Berawal dari keresahan ketika masa pandemi, I Wayan Suadnyana bersama empat orang lainnya merintis sebuah komunitas peternak lebah. Hingga saat ini, Kelompok Ternak Lebah Madu Kele Bali menjadi wadah bagi seluruh masyarakat di Desa Sulangai yang memiliki hobi budidaya lebah.
Tatkala memasuki wilayah Desa Sulangai yang terletak di Badung bagian utara, segarnya udara dan hijaunya hamparan pepohonan menyambut panca indra. Badung yang lekat dengan wajah hiruk pikuk metropolitan dan gemerlapnya pariwisata, ternyata menyimpan surga tersembunyi di penjuru utaranya. Sebuah kelompok yang memancarkan semangat dan dedikasi untuk melestarikan alam melalui wisata budidaya lebah, berdaya di tengah maraknya pembangunan wisata dengan beton-beton dan gedung-gedung pencakar langitnya. I Wayan Suadnyana, seorang pria yang dikenal dengan keramahannya, adalah salah satu perintis Kelompok Ternak Lebah Madu Kele Bali. Berawal dari niat untuk mengangkat potensi wisata desa yang belum tergali, Wayan bersama keempat orang rekannya membentuk kelompok ini pada tahun 2021.
“Kalau komunitas ini kita adalah endingnya memotivasi lapisan masyarakat yang penghobi. Pertama adalah pembudidaya lebah. Kedua, berharap kita mengangkat wisata desa. Ketiga, ada rasa pengabdian untuk membangun sebuah wilayah. Itu kami rangkul semuanya dari semua lapisan.” tuturnya dengan semangat.
Covid-19 ternyata tidak hanya membawa sebuah bencana, tetapi juga mendorong sebagian orang untuk menemukan kegiatan baru yang dapat mereka lakukan selama pandemi. Itulah yang dilakukan Wayan. Kendati merintis pada saat pandemi menjadi salah satu tantangan yang dihadapi, begitu pula dengan ruang lingkup yang dibatasi, tetapi dibalik tantangan itu, Wayan melihat potensi Desa Sulangai yang menjadi berkah untuk merintis kelompok budidaya lebah. Wayan mengisahkan bahwa dirinya mendapat ide berlian di tengah gempuran pandemi covid-19 kala itu. “Mendapatkan sebuah ide berlian dari teman-teman yang tidak punya aktivitas kemarin, kedua dimana saat covid itu madu ini sangat dibutuhkan untuk kita semua masyarakat untuk mempertahankan atau meningkatkan imun tubuh kita semua.” tutur beliau dengan senyum ketika mengingat kembali awal mula merintis Kelompok Ternak Lebah Madu Kele Bali (26/7).
Awal dari terbentuknya kelompok ini memang dirintis oleh Wayan, akan tetapi dirinya tak hanya sendiri, Wayan bersama kelima rekannya turut serta dalam proses pembentukan Kelompok Ternak Lebah Madu Kele Bali “Lima orang itu secara administrasi ya tentu saya sendiri, terus ada teman lagi satu menjadi ketua kelompok adalah Pak Wayan Hariawan, dia memang mentornya pelaku peneliti untuk budidaya lebah ini, terus ada Bapak Nyoman Sunarta, bahkan beliau adalah perbekal sendiri, perbekal sendiri. Terus ada lagi paman saya I Made Wirnayasa yang tetangga di atas yang memang terus ada peman saya Ketut Sudana yang memang kita konsepnya adalah yang penunjang lahan disini.” ungkap Wayan saat bercerita mengenai rekan-rekannya.
Seiring berjalannya waktu, Kelompok Ternak Lebah Madu Kele Bali ini ditetapkan menjadi salah satu tempat penunjang destinasi wisata yang ada di Desa Sulangai, tidak hanya Wayan, Kepala Desa Sulangai Nyoman Sunarta, juga sangat mendukung dan membantu untuk melegalkan secara birokrasi oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Badung. “Seiringnya waktu kami legalkan di birokrasi SK kan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Badung surat terdaftar kelompok. Dalam tentu dari lapisan terbawah dari kepala desa yang sangat intens mensupport dan membina kami di bawah naungan Perbekel Desa Sulangai Bapak Nyoman Sunarta dengan jajarannya selalu membina dan mensupport di mana dengan support itu tempat kami ditetapkan menjadi salah satu tempat penunjang destinasi wisata yang ada di Desa Sulangai.”
Kelompok Ternak Lebah Madu Kele Bali tidak hanya fokus pada budidaya dan produksi madu, tetapi juga aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat luas. Mereka menyebarkan informasi dan motivasi kepada wisatawan dan masyarakat di berbagai banjar bahkan desa-desa di Kecamatan Petang untuk ikut serta dalam budidaya lebah. “Sementara kita selain memang intens di kelompok, kita menyebar ke masing-masing banjar, bahkan ke masing-masing desa. Kita mengajak dan memotivasi semua masyarakat untuk berbudidaya lebah ini,” ujar Wayan saat ditemui oleh tim redaksi pada 26 Juli 2024 lalu.
Wayan juga bercerita mengenai tantangan yang dihadapi sejak kelompok ini dibentuk. Pertama, terkait kesadaran masyarakat sekitar tentang pentingnya budidaya lebah dan konsumsi madu untuk kesehatan terbilang masih sangat rendah. Kedua, mereka membutuhkan dana yang cukup besar untuk menjalankan berbagai program dan kegiatan kelompok. Selain itu, tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah kondisi cuaca yang ekstrim dan dampak penggunaan pestisida dalam radius tertentu juga dapat membahayakan kelangsungan hidup koloni lebah. Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, kelompok berfokus pada edukasi masyarakat, meningkatkan penanaman pohon, dan mengurangi penggunaan pestisida dengan mengedukasi masyarakat untuk beralih ke pupuk organik.
“Radius (minimal 200 meter) kami harus sterilkan memang dari pengaruh pestisida itu, karena kami mengajak masyarakat bagaimana kita memulihkan lingkungan kita ini menjadi sebuah lingkungan yang memang real organic di sekitarnya,” ungkapnya.
Buah dedikasi dan pengabdian yang dilakukan Wayan melalui Kelompok Ternak Lebah Madu Kele Bali mulai terasa. Diantaranya pada prasarana penunjangnya, dimana pada awal merintis, kelompok ini hanya memiliki 10 sampai 20 koloni lebah, sedangkan saat ini koloninya telah mencapai 100 hingga 200 yang tersebar di semua anggota kelompok, yang mana secara administrasi terdiri dari 20 orang dan secara terbuka menyebar kepada penduduk-penduduk yang ingin melakukan budidaya dimana lingkungannya cocok untuk mengembangkan usaha ini.
Wayan juga menambahkan bahwa semenjak dirintis pada tahun 2021, kelompok ini telah mendapatkan berbagai apresiasi dari pemerintah desa setempat. “Kalau pencapaian prestasi dari merintis nah astungkara kami diberikan partisipasi yang cukup tinggi terutama dari pemerintah Desa Sulangai menjadi ditunjuk dan di SK-kan menjadi sebuah tempat destinasi wisata penunjang Desa Sulangai. Kedua, menjadi binaan dari instansi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Badung. ketiga juga menjadi binaan dari Dinas Pariwisata. Nah seiringnya waktu, itulah yang kami anggap prestasi kami, dari kami merintis dari nol tidak ada, semua instansi mensupport keberlangsungan komunitas kami”, ungkap Wayan.
Saya dan teman-teman perintis berharap untuk masyarakat yang sudah membudidayakan untuk bergabung menjadi kelompok dan memohon pengesahan dari pemerintah desa agar menjadi sebuah lembaga kelompok dan memberi dukungan dalam bentuk support pembinaan dan pelatihan barang serta pengawasan secara kontinyu dan juga bantuan yang berupa hibah barang atau hibah bangunan.
“Kalau saya, harapan ke depan untuk mengatasi harapan yang sudah berjalan, kami membutuhkan semua support dari semua instansi pemerintah dari semua lapisan masyarakat, baik itu support moril, bahkan ada yang mau support secara fisik mungkin, ikut join atau gabung dengan kita, kita welcome. Barang tentu nantinya harapan saya dan teman-teman lainnya, Pondok Madu Sulangai ini adalah menjadi milik masyarakat semuanya, bukan hanya kelompok kami yang ada di desa Sulangai”,ujarnya menutup sesi wawancara sore hari itu.
Penulis : Tegar, Aura
Penyunting : Dyana, Gung Vita