Dua Hari dalam Basic Training Journalism

Pelatihan bertajuk Basic Training Journalism yang dilaksanakan di Universitas Mahendradata sebagai partner dari Embassy of the USA Jakarta.

“Jurnalisme adalah sebuah profesi sekaligus seni, karena wartawan memiliki ketrampilan khusus dan tunduk pada standar-standar yang umum” – Deborah Potter (dalam buku Handbook of Independent Journalism) –

Pada kesempatan kali ini Embassy of the USA Jakarta mengadakan sebuah acara pelatihan untuk jurnalis baru bertajuk Basic Training Journalism. Pelatihan ini diadakan di Universitas Mahendradata sebagai partner dari Embassy of the USA Jakarta yang saat itu bertepatan dengan Jubileum 50th HUT Universitas Mahendradata (Unmar).

“Ini salah satu serangkaian acara dari Jubileum 50th universitas kami dengan mewadahi pelatihan yang diadakan Kedubes Amerika untuk Indonesia di Jakarta,” jelas Wayan Sutrisna dosen FISIP Unmar yang sekaligus sebagai panitia acara.

Selama dua hari, tercatat dari 23–24 April 2013, ada sekitar 15 peserta yang mengikuti acara pelatihan tersebut, diantaranya 3 (tiga) wartawan media lokal Bali, 5 (lima) mahasiswa Unmar, 5 (lima) panitia, serta 2 (dua) anggota Persma Akademika Unud. Tiga wartawan tersebut berasal dari media mingguan Tokoh, Harian Bali Post, serta kantor berita Antara. Sedangkan untuk Pemateri tunggal yang dihadirkan adalah Harry Surjadi, seorang mantan wartawan kompas yang saat ini menjadi wartawan freelance dan anggota dewan Greenpeace South East Asia.

Materi yang diberikan merupakan materi dasar jurnalistik seperti peran media dan jurnalis, menulis deskriptif, observatif, wawancara, dan etika. Harry mengungkapkan bahwa materi seperti inilah yang cocok diberikan untuk jurnalis awal, namun hal yang mendasar inilah yang sering terlupa ketika di lapanagan.

Di hari pertama Harry Surjadi membuka materi tentang peran media dan peran jurnalis. Harry memberikan empat permasalahan yang selanjutnya didiskusikan dan diperesentasikan oleh peserta diskusi. “Sebenarnya sih materi-materi seperti ini sudah saya dapatkan sewaktu kuliah dulu, tapi memang agak sedikit mengingat-ingat karna sudah lupa,” ungkap salah satu jurnalis dari Bali Post.

Selanjutnya materi mengenai observasi dan menulis deskriptif. Peserta diberi tugas untuk menulis hasil observasi suatu barang yang diteliti dan merubahnya ke tulisan yang deskriptif setelah itu dipresentasikan. Di sesi inilah suasana mencair, banyak peserta berlatar belakang bukan wartawan sulit untuk menuliskan hasil observasi mereka sehingga banyak ungkapan–ungkapan yang tidak wajar. Alhasil menimbulkan tawa diantara para peserta dan panitia

Hari kedua topik yang dibawa sedikit berbeda, mengenai wawancara dan etika. Ketika wawancara, peserta diikutkan dalam simulasi wawancara yang dibagi menjadi 3 model yaitu one by one, 1 narasumber 3 pewarta, dan 2 narasumber banyak pewarta. Peserta terlihat antusius bertanya dengan narasumber meskipun pertanyaan yang terlontar tidak berhubungan langsung dengan narasumber. Selanjutnya materi tentang etika materi yang terakhir dalam pelatihan dasar ini. Harry Surjadi menjelaskan etika yang harus ditaati oleh seorang jurnalis dan akibat–akibat dari pelanggaran etika tersebut. Peserta diberi himbauan agar jangan sampai melanggar etika sebagai jurnalis, seperti menerima amplop, mengkloning rekaman dan sebagainya. (Esa Cahya)

You May Also Like