Sorak-sorai Aliansi Perjuangan Rakyat terdengar lantang di depan Gedung Gubernur pada Rabu (1/5) lalu. Berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam aliansi tersebut mengadakan aksi damai turun ke jalan menyampaikan 10 poin tuntutan mereka. Aksi dimulai dengan long march yang bertitik utama di depan Kantor Gubernur Bali.
Peringati Hari Buruh Internasional, berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat mengadakan aksi damai turun ke jalan dengan menyuarakan permasalahan-permasalahan pekerja yang belum terselesaikan pada Rabu (1/5). Aksi pagi itu dimulai dengan long march dari parkiran timur Niti Mandala Renon menuju Monumen Bajra Sandhi, lalu dilanjutkan ke kantor Gubernur Bali sebagai titik utama aksi.
Massa aksi dihadiri oleh sejumlah mahasiswa, BEM PM Universitas Udayana, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Organisasi Mahasiswa Eksternal, hingga Komunitas Pekerja Perikanan yang berbondong-bondong dalam satu aksi menyuarakan aspirasi dan orasi di depan kantor Gubernur Bali.

Ketika diwawancarai Tim Pers Akademika di sela-sela berlangsungnya aksi, Tresna selaku ketua BEM Universitas Udayana menjelaskan bahwa aksi ini diadakan rutin setiap tahunnya oleh FSPM dengan tujuan untuk memperingati perjuangan jasa-jasa para buruh sebelumnya yang bertumpah darah untuk kebaikan kaum buruh, sampai pada tahun 1889, adanya Kongres Buruh Internasional di Paris, Prancis, yang menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day, diikuti oleh adanya Konvensi ILO dan UU Ketenagakerjaan. Selain sebagai agenda rutin, seruan aksi di Rabu lalu berangkat dari kesepakatan hasil konsolidasi yang diadakan Sabtu (27/4) oleh BEM PM Universitas Udayana dengan menghasilkan 10 tuntutan, yakni:
- Cabut Omnibus Law Cipta Kerja (UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang), ganti dengan UU yang baru yang memihak pada keadilan dan kesejahteraan Rakyat;
- Lakukan evaluasi kinerja Pengawas Ketenagakerjaan agar tegas dan berani dalam melakukan penindakan atas pelanggaran aturan ketenagakerjaan;
- Hapus sistem kerja kontrak outsourcing dan sistem pemagangan yang menghilangkan dan mengeksploitasi pemuda mahasiswa;
- Naikan upah buruh;
- Hentikan eksploitasi di tempat kerja serta penuhi K3 (keamanan dan keselamatan kerja dan berikan jaminan sosial bagi seluruh pekerja;
- Menindak tegas tenaga kerja asing ilegal;
- Berikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja Perempuan dalam bentuk hak maternitas dan perlindungan kekerasan dari kekerasan seksual di tempat kerja;
- Segera sahkan RUU PRT;
- Turunkan harga BBM dan kebutuhan pokok rakyat;
- Hentikan Komersialisasi, privatisasi dan liberalisasi Pendidikan yang hanya bertujuan untuk menciptakan buruh upah murah.

Tuntutan- 10 poin tuntutan yang disampaikan ketika dilangsungkannya Aksi Damai Hari Buruh Internasional.
Gede Jitarjani Widiastra selaku penasehat FSPM regional Bali turut menyampaikan aspirasinya melalui orasi di depan massa aksi hari itu mengenai pengawasan terhadap tenaga kerja dan pengusaha-pengusaha yang yang tidak memberikan upah sesuai UMK serta meminta Bapak Gubernur untuk memanggil Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali.
“Kenapa demikian? Di lapangan masih banyak sekali pengusaha-pengusaha yang tidak memberikan upah sesuai UMK secara fakta. Cuman, pengawas Tenaga Kerja Provinsi Bali sifatnya kayak pahat, baru diketok, baru jalan dia. Artinya rakyat itu pasti akan sengsara. Sekiranya kalau memang tidak cukup untuk itu, lebih baik dibubarkan, untuk apa ada lembaga, tidak bisa membantu kesejahteraan masyarakat,” paparnya dalam wawancara bersama Tim Pers Akademika.

Mantan Ketua Serikat Grand Hyatt regional Bali itu juga menambahkan bahwa kondisi buruh di Bali saat ini yang jarang protes dan adanya pengusaha-pengusaha yang anti serikat, menyebabkan perusahaan dapat menerapkan peraturan sepihak tanpa melalui proses negosiasi dengan buruh. “Ketika buruh tidak ada serikat, otomatis secara undang-undang perusahaan menjalankan peraturan perusahaan. Yang mana peraturan perusahaan tersebut dibuat sepihak oleh dia, hanya diumumkan (tanpa ada negosiasi -red). Tetapi ketika ada serikat seperti di tempat kami, kedepannya pasti ada negosiasi PKB (perjanjian kerja bersama). Di sanalah ada hak dan kewajiban dituangkan yang notabenenya kesepakatan itu dibuat bersama-sama. Setidaknya PKB itu jauh lebih baik daripada peraturan perusahaan, karena bentuk bersama-sama.” Jelasnya.
Perhelatan aksi Rabu lalu, tidak hanya dimanfaatkan untuk menyuarakan aspirasi buruh semata. Menariknya, beberapa pedagang juga tampak meramaikan lokasi aksi damai dengan berkeliling menjajakan dagangannya. Terdapat pula dua orang pemuda yang beberapa kali menawarkan massa untuk membaca beberapa majalah yang mereka jejerkan di padang rumput ketika berlangsungnya aksi damai.
Pelaksanaan aksi damai berjalan dengan kondusif. Terlihat beberapa aparat kepolisian dan satpol PP turut berkolaborasi dalam melakukan penjagaan dan pengendalian selama aksi berlangsung. Selain penyampaian orasi, aksi damai peringatan Hari Buruh Internasional ini juga diselingi oleh nyanyian-nyanyian lantang yang dipandu oleh salah satu peserta aksi, sembari menunggu perwakilan dari Kantor Gubernur Bali menemui mereka secara langsung dan menerima poin tuntutan yang mereka bawakan.
Berselang dari itu, penantian massa aksi di depan Gedung orang nomor satu di Bali itu akhirnya disambut oleh Kepala Disnaker Provinsi Bali. Aksi damai tersebut pun berakhir setelah pembacaan dan pemberian 10 poin tuntutan kepada Kepala Disnaker Provinsi Bali, yang kemudian ditutup dengan agenda makan siang bersama seluruh peserta aksi tepat pada pukul 12:40 WITA.

Selain elemen masyarakat dan buruh, harapan akan aksi juga datang dari elemen mahasiswa. Made Pasek Maesa Gatama turut menyampaikan harapannya. “Untuk harapannya sendiri, setelah adanya aksi seperti ini tentunya setidaknya pemerintah bisa mendengar apa yang menjadi keluhan masyarakat. Terutama saat ini, apa yang menjadi keluhan buruh, apa yang menurut mereka haknya belum diperjuangkan. Mungkin setelah ini bisa kembali lagi didengarkan. Setelah itu tidak cuma didengarkan saja, namun melakukan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan harapan rakyat,” ungkap salah satu peserta aksi damai itu ketika diwawancarai oleh Tim Pers Akademika.
Penulis : Ika, Tegar
Penyunting : Dyana