Menjaga Laut untuk Hidup: Gagasan Ekonomi Biru dari Pesisir Jimbaran
Jimbaran dengan kontur khas pesisirnya memiliki potensi ekonomi yang menggairahkan untuk digali. Namun, pemanfaatan potensi ekonomi bahari selama ini kerap menimbulkan gesekan pada lingkungan. Demikian, konsep ekonomi biru hadir sebagai upaya keberlanjutan yang mendukung pembangunan berbasis masyarakat sebagai motor penggerak utamanya, guna menyelaraskan perekonomian dengan alam.
Sebagai destinasi wisata yang relatif populer di Bali Selatan, Jimbaran punya potensi ekonomi yang memikat. Wilayah ini memiliki beragam potensi ekonomi besar dari sektor kelautan, perikanan hingga usaha kecil berbasis laut bagi masyarakat sekitarnya. Namun, berbagai kegiatan yang dilakukan dengan memanfaatkan laut menjadi tekanan terhadap lingkungan, seperti eksploitasi sumber daya laut yang marak, hingga peningkatan limbah plastik yang ditemukan di pantai dan laut menjadi masalah krusial bagi alam.
Beragam potensi yang dimiliki Jimbaran dapat dimanfaatkan dengan baik melalui penerapan konsep ekonomi biru atau blue economy. Ekonomi biru merupakan konsep pembangunan berbasis keberlanjutan dengan memanfaatkan sumber daya laut untuk meningkatkan perekonomian masyarakat (Prayuda, et al., 2019). Tidak hanya untuk menghasilkan perputaran ekonomi daerah dengan keterlibatan masyarakat, ekonomi biru dilakukan untuk meminimalisir kerusakan sumber daya laut dan menjaga kesehatan ekosistem laut hingga mengelola limbah. Sektor yang dicakup ekonomi biru seperti budidaya perairan, perikanan tangkap laut, industri pembuatan kapal, pariwisata yang berbasis di pesisir, bioteknologi dan bioekonomi, manufaktur berbasis kelautan, dan pengembangan juga pendidikan (Alifa & Zahidi, 2024).
Pemilihan ekonomi biru sebagai rencana dasar pembangunan daerah pesisir Jimbaran sejalan dengan prinsip kearifan lokal Tri Hita Karana. Sebagai prinsip hidup yang mengatur untuk menjaga hubungan dengan Tuhan, manusia, dan alam, Tri Hita Karana menjadi pedoman utama dalam gagasan keberlanjutan. Ekonomi biru menjadi salah satu cara untuk menjaga hubungan harmonis masyarakat pesisir dengan alamnya. Pembangunan daerah tidak seharusnya mengorbankan sumber daya laut demi kepentingan ekonomi masyarakat sekitarnya. Tak hanya dengan alam, ekonomi biru juga memelihara hubungan antarmanusia melalui kolaborasi demi mewujudkan gagasan sehat menjaga alam. Selaras dengan akar konsep ekonomi biru yang menggunakan praktik pengelolaan lingkungan untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup (S, Ade., 2025).
Konsep ekonomi biru dapat dicapai dengan melibatkan berbagai pihak yang saling berkolaborasi. Pemerintah bergerak dengan menyediakan infrastruktur dan fasilitas yang memadai. Kontribusi akademisi atau lembaga melalui penelitian untuk menyediakan edukasi bagi masyarakat mengenai inovasi teknologi dalam budidaya ramah lingkungan dan pemanfaatan energi terbarukan bagi kapal nelayan.
Sementara kolaborasi dengan sektor swasta, seperti Non-Government Organization (NGO) dapat dilakukan dengan penerapan praktik pengolahan limbah, promosi wisata berbasis edukasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan ketersediaan sumber daya yang kuat dan kolaborasi dalam perencanaan yang matang, masyarakat menjadi aktor utama dalam menjalankan praktik ekonomi biru dalam kehidupan sehari-hari dengan menjaga kebersihan pantai, menanam pohon bakau, hingga mengolah hasil laut menjadi produk yang memiliki nilai tambah tanpa merusak habitat aslinya.
Bukan hal yang baru, konsep ekonomi biru telah lama dicetuskan sejak 2010 oleh Gunter Pauli, dalam buku yang bertajuk “The Blue Economy: 10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs”. Dalam periode 2012 hingga 2020, ekonomi biru tumbuh secara signifikan dengan mencapai 10,5 persen per tahun, melampaui laju pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya sekitar 5 persen, dan dicanangkan akan menyumbang sekitar 12,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun 2045 (Sambodo, et al., 2024).
Salah satu studi relevan pada 2021 mengkaji penerapan konsep ekonomi biru di Kota Sabang dengan pengadaan kawasan konservasi. Kawasan konservasi ini mampu memberikan multiplier effect dengan peningkatan pada perekonomian dan kesejahteraan warga pesisir. Hasil serupa dapat diharapkan jika ekonomi biru diimplementasikan di Jimbaran. Perubahan yang signifikan akan terasa dimulai dari segi ekonomi, masyarakat pesisir Jimbaran bisa memperoleh pendapatan yang lebih stabil dari kegiatan produktif yang lebih ramah lingkungan. Implementasi ekonomi biru juga menjadi cara untuk memulihkan kualitas air laut, mempertahankan atau memperbanyak populasi ikan, dan menjaga ekosistem lainnya yang menjadi pelindung alami laut. Lain kasusnya di Nusa Penida, perubahan signifikan dirasakan di Nusa Penida setelah penerapan ekonomi biru, dengan mengubah rumput laut menjadi olahan kerupuk. Pembentukan kelompok nelayan, pemilihan bibit unggul, hingga menyiapkan lahan yang sesuai dengan dilakukan untuk menjaga kualitas produk. Berawal dari budidaya rumput laut, dengan campur tangan masyarakat dan dukungan modal dari badan usaha milik negara memberikan hasil positif bagi masyarakat sekitar (Cahyono, 2024).
Belajar dari pengalaman di Nusa Penida, langkah-langkah perancangan ekonomi biru di Jimbaran dapat bermula dari diskusi dan edukasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan dan keberlanjutan alam. Dilanjutkan dengan kolaborasi berbagai pihak dengan mengadakan pelatihan keterampilan dalam memanfaatkan sumber daya laut secara sehat bagi masyarakat pesisir. Didukung dengan membentuk hukum atau peraturan adat demi menghadirkan kawasan konservasi di perairan Jimbaran. Langkah lainnya yaitu mengembangkan sektor pariwisata bahari, budidaya laut, hingga riset mengenai energi terbarukan laut. Sebagai daerah yang dikenal dengan Desa Nelayan, Jimbaran memiliki ribuan potensi kelautan, dimulai dari konservasi pohon bakau, pasar hasil laut, hingga restoran yang menyajikan aneka olahan tangkapan laut.
Pemerintah mempunyai peran penting dalam implementasi konsep ini dengan meningkatkan infrastruktur pendukung dan teknologi penangkapan ataupun budidaya ikan. Teknologi yang tepat dapat meningkatkan jumlah ikan tangkapan tanpa harus mengorbankan habitat yang dimanfaatkan. Teknologi dan infrastruktur yang memadai juga diperlukan untuk pengolahan limbah. Edukasi mengenai pengolahan limbah yang benar dapat mengubah limbah tersebut menjadi pundi-pundi rezeki bagi masyarakat. Pada tahun 2022 kegiatan pemberdayaan masyarakat dihadirkan untuk mengatasi permasalahan sampah di pantai Jimbaran dengan menggunakan waste management yang layak (proper). Pengadaan tempat sampah yang sesuai hingga kehadiran bank sampah di Pantai Desa Jimbaran mampu mengubah limbah menjadi pupuk organik, dan perlahan mengurai permasalahan sampah (Denis, et al., 2022).
Ekonomi biru menjadi sebuah alternatif untuk menyelamatkan alam dan perekonomian masyarakat di sekitarnya. Kontribusi dan integrasi semua pihak atau elemen masyarakat sangat penting untuk mencapai kesejahteraan alam dan masyarakat yang mengelolanya. Strategi ekonomi biru dinilai tepat bagi Jimbaran agar masyarakat pesisir bisa menjaga laut untuk hidup, bukan hanya hidup dari laut.
Referensi
Alifa, N. N., & Zahidi, M. S. (2024). Pengembangan Ekonomi Biru Sebagai Strategi Indonesia Menuju Ekonomi Maju. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 38(1), 48–65.
Cahyono, T. W. (2024). Klaster Usaha Rumput Laut di Nusa Penida Bali, Kunci Kesuksesan Ekonomi Desa. Jawa Pos Radar Solo. https://radarsolo.jawapos.com/nasional/845173506/klaster-usaha-rumput-laut-di-nusa-penida-bali-kunci-kesuksesan-ekonomi-desa diakses pada tanggal 29 Oktober 2025.
Khoiriyah, A. Z. (2024). Implementasi Ekonomi Biru di Indonesia. JIMEA | Jurnal Ilmiah MEA ( Manajemen , Ekonomi , Dan Akuntansi ), 8(2), 1331–1356.
Prayuda, R., & Sary, V. (2019). Strategi Indonesia dalam Implementasi Konsep Blue Economy Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Era Masyarakat Ekonomi Asean. Indonesian Journal of International Relations, 3(2), 46–64.
S, A. (2025). Apa Itu Ekonomi Biru yang Diklaim Bisa Jadi Penentu Masa Depan Bumi? National Geographic Indonesia. https://nationalgeographic.grid.id/read/134249799/apa-itu-ekonomi-biru-yang-diklaim-bisa-jadi-penentu-masa-depan-bumi?page=2 diakses pada tanggal 30 Oktober 2025.
Sambodo, L. A. A. T., Pane, D. D. P., Pertamawati, L. H. P., Maftukhah, S., & Firdaus, I. T. (2024). Peta Jalan Ekonomi Biru Indonesia Edisi 2 (2nd ed.). Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Setyawati, L. R., Cahya, D. D., Novarianti, A. D., Said, B. D., Nasional, F. K., Putra, U. N., & Pesisir, K. M. (2021). Implementasi konsep ekonomi biru dalam pembangunan masyarakat pesisir di kota sabang. 9(4), 178–185.
Suidarma, I. M., Denis, K. D. T., & Yasa, I. N. A. Y. (2022). Pengorganisasian dan Pengelolaan Sampah di Pantai Jimbaran. BERDIKARI JURNAL INOVASI DAN PENERAPAN IPTEKS, 10(2), 213–224.
Yonvitner, Y., & Adrianto, L. (2022). Prospek Ekonomi Biru bagi Pemulihan Ekonomi Indonesia (Issue September).
Penulis: Adinda Khamila
Editor: Maya Angelika

