Dari Pujungan ke Cangkir Dunia: I Wayan Dira, Menjadikan Kopi Robusta Tuan di Tanah Sendiri 

Di balik harum biji kopi Robusta yang kini menembus pasar ekspor, I Wayan Dira, sosok petani dan pengusaha tangguh yang dengan penuh cinta merawat warisan leluhurnya. Dari gagal panen hingga krisis pandemi, ia bangkit, meneguhkan Kopi Robusta Pupuan sebagai tuan di tanah sendiri. “Bagi petarung tidak pernah hatinya menyerah,” ujarnya dengan penuh optimisme.

Suara mesin pengupas kulit kopi meraung di tengah udara sejuk di tanah Pujungan. Pohon-pohon kopi Robusta berbuah lebat di kebun-kebun sepanjang desa pagi itu. Di halaman sebuah pabrik pengolahan kopi, motor-motor berlalu-lalang mengangkut karung-karung besar berisi biji-biji kopi yang baru dipetik dari kebun. Belasan pekerja tampak cekatan mengolah biji-biji kopi tersebut. Ada yang sibuk mengoperasikan mesin pengupas kulit kopi, sementara yang lainnya meratakan ribuan biji kopi di atas terpal yang terbentang di bawah terik matahari. Cuaca cerah dan angin yang sejuk menjadi teman kerja mereka hari itu. 

“Kalau bilang kopi, ini adalah kekasih Bapak yang paling Pak cintai,” ucap I Wayan Dira, saat ditemui di pabrik kopi miliknya (16/07), seorang petani dan pengusaha kopi yang dengan bangga menceritakan ikatannya dengan kopi selama lebih dari tiga dekade. 

Lelaki yang berasal dari desa Pujungan ini telah menghabiskan sebagian besar hidupnya bersama kopi. Wayan Dira menjelaskan, awal mula ia mengenal kopi adalah dari orang tuanya yang juga berkebun kopi. “Satu, Pak sangat cinta pertanian terutama kopi. Kedua, kebetulan dulu Pak selalu diberi pergaulan tentang kopi oleh orang tua, baik artinya pemetikan, penjemuran, dan pemasaran, tetapi waktu itu masih suasana manual belum artinya seperti sekarang,” ujarnya sambil tersenyum, mengingat kembali kisah-kasih proses pendekatannya dengan kopi sewaktu muda.

Selain itu, lelaki yang kini berusia 60 tahun tersebut juga menjelaskan bahwa faktor lingkungan berperan penting membentuk dirinya saat ini. Pupuan, terutama desa Pujungan terletak di kawasan perbukitan yang sejuk di Kabupaten Tabanan. Sehingga kopi bukan hanya tumbuh subur di sana, tapi juga menjadi bagian dari napas kehidupan masyarakatnya. “Lingkungan kecamatan Pupuan khususnya Desa Pujungan, penghasilan masyarakat adalah 90% dari petani kopi,” ungkapnya dengan bangga sembari menjelaskan potensi kebun kopi di desanya. 

Sebelum dikenal karena kesuksesannya dengan kopi, putra sulung dari tiga bersaudara itu mengaku bahwa dirinya juga pernah menjadi petani kacang. Hanya saja perjalanan kisahnya dengan kacang tidak bertahan lama. Usaha kacang garing miliknya terputus di tengah jalan, kurang lebih 2-3 tahun jalan. “Kacang garing itu bagus sekali pasarnya tapi tidak berkesinambungan putus di tengah jalan.” Belum menyerah, Wayan Dira kemudian melanjutkan perjalanannya dengan bekerja di tempat usaha seorang saudagar kopi besar di Pujungan. Dari pengalamannya bekerja di tempat tersebutlah dirinya lantas menerapkan ilmu dan pengalaman yang didapat untuk kemudian memulai usahanya sendiri. “Seperti, masa kita kerja hanya terus kerja doang, tapi bagaimana pengalaman kerja itu kita kembangkan sendiri. Itu kan inovatif,” tegasnya. Dirinya pun menambahkan bahwa pergaulan dengan orang-orang bisnis, sedikit tidaknya benar-benar membantu mendorong potensi dirinya.

Wayan Dira telah terjun ke dunia kopi sejak tahun 1995. Berkat keuletan, usaha yang tidak kenal lelah, serta kepiawaiannya melihat peluang, disamping bertani, dirinya kemudian membuka usaha pengolahan pasca panen dan pemasaran kopi yang diberi nama UD. Cipta Lestari. Berdiri 10 tahun setelah terjun ke dunia kopi, usahanya tersebut kini telah sukses besar. Tidak hanya telah berjaya di negeri sendiri, kopi Robusta olahannya kini meraung hingga ke mancanegara. Hasil produksi kopi miliknya rutin diekspor ke berbagai negara seperti Taiwan dan Korea Selatan. Wayan Dira mengaku, dalam sebulan bisnisnya mampu menjual 2-3 ton biji kopi dengan keuntungan mencapai 50-70 juta rupiah per bulan. 

Petarung Yang Tidak Kenal Lelah 

Ketika mendaki tangga kesuksesan, maka kita juga harus siap dengan konsekuensi jalan yang terjal dan berbagai risiko yang harus dihadapi. Meski telah sukses meraih keuntungan hingga membawa Kopi Robusta Pupuan ke cangkir dunia, nyatanya jalan yang ditempuh Wayan Dira tidak semulus yang dibayangkan. Jatuh bangun juga dialami lelaki tersebut selama bergulat untuk memajukan pertanian dan usaha kopi miliknya. 

Berbicara kesulitan yang dihadapi sebagai petani kopi, Wayan Dira menjelaskan, faktor cuaca dan alam yang bila sedang tidak bersahabat terkadang menyebabkan gagal panen. Dirinya menuturkan yang paling parah terjadi dua kali, yaitu di tahun 2019 dan 2020. “Kalau pertanian, pertanian itu identik dengan cuaca apa namanya alam, gitu lah, kadang hujan terus, sampai dua kali pernah gagal nak, panennya cuman 20% umpama dapat 1 ton 2 ton per hektar paling-paling dapat 2 quintal, 3 quintal,” ungkap Wayan Dira dengan tabah, merelakan biji-biji kopi yang disayanginya harus berguguran. 

Lebih parahnya lagi, di tahun-tahun tersebut bersamaan dengan musibah virus Covid-19, dimana banyak pengusaha yang merugi bahkan harus terpaksa gulung tikar. Bak pepatah, sudah jatuh ditimpa tangga. Itulah yang juga dirasakan sosok Wayan Dira pada nestapa waktu tersebut. “Bukan sulit, sangat sulit. Karena Pak kan berjualnya tidak untuk lokal doang, untuk tamu di Denpasar, tamu sedikit hampir tamu tidak ada. Sehingga penjualan tuh hampir ke 10% dari 100%” 

Di tengah keterpurukan tersebut, ketabahan menjadi satu-satunya pegangan. Wayan Dira memilih bertahan dengan payung keyakinan dan kesabaran sebagai senjata ampuh untuk menghadapi situasi yang di luar kendali tersebut. “Nah kita kan karena satu faktor alam kita bersabar, faktor musibah Covid kita pun sabar menunggu masa-masa normal kembali, tapi kita punya prinsip itu bukan kesalahan kita sebagai pengusaha, tapi faktor alam dan dunia gitu.” Meski dengan berbagai ujian yang datang silih berganti. Wayan Dira menuturkan dengan percaya diri, tidak sekalipun terbesit dibenaknya kata menyerah. “Bagi petarung tidak pernah hatinya menyerah,” ujarnya dengan penuh optimisme.

Sekalipun badai datang menyambangi,  tetapi ia percaya akan datang pelangi setelah hujan. “Sampai kapanpun ada pohon kopi dan sekarang kebetulan kopi menjadi minuman yang paling favorit di anak-anak muda,” tegasnya. 

Kesabaran, disiplin, dan dedikasi menjadi kunci kesuksesan sosok Wayan Dira yang kita kenal sekarang. Terbukti, hingga kini usaha kopi miliknya tetap bertahan bahkan semakin sukses dikenal oleh masyarakat luas. Bukti lain dapat terlihat dari dilantiknya I Wayan Dira menjadi ketua MPIG (Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis) Kopi Robusta Pupuan Bali sejak Januari 2017. Wayan Dira memiliki keinginan yang kuat, dirinya tidak hanya berpangku tangan untuk mewujudkan mimpi-mimpi tersebut. “Memperoleh sertifikat MPIG, tidak gampang nyarinya. Harus ada nama yang jelas, harus ada olahan yang jelas, harus ada wilayah yang jelas,” ujarnya.

MPIG bukan sekadar label biasa yang diperjuangkan. Sertifikat tersebut adalah bentuk pengakuan resmi terhadap mutu dan keunikan kopi berdasarkan wilayah geografis asalnya. Seperti diketahui, Kopi Robusta Pupuan telah memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis pada November 2017. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari kolaborasi apik antara Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan bersama para petani Kopi Robusta Pupuan untuk memajukan dan menjamin keberadaan Kopi Robusta. “Kami sendiri selaku petani dan pengolah, supaya tidak kopi Bali menjadi penonton di Bali, maka dari itulah kita upayakan agar kopi Bali menjadi tuan di Bali,” tegasnya dengan keyakinan bahwa industri kopi lokal juga mampu berdiri di garda depan industri kopi tanah kelahirannya.

Petik Merah, Olah Basah, yang Mendunia

Berbicara tentang kebanggaannya terhadap kopi Robusta, sosok Wayan Dira selalu ingin menjaga mutu kopi, mendukung petik merah dan olah basah yang menjadi ciri khas Kopi Robusta Pupuan. Cita rasa unik dari kopi olahannya menjadi angin segar dan nilai tambah bagi pecinta kopi yang mungkin sudah mulai bosan dengan rasa kopi yang biasa. Soal rasa, Wayan Dira tak main-main. Ia paham betul bahwa di dunia kopi, ada dua klon utama yang dikenal luas yaitu Arabika dan Robusta. Arabika cenderung memiliki rasa yang asam, sedangkan Robusta ada rasa cokelat, dan ada rasa karamel, agak sedikit pahit. Menurutnya, kopi Robusta makin banyak digemari di kawasan Asia. Di Indonesia sendiri, tren minum kopi terus berkembang. Banyak yang sekarang doyan kopi blend atau campuran Arabika dan Robusta. “Nah, khususnya kopi kita di Pupuan, robusta ini karena petiknya merah itu sangat enak,” terang Wayan Dira dengan gembira menjelaskan keunikan kopi olahannya yang telah mendunia. 

Di sisi lain, siapa sangka sosok lelaki yang dikenal dekat dengan kopi ini, memiliki kisah unik yang mungkin tidak akan disangka. Sebab pada masa awal-awal menekuni usahanya, ia mengaku tidak menyukai kopi. “Dulu Pak buat usaha kopi 30 tahun, 15 tahun Pak tidak suka kopi. Padahal kopi Pak enak kata orang-orang,” ungkapnya sembari tertawa, mengenang momen-momen tersebut. Baru kemudian setelah bertemu dengan seorang teman dari Taiwan yang mengajarkan cara menikmati kopi, sejak saat itu segalanya berubah. Ia mulai mencoba kopi hasil kebunnya sendiri yang diproses dengan metode olah basah, menggunakan biji petik merah, dan disaring dengan cara khusus. “Dengan cara ini, betul-betul Pak sendiri usaha kopi heran, kok segini enak kopi saya.” Sejak saat itu Wayan Dira mengaku baru menjadi pecinta kopi. “Dan sekarang samping mengolah, pecinta.” 

Sebagai penutup wawancara sore itu, Wayan Dira menyampaikan harapan tulusnya, terutama kepada generasi muda di kawasan MPIG Kopi Robusta Pupuan Bali. Ia mengajak mereka untuk tidak melupakan warisan bertani kopi yang telah dijalankan oleh para leluhur. “Umpamanya tanah yang begitu subur yang sudah dari zaman dulu itu bisa menghidupkan kita sebagai orang Pupuan dan Pujungan khususnya dengan bertanam kopi, kenapa harus kita tinggalkan?” 

Ia pun menambahkan bahwa kunci dalam menjalani usaha apapun, termasuk kopi, adalah disiplin dan komitmen yang teguh. “Boleh dikatakan kalau kita bisnis kuncinya sabar dan punya apa namanya istilahnya komitmen dan disiplin.”

Pesan singkat nan bermakna tersebut, menutup perbincangan di tengah senja yang merunduk pelan di tanah Pujungan. Langit mulai mendung hari itu, tapi aroma kopi tetap menguar hangat. Selama biji-biji kopi tetap dijaga dengan penuh cinta. 

Penulis: Gita

Penyunting: Putri Wara

Sumber foto: Dokumentasi pribadi

kampung bet