Jas Almamater Unud Tergeletak di Lantai – Salah satu massa aksi Gantung Almamater membentangkan jas miliknya di lantai Gedung Rektorat, Universitas Udayana.
Mahasiswa Universitas Udayana tengah dihebohkan dengan beredarnya Surat Keputusan (SK) perihal pembayaran UKT dan Cuti Akademik Semester Genap 2020/2021 yang berisi informasi tanggal pembayaran UKT dengan tenggat 1 hingga 10 Januari 2021, hal ini memicu protes dari mahasiswa yang merasa pembayaran UKT dilaksanakan terburu-buru, mengingat masih banyak fakultas yang belum menyelesaikan UAS.
Menanggapi SK yang telah beredar, pada tanggal 5 Januari 2021, Aliansi Mahasiswa Satu Udayana mengadakan Aksi Gantung Almamater yang bertempat di Rektorat Universitas Udayana pada Selasa (05/01). Aksi ini melukiskan kekecewaan mahasiswa terhadap kebijakan pembayaran UKT yang dirasa kurang berpihak pada mahasiswa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dewa Gede Satya Ranasika selaku Presiden BEM PM UNUD dalam wawancaranya bersama Pers Akademika, tidak seperti semester lalu, kali ini pembuatan SK sama sekali tidak melibatkan pihak mahasiswa. “Kalau baca sekilas memang nggak ada bedanya sama SK yang terbit di semester sebelumnya, tetapi kita sebenarnya perlu penyesuaian karena semester lalu kondisinya berbeda dengan semester ini,” ungkap Satya.
Kronologi Aksi Gantung Almamater
Gantung Almamater– masa aksi menggantung almamater sebagai bentuk protes.
Hari itu, pukul 09.00 WITA masa aksi telah berkumpul dan menunggu celah untuk masuk ke area gedung rektorat yang telah dijaga ketat oleh petugas keamanan rektorat, polisi dan Bintara Pembina Desa (Babinsa). Aksi terus berlanjut, kemudian pada pukul 11.00 WITA masa aksi menunggu rektor datang untuk melakukan dialog di depan lobby gedung rektorat sembari melakukan aksi gantung almamater sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa atas pembayaran UKT yang dilakukan secara mendadak.
Berdialog – Rektor UNUD (Raka Sudewi) menemui massa aksi dan perwakilan Aliansi Mahasiswa Satu Udayana (Satya dan Nata) yang mencoba berdialog terkait polemik pembayaran UKT.
Hingga akhirnya pada pukul 15.00 WITA, rektor menemui masa aksi. Dalam pertemuan yang singkat tersebut Presidan dan Wakil Presiden BEM PM UNUD meminta perpanjangan waktu pembayaran UKT dan dilakukannya audiensi, namun rektor hanya menerima permintaan perpanjangan pembayaran UKT dan menolak melakukan audiensi, kemudian langsung memasuki mobil jemputan yang telah menanti dan meninggalkan massa aksi tanpa kepastian.
Menghadang Mobil Rektor – Massa aksi menghadang mobil yang ditumpangi Raka Sudewi sebagai desakan agar segera diberikan kepastian terhadap polemik UKT di UNUD.
Belum puas dengan tanggapan tersebut, masa aksi bergerak melakukan penghadangan dan bersikukuh menanyakan kepastian audiensi. Pergolakan antara massa aksi dengan pihak petugas keamanan rektorat cukup sengit. Sempat petugas keamanan rektorat bertindak represif dengan mendorong keras massa aksi hingga formasi yang dibentuk sempat goyah. Tak ingin berlama-lama bergelut dalam situasi yang alot, Ida Bagus Wyasa Putra yang menjabat sebagai Wakil Rektor IV UNUD mencoba berdialog dengan Raka Sudewi yang sudah berada di dalam mobil. Pada percakapan tersebut Wyasa pun menyampaikan kabar kepada segenap massa aksi bahwa keesokan harinya pada Rabu (06/01) pukul 13.00 WITA, akan diadakan audiensi yang khusus membahas polemik ini. Dalam kesepakatan tersebut audiensi hanya dapat dihadiri oleh 10 perwakilan mahasiswa dan dipersilahkan untuk melakukan siarang langsung di media sosial Instagram.
Nihil Titik Terang, Mahasiswa yang Berang pun Walk Out dari Audiensi
Audiensi – Massa aksi melakukan audiensi perihal polemik kebijakan pembayaran UKT dengan pihak rektorat.
Sebagaimana yang telah dijanjikan, pada Rabu (06/01) dilakukan audiensi yang bertempat di Ruang Nusa Gedung Rektorat Universitas Udayana, pada pukul 13.24 WITA. Dalam pertemuan tersebut, pihak mahasiswa menuntut rektorat untuk mengeluarkan kebijakan berupa pembebasan sementara untuk UKT 1 dan 2, serta memberikan potongan 50% bagi mahasiswa dengan UKT 4 dan 5.
Tuntutan ini didasari dengan data yang BEM PM UNUD kumpulkan melalui kuesioner dengan 4.427 responden mahasiswa UNUD, diketahui terdapat 87,7 persen mahasiswa yang mengaku sangat membutuhkan keringanan pembayaran UKT Dengan angka rata-rata penurunan perekonominan orang tua yang berada di kisaran 50 hingga 70 persen. Selanjutnya fasilitas kampus yang tidak digunakan akibat perkuliahan yang dilakukan secara daring serta penyerapan anggaran seperti KKN, Wisuda dan lainnya yang tidak terealisasikan akibat pandemi juga ikut menjadi pertimbangan.
Menanggapi tuntutan tersebut Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S selaku Rektor Universutas Udayana menyarankan mahasiswa untuk mengajukan penurunan UKT yang sudah terfasilitasi dalam Surat Edaran (SE) yang berlaku. “Saya sangat bersimpati dengan hasil survey silahkan 87 persen ini mengajukan, ini juga sebagai bentuk pertanggungjawaban akuntabilitas di bidang keuangan yang masuk,” tutur Raka.
Wakil Rektor II Bidang Keuangan, Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., MS turut menanggapi tuntutan pada audiensi siang itu, ia menyampaikan jika besaran UKT yang diterima harus dengan persetujuan Kementerian Keuangan, oleh karenanya diluar persetujuan tersebut, keputusan rektor dapat dianggap melanggar keputusan kementrian. Kebijakan rektor selalu dievaluasi oleh BPK, yang mana BPK akan melakukan pengecekan dasar dari penurunan UKT. Pihak rektorat tidak bisa memenuhi tuntutan terkait pembebasan UKT dikarenakan tidak sesuai dengan keputusan kementerian. Sementara itu, terkait anggaran wisuda dan KKN ia mengakui jika anggaran tersebut telah di relokasikan ke anggaran yang pasti diserap. “Anda boleh tidak membayar UKT, kalau anda cuti. Ibu rektor akan berani mengambil kebijakan kalau sesuai dengan peraturan kementerian,” timpalnya.
Audiensi berdurasi satu jam tersebut diakhiri dengan aksi walk out pihak mahasiswa yang merasa kecewa karena tidak mendapatkan keputusan atau kesepakatan apapun.
Reporter: Bagus Perana, Yuko, Iyan
Penulis: Salya
Editor: Yuko