guna memastikan bahwa kontestasi berjalan sesuai dengan prinsip hukum yang adil dan konstitusional.
- Kami secara tegas menolak segala bentuk manipulasi regulasi yang dilakukan dengan menggunakan instrumen negara untuk memenuhi kepentingan golongan tertentu.
- Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, termasuk akademisi, mahasiswa, dan seluruh rakyat Indonesia, untuk bersatu dalam mengawal proses demokrasi serta menegakkan konstitusi di Indonesia.
- Apabila pembangkangan konstitusi dan pengkerdilan konstitusi terus berlanjut, maka kami segenap Bangsa Indonesia siap untuk melakukan pembangkangan sipil atas tirani.
- Apabila tuntutan ini tidak dijalankan dengan rasa berkeadilan maka kami tegas menolak legitimasi Kepala Daerah yang terpilih dalam Pilkada 2024.
Apabila dari upaya-upaya yang sudah dilakukan dan tidak membuahkan hasil yang memuaskan, tidak menutup kemungkinan akan melakukan pembangkangan sipil atas tirani yang sama pada saat ini “Terakhir, apabila semua tuntutan itu tidak juga dikabulkan, maka sekali lagi kami menolak hasil legitimasi dari Pilkada tahun 2024”. Tutur Tresna.
Seorang mantan mahasiswa yang pernah mengorganisir aksi di Bandung menyampaikan pandangannya mengenai demonstrasi yang sedang berlangsung di depan Universitas Udayana. Menurutnya aksi demonstran dapat lebih besar dan tidak perlu takut untuk menutup jalan ataupun mengganggu aktivitas masyarakat. “Demonstrasi itu memang seharusnya mengganggu, bukan sekadar formalitas. Tujuannya adalah agar masyarakat tidak nyaman, sehingga mereka sadar dan ikut turun ke jalan,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya aksi lanjutan yang rutin dan sering. “Kita harus terus bergerak sampai suara kita didengar. Aksi lanjutan bukan hanya diperlukan, tapi wajib diadakan sesering mungkin,” tambahnya. Ia pun tidak luput untuk menyampaikan harapannya untuk aksi hari ini. “Yang paling penting, kita semua aman dan tidak tertangkap, karena polisi bukan melindungi kita. Saya berharap ada aksi lanjutan sampai tujuan kita tercapai.”
Seorang mahasiswa Sastra dari Universitas Warmadewa yang turut hadir dalam demonstrasi ini mengungkapkan harapannya terkait aksi yang tengah berlangsung. Saat ditanya tentang apa yang ia harapkan dari demonstrasi ini, ia menjawab singkat namun penuh makna, “Mudah-mudahan aspirasi ini, apa yang orator sampaikan, bisa mereka jawab.” Harapannya sederhana namun kuat, mencerminkan keinginan agar suara dari para demonstran didengar dan ditanggapi oleh pihak yang berwenang.
Lebih lanjut, Tresna mengatakan bahwa rakyat jangan sampai lengah dengan informasi dibatalkannya Revisi UU Pilkada oleh DPR karena putusan masih belum bersifat final “ kita tidak boleh lengah karena setahu kami kalau belum secara rapat paripurna, belum ada tertulis itu dibatalkan berarti itu hanya statement doang, jadinya kita menunggu jika niat DPR membatalkan Revisi UU Pilkada, itu kami tunggu secara resmi lewat rapat dan kertas tertulisnya” tambahnya.
Penulis : Maya, Dyana
Penyunting : Dyana