Di Bawah Bayang-Bayang Ketidakadilan: Aksi Kamisan Bali Soroti 100 Hari Rezim Baru
Orasi dengan suara lantang hingga puisi menjadi medium bagi massa aksi untuk berekspresi dalam Seruan Aksi Kamisan 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran pada (23/01) di depan Monumen Bajra Sandhi, Renon.
Aliansi Aksi Kamisan Bali menggelar seruan aksi guna menyuarakan keresahan terhadap sederet permasalahan yang dirasa sebagai bentuk kecacatan bernegara rezim Prabowo-Gibran dalam pemerintahan yang genap berjalan 100 hari pada 28 Januari mendatang. Sekitar pukul 16.30 WITA, massa aksi mulai merapat di titik pelaksanaan aksi dengan mengenakan pakaian hitam.
Komang Abi Intan Wahyuningsih, salah satu massa yang tergabung dalam Komite Aksi Kamisan Bali menjelaskan bahwa Komite Aksi Kamisan Bali melihat banyak permasalahan bangsa yang belum terselesaikan bahkan semakin bertambah. “Jadi ya kita semua melihat ini sebagai hal yang harus digelorakan, harus di kampanyekan,” tutur Abi Intan ketika diwawancarai pada (23/01). Lebih lanjut, Abi Intan memaparkan sederet persoalan yang menjadi keresahan serta menjadi pendorong pelaksanaan aksi tersebut. Salah satunya adalah kenaikan PPN 12%, walau kemudian terdapat pembatalan kenaikan tarif, Abi menganggap tindakan tersebut hanya sebagai aksi pahlawan kesiangan. “Menurut kami itu sikap sok pahlawan kesiangan aja dari pemimpin ini gitu. Padahal sebenarnya kalau memang bisa sesingkat itu dibatalkan kenapa harus dirancang sedemikian gitu,” ujar Abi Intan. Ada pula masalah fasisme dan militerisme yang masih menjadi keresahan. “Sampai sekarang fasisme dan militerisme di Papua, di tanah Papua, itu dikaitkan bahwa itu adalah pertarungan antara masyarakat sipil dan sipil. Padahal, kawan-kawan kita dari AMP (Aliansi Mahasiswa Papua) juga tahu bahwa itu bukan pertarungan antara sipil, tapi itu ada tentara masuk ke sana,” imbuh Abi. Permasalahan-permasalahan lain yang berujung pada poin-poin tuntutan digaungkan dalam aksi hari itu dan dikemas dengan lima poin utama. Adapun poin tuntutan yang diungkapkan adalah sebagai berikut:
1. Menolak segala bentuk monopoli dan pencaplokan tanah yang dilakukan oleh negara melalui kebijakan proyek skema strategis nasional termasuk kawasan strategis pariwisata nasional yang telah merenggut ruang hidup masyarakat.
2. Menuntut reformasi kebijakan TNI dan Polri serta menghentikan segala tindakan represifitas dan kriminalisasi terhadap masyarakat sipil.
3. Segera tangkap dan adili jendral-jenderal pelaku pelanggaran HAM berat.
4. Meminta negara mencabut kebijakan PTN-BH dan menggratiskan pendidikan serta mewujudkan pendidikan inklusif.
5. Menuntut pemerintah segera merevisi UU No. 7 Tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan.
Turunnya hujan kala itu tak meredakan semangat massa aksi, berbagai orasi dan puisi tetap dikumandangkan secara bergilir. Can, salah satu massa aksi yang turut serta meramaikan dengan membacakan puisi karya D. Zawawi Imron yang bertajuk Madura, Akulah Darahmu, yang diimprovisasi dan digabung dengan puisi ‘Palestina, Jutaan Umat Kristiani Berdoa’. “Terkadang kita melihat mahasiswa atau aktivis itu hanya melakukan penyampaian ekspresi dengan cara orasi dan hanya yang mengkritisi negaranya sendiri. Mereka tidak mau melihat negara kita, saudara-saudara kita yang berada di Palestina juga,” ujar Can saat menjelaskan alasannya membacakan puisi saat aksi.
Sampai pukul 18.00 WITA, aksi tetap berjalan kondusif. Kegiatan hari itu ditutup dengan evaluasi bersama oleh massa aksi. Tertuang harapan dari para insan yang memutuskan turun hari itu, yang dengan lantang menyuarakan keresahan dan tuntutannya. Harapan tak hanya dilayangkan bagi para perpanjangan tangan dari masyarakat, tetapi juga untuk masyarakat itu sendiri. “Kami berharap agar setiap suara yang keluar dari tiap-tiap orang itu terdengar. Bahwasanya orang-orang harus paham Bali tidak dalam kondisi yang baik,” tegas Radit, salah satu komite Aksi Kamisan Bali.
Penulis: Gung Putri
Penyunting: Putri Wara

