“Jejak langkah reformasi tuntaskan cita-cita reformasi indonesia” mengutip tema pelaksanaan seminar Nasional BEM PM Unud jumat 4/6 di Auditorium Widia Sabha bukit jimbaran Bali. Dalam tema tergambar jelas bahwa reformasi Indonesia yang telah bergulir 12 tahun masih banyak menyisakan permasalahan yang sampai sekarang belum tuntas. Apa kemudian permasalahan itu?
Masalah bangsa Indonesia terasa kian tidak ada habisnya ketika membuka mata dan melihat disekitar. Mulai dari masalah yang paling substansial mengenai pendidikan sampai dengan permasalahan yang terjadi di kalangan pejabat tinggi negara. Pendidikan memang bukan masalah baru sejak pra reformasi pendidikan Indonesia telah mengalami diskriminasi oleh rezim yang berkuasa membuat pendidikan hanya bisa dinikmati oleh anak-anak pejabat.
Sekarang, walau rezim orde baru yang berkuasa telah runtuh namum masalah tersebut masih tetap mengekor di bangsa ini, mulai dari masalah anggaran pendidikan yang tidak sesuai dengan APBN yang dalam anggaran dana pendidikan dialokasikan sekurang-kurangnya 20%. Namun realisasinya tidak demikian. Ditambah lagi dengan sistem UAN yang tidak memberi keadilan yang merata terhadap sokolah-sekolah yang berada di pelosok-pelosok tanah air yang membuat anak didiknya banyak yang tidak biasa menyelesaikan kewajibannya karena tidak sesuai dengan standar yang ditentukan pemerintah pusat. “pemerintah seharusnya tidak pukul rata standar kelulusan karena fisilitas setiap sekolah tidak sama” ungkap Dedi Rohim perwakilan KPK. Pemerintah semestinya melihat kondisi yang ada di daerah masing-masing Karenna tiap daerah tidak sama, terlebih jika daerah itu dibandingkan dengan Jakarta
Disamping masalah pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak bias dipandang sebelah mata untuk mendapat perhatian dituntaskan pasca reformasi. Banyaknya tenaga kerja yang tidak mendapat kompensasi sesuai UMR yang berlaku merupakan potret kecil dari belum tuntasnya penegakan ham di Indonesia. Ditambah lagi dengan kasus-kasus tenaga kerja yang bekerja di luar negeri sebagai Tennaga Kerja Indonesian (TKI) yang diperlakukan tidak manusiawi menambah jumlah permasalahan kemanusiaan yang ada di negara ini.Sampai akhir maret 2010 terdapat Sekitar 60 ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di berbagai negara saat ini terlibat berbagai persoalan, mulai dari pelecehan seksual, penganiayaan, gaji tidak dibayar majikan hingga kasus pembunuhan. Husman Hamid selaku perwakilan kontras menegaskan “ banyaknya aktifis yang diculik dan sampai sekarang entah dimana mereka juga kurang mendapat penanganan yang serius dari pemerintah” jelas Penculikan-penculikan tesebut menambah panjangnya catatan penegakan ham yang belum tuntas di Negara ini.
Merefleksi permaslahan yang terjadi di bangsa ini, penuntasannya memang tidak semudah membalik telapak tangan. Perlunya keberanian untuk memulainya adalah hal yang tepat, namun keberanian pun menjadi sesuatu yang mahal ketika penuntasan reformasi harus melawan kekuasaan yang mengandalkan modal. Membangkitkan keberanian dengan merubahan pola pikir adalah langkah awal yang harus dilakukan oleh kaum muda yang selama ini ternyamankan dengan keadaan yang ada.Apalagi dengan serangan global yang semakin deras menerjang bangsa yang semakin membuat hilangannya jati diri kaum muda sebagai bagian dari bangsa. Mulai punahnya warung-warung akibat menjamurnya pasar-pasar modern adalah contoh yang nyata disekitar kita bahwa manusia sekarang lebih mementingkan gengsi semata. Di samping itu lunturnya nilai-nilai luhur pancasila juga menjadi indikator beratnya menuntaskan permasalan yang ada. Nilai-nilai yang menjadi landasan untuk bertindak kini hanya menjadi kiasan yang hanya dihafalkan tanpa ada pelaksanaan yang nyata.
Melihat permasalahan yang ada kemudaian apakah kaum muda sebagai penerus bangsa akan berdiam diri saja tanpa ada kontribusi terhadap Negara setelah mengikuti seminar tersebut? tentu saja tidak. Jika diperlukan reformasi sampai mati pun semestinya sanggup.
(dly)