Mahasiswa sebagai kaum pelajar yang berada di usia cukup matang banyak memiliki peranan. Beberapa peran mahasiswa yang kerap kita dengar adalah Creator of Change, Social Control, & Moral Force.
Paradigma yang berkembang di kalangan masyarakat awam, menilai mahasiswa sebagai kaum yang berunjuk rasa. Hal ini disebabkan, hampir sebagaian besar pelakon unjuk rasa adalah kaum mahasiswa. Yang disayangkan di sini adalah manakala aksi yang dilakoni kurang mendapat sambutan baik, sehingga tindakan anarkis pun tak dapat terelakkan. Tak jarang dari tindakan anarkis yang terjadi banyak menelan korban baik dari segi materi maupun korban jiwa. Padahal jika ditelaah lebih jauh, mereka melakukannya hanya semata-mata untuk menjalankan salah satu peranannya yaitu sebagai pengontrol kebijakan pemerintahan.
Masih berkiprah mengenai aksi, masyarakat menilai tindakan aksi bukanlah hal yang baik, sebab ini dapat mengakibatkan kenyamanan masyarakat terusik. Seperti kebanyakan aksi yang dilakukan di tempat-tempat umum. Bahkan tak jarang mereka turun ke jalan sehingga banyak pengguna jalan merasa kurang nyaman karena menyebabkan macet.
Bukan rahasia lagi semua orang tua mengharapkan anak yang disekolahkannya kelak dapat menjadi orang sukses. Bekerja kantoran dan memakai dasi kerap menjadi parameter kesuksesan seseorang. Dan banyak orang tua menggantungkan harapan untuk keberhasilan anknya dengan menyekolahkannya di sebuah perguruan tinggi. Namun setelah menyandang ‘plat’ mahasiwa, seseorang memiliki peranan yang cukup diperhitungkan sebagai seorang mahasiswa.
Mahasiswa sebagai agen of change, sudah menampakkan fungsinya sejak razim orde baru. Kala itu, mahasiswa begitu bersemangat untuk menjatuhkan kekuasaan yang otoriter. Melalui berbagai aksi, peranan mahasiswa cukup diperhitungkan.
Ditilik dari mahasiswa kini, mayoritasnya merasa enggan untuk mengambil kegiatan di luar kegiatan perkuliahan. Kalau pun ada jumlahnya minim dibandingkan jumlah mahasiswa keseluruhan. Pergeseran ini disebabkan karena sensitifitas mahasiswa yang tergerus seiring perubahan jaman. Selain itu, rasa nasionalisme pun semakin terdegradasi seiring sensitifitas sosial yang menurun karena tingkat individual yang kian meninggi.
Selain menjadi kaum oposisi bagi pemerintah dalam pengontrol kebijakan, seharusnya mahasiswa pun dapat berjalan beriringan dengan pemerintah dalam memberikan masukan-masukan yang dihadapi dewasa ini. Mengingat peranan ‘moral force’ idealnya mahasiswa dalam setiap aksinya akan selalu mengedepankan terobosan positif dengan mengedepankan pemikiran dibanding aksi fisik yang hanya menyisakan keringat tak berarti.
Sekarang ingatkah kita pada lirik ini, ”Wahai kalian yang rindu kemenangan, wahai kalian yang turun ke jalan… Demi mempersembahkan jiwa dan raga, untuk negeri tercinta…,”
Kini muncul pertanyaan, “Sudah berdinamikakah mahasiswa sekarang?”
DAWMA
Jaman dulu tidak semua orang bisa menjadi mahasiswa, hanya mereka yg unggul dan terpilih. Tapi lihatlah sekarang, berdalih persamaan hak untuk mendapat pendidikan semuanya bercampur aduk. belum lagi kampus2 swasta yang tak jelas akreditasinya yang negeri pun tak lebih baik kualitasnya. Jadi gelar sebagai “mahasiswa” tidak se sakral dulu lagi. Julukan mahasiswa sebagai kaum intelektual dan terpelajar mulai dipertanyakan.
Coba bayangkan, orang2 yg mreka demo sekarang dulunya juga adalah seorang mahasiswa, bahkan mungkin yg berprestasi sehingga mencapai kedudukan mereka sekarang, tapi kita tahu bagaimana kinerja mereka sekarang yg tak karuan. lantas bagaimana dengan mahasiswa sekarang yg mungkin tidak seluruhnya yg “gemar” demo bahkan anarkis, akan menjadi seperti apa mereka di masa depan.
Jadi untuk kalian sekarang para mahasiswa, renungkan, sudah pantaskah saya menyandang gelar “MAHAsiswa”..
@bli janur : pantas dong bli..
1. saya terpilih menjadi mahasiswa lewat SNMPTN (tidak sombong 😀 )
2. saya sudah lulus SMA
ini renungan saya bli,, hehe
mind set para mahasiswa harus dibentuk dari awal kali menjadi mahasiswa. Oupspek yang bersifat fisik harus di ubah menjadi yang lebih berintelektual, diskusi misalnya. dan itu dilaksanakan berkelanjutan bukan sekedar ceremonial buat mahasiswa baru.
Yaa wajar jadi tukang demo, kan namanya saja ingin ada perubahan kondisi yang buruk menjadi lebih baik, meski terkadang demo yang di jalankan malah merugikan sebagian masyarakat di sekitar lokasi demo 😀