Ida Bagus Mas Manuaba : Menjawab Tantangan Budaya dan Teknologi

Pesatnya perkembangan teknologi linear dengan penurunan minat generasi muda mengenai budaya daerah.  Boleh jadi karena teknologi menggerus kemauan kita untuk menengok ke dalam, melihat jati diri sendiri.  Kini, persoalan tersebut menjadi dilematika, antara menuntut kemajuan atau pelestarian.  Namun, di tangan Gus Mas, ia menjawab tantangan zaman itu.  

Tumbuh dalam lingkar keluarga yang berkecimpung di dunia seni, juga lingkungan yang terbiasa berkomunikasi dengan Bahasa Bali, membuatnya resah kala melihat penurunan penggunaan Bahasa Bali di kalangan generasi muda saat ini. “Coba kalian perhatiin sekarang, sesama orang Bali aja kita masih makek Bahasa Indonesia kan? Padahal bisa kan makek Bahasa Bali?,” tutur Ida Bagus Mas Manuaba.

Keresahannya tersebut bukan tak beralasan, ia menemukan data yang menunjukkan rendahnya penggunaan Bahasa daerah dalam kehidupan keseharian, “Itu juga aku cari datanya, oh ini sebenarnya ngaruh ke kelestarian Bahasa karena berkurangnya tingkat penggunaan Bahasa Bali di kehidupan sehari-hari terutama di generasi muda, yang dimana generasi muda itu tidak bangga lagi menggunakan Bahasa Bali, karena apa?  Karena mungkin pakek Bahasa Indonesia terbiasa.” lanjut pria yang akrab disapa Gus Mas itu. 

Tak dapat dipungkiri kemajuan teknologi mendorong berbagai perubahan termasuk dalam penggunaan bahasa daerah. Namun Gus Mas punya cara pandang berbeda menyikapi kegundahan tersebut. Alih-alih terbawa arus, dirinya mencoba mengajak teknologi dan budaya hidup berdampingan. Gemar bermain games didukung pendidikan SMK yang berkaitan dengan teknologi, mendorong dirinya mengeksplorasi pembuatan games edukasi Aksara Bali. “Nah di sana dari SMK, tertarik lah dengan apa sih yang bisa aku bisa buat dengan ilmu yang aku tau pemrograman buat games dan lain sebagainya. Diadaptasi  atau dikolaborasikan dengan kebudayaan ini. Karena selama ini kan stigmanya kan budaya x bertolak belakang dengan teknologi. Kenapa gak kita cobak ubah pola pikirnya?, digabungin lah itu.”

Cerita itulah yang akhirnya mengantarkan mahasiswa Teknik Teknologi Informasi tersebut dalam menciptakan karya peplajahan Aksara Bali. 

Gayung Bersambut

Bermula dari proyek games Aksara Bali berbasis digital yang digarapnya sejak SMK, dirinya lanjut mengembangkan kembali proyek tersebut ketika mengikuti ajang Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapres) Program Studi Teknologi Informasi, Fakultas Teknik. “Kebetulan di Pilmapres temanya tentang SDGs kan, ada poin ke empat tentang education, pendidikan, jadi tak arahin ke sana-lah GK (gagasan konstruktif -red) ku itu.”  Berkat gagasannya itu, Gus Mas menoreh penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi di Program Studi Teknologi Informasi. 

Tak berhenti sampai di situ, gayung terus bersambut. Karya tersebut mengantarkan Gus Mas pada kolaborasi bersama Balai Bahasa Provinsi Bali yang tertarik pada pengembangan pembelajaran Bahasa Bali yang diberi nama “Parasali”, yakni akronim dari Peplajahan Aksara, Basa, lan Sastra Bali. 

 

Fitur yang tersedia dalam pembelajaran ini terdiri dari 8 bagian yakni Melajah Aksara Bali, Meplalian, Nyurat Aksara, Kasusastran, Bale Aksara, Basa Bali, Bebalihan dan Basita Paribasa.

 

Mungkin sebelumnya tak pernah terlintas bahwa idenya tersebut kini bisa tersosialisasi dan menyentuh ratusan siswa di berbagai sekolah dasar Provinsi Bali. “Sosialisasi awal udah di 13 sekolah dasar di seluruh kabupaten di Bali dengan total siswa itu 415 siswa, itu kelas 4-6. Dan itu 50 sekolah dasar,” ungkapnya. 

Namun, untuk sampai di titik tersebut, banyak hal yang mesti dikorbankan, termasuk waktu istirahat. Pantang patah sepertinya jadi peristilahan yang tepat untuk lelaki asal Ubud ini. Gus Mas ingat betul kala proses pengembangan fitur Parasali, dirinya mesti melewatkan waktu tidur selama 2 hari. “Aku ngerjainnya di Kamsud (Kampus Sudirman -red) dulu. Di Sekber (Sekretariat Bersama -red) Teknik, 2 hari aku gak tidur. Ngebut itu. Sedangkan aku jadi SC juga dulu. Ada acara kan lagi, ratek keknya itu. Malemnya balik ke sana lagi, mataku kan dah capek itu,” tuturnya seraya tertawa mengingat perjalanannya mengembangkan Parasali. 

Kendati demikian, kerja kerasnya disambut hangat dan antusias oleh anak-anak Sekolah Dasar termasuk para tenaga pendidik “Anak-anak SD pun menyambut gembira. Terus kan ada ngisi kuisioner tuh, ada bagian saran gitu, anak SD terutama mereka lebih pengen nambahin fitur games-nya kak, gitu. Soalnya masih terlalu sedikit Kak,” ungkap Gus Mas dengan raut wajah yang tak kalah antusiasnya.  

Di tengah padatnya kegiatan akademik dan non akademik yang dijalaninya, tak pernah terbesit keinginan untuk menyerah. Karena ia yakin, apapun yang dikerjakan dalam hidup, mesti dikerjakan bersungguh-sungguh. “Mungkin realistisnya ya karena sudah jalan kehidupan, ngeluh oke ngeluh, jenuh tuh oke tapi tu dah kalau stuck di sana kan ngapain tuh, hidup tuh kan harus terus berjalan. Jadi ya sudah aku jalanin aja sebisanya, perfect atau enggaknya ya sudah belakangan. Yang penting jalanin dengan kemampuan dan tenaga yang kita punya.” 

 

Tutur- Gus Mas menuturkan antusiasme siswa SD terhadap Parasali

 

Ketekunan, kesabaran dan keikhlasan menjadi kunci untuk menuntaskan tiap pekerjaan yang dilakoninya. Baginya, belajar adalah pekerjaan seumur hidup. “lakukan satu hal walaupun hasilnya jelek, daripada kamu gak pernah melakukan itu. Walaupun jelek hasilnya kan dari hasil yang jelek bisa belajar daripada gak coba sama sekali,” ujarnya dengan mantap.  

Lebih lanjut, Gus Mas berharap agar Parasali bisa memberikan lebih banyak dampak dalam menjaga kelestarian Budaya Bali. “Aplikasi ini tetap berjalan, Parasali ini  bisa menjadi jawaban atau solusi, astungkara, di era sekarang. Perkembangan teknologi tapi kan budaya juga harus diangkat. Karena itu kan identitas kita. Bisa mencapai banyak pengguna dan ya itu semoga kurikulum pembelajaran di sekolah bisa diterapkan semoga lebih banyak dampak atau impact yang bisa diberikan,” tandasnya. 

Cinta dan dedikasi terhadap tanah kelahirannya, Bali, nampak jelas dari kesungguhan dan harapannya  untuk terus mengembangkan Parasali.  Sebab ia percaya, tiap-tiap sastra di Bali, memiliki pengetahuan yang tak lekang oleh zaman, “Apapun ada di sana sebenarnya, tapi yang menerjemahkan atau meneruskan ini itu, itu yang sedikit.” Ujarnya.  Dan Gus Mas memilih untuk terus merawat warisan tersebut, agar kekal dalam memori tiap generasi, di setiap zaman, sepanjang masa.

Penulis : Dayu Wid
Penyunting : Vitananda

 

You May Also Like