Serba Tujuh di Earth Hour ke-7

Switch off  pada penerangan dan air mancur di Patung Catur Muka menjadi simbol bahwa Kota Denpasar telah berkontribusi dalam gerakan Earth Hour Denpasar. (Tim Multimedia Earth Hour Denpasar)
Switch off pada penerangan dan air mancur di Patung Catur Muka menjadi simbol bahwa Kota Denpasar telah berkontribusi dalam gerakan Earth Hour Denpasar. (Tim Multimedia Earth Hour Denpasar)

Satu jam bermakna untuk bumi. Istilah yang sesuai dengan perayaan Jam Bumi (Earth Hour) yang diselenggarakan pada Minggu (28/3) malam di Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung.

Baru-baru ini, masyarakat Bali sudah berkontribusi aktif pada lingkungan lewat Hari Nyepi, tepatnya pada tanggal 21 Maret 2015. Selang tujuh hari kemudian, WWF-Indonesia kembali mengajak masyarakat Bali untuk peduli lingkungan melalui kegiatan Earth Hour. Kegiatan ini menjadi kali ketujuh diselenggarakan di Bali setelah tahun sebelumnya penyelengaraan dilakukan di Turtle Conservation Education Center (TCEC) Desa Serangan. Pada tahun ini, Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung sengaja dipilih menjadi tempat penyelenggraan acara.

“Lokasi ini dipilih karena merupakan pusat Kota Denpasar, sehingga pesan kami tersampaikan karena sekitar Patung Catur Muka, seperti Lapangan Puputan merupakan salah satu pusat keramaian kota Denpasar,” ungkap Dwi Jayanthi yang merupakan Koordinator Media Massa EHDenpasar.

Ia juga menambahkan bahwa Pemerintah Kota Denpasar terutama dari IB. Rai Dharmawijaya Mantra selaku Walikota Denpasar begitu mendukung Earth Hour Denpasar. Dukungan ini menjadi alasan lain dipilihnya Lapangan Puputan Badung sebagai tempat pelaksanaan acara.

Uniknya, “7 Region 7 Cause 7 K” menjadi tag line perayaan Earth Hour tahun ini. Selain tahun ini merupakan tahun ke-7 pelaksaananya, bentuk memeriahkan acara ini pun tak luput dari angka tujuh. Dimulai dari Night Run sepanjang 7 km hingga pelaksanaannya yang dilakukan di tujuh region di Indonesia. Bahkan tujuh isu utama perubahan iklim menjadi pokok isu yang diangkat dalam kegiatan ini. Tujuh isu tersebut yakni Aktivasi Transportasi Publik, Pengelolaan Sampah (Sampah Plastik), Hemat Kertas dan Tissue, Hemat Energi Listik dan Air, Biodiversitas, Laut dan Pesisir, serta Reforestasi Hutan.

Menurut Ika Juliana selaku koordinator Earth Hour Denpasar, aksi switch off  pada penerangan dan air mancur di Patung Catur Muka menjadi simbol bahwa Kota Denpasar telah berkontribusi dalam gerakan Earth Hour Denpasar. Switch off Earth Hour Denpasar dimulai dari pukul 20.30 hingga 21.30 WITA. Acara switch off ini juga mengajak beberapa komunitas yang ada di Bali untuk ikut meramaikan. Komunitas tersebut diantaranya Kisara, HFHL, Sobat Bumi Bali, Parkour Bali, Street Workout Bali, Suku Analog, Backpacker Bali, Studi Anak Bangsa, Kompas Muda Bali, Sone Bali, Bali Deaf Community, Markas Kecebong, Bye-bye Plastic bag, Home School Bali, Semut Ireng, UKM Focus Udayana, Jegeg Bagus Bali, dan Forkom OSIS Denpasar.

WWF-Indonesia berharap kedepannya aksi ini menjadi aksi yang berkelanjutan. Aksi satu jam memadamkan listrik yang tidak terpakai hanyalah permulaan. Selanjutnya aksi ini diharapkan dapat menjadi gaya hidup. “Kami tidak bisa memaksa orang untuk hemat energi, kami hanya menyampaikan pesan bumi untuk para penghuni, karena itu hadir atas kesadaran diri sendiri,” papar Dwi Jayanthi.

Earth Hour kedepannya akan terus melakukan aksi tujuh isu global, termasuk aksi hemat energi. Earth Hour sebenarnya merupakan salah salah satu kampanye global WWF yang mengajak individu, komunitas, praktisi bisnis, dan pemerintahan di seluruh dunia untuk turut peduli terhadap perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia.  WWF-Indonesia sendiri merupakan LSM konservasi alam terbesar dan tertua di Indonesia yang telah memulai kegiatannya sejak tahun 1962. Hingga saat ini, WWF-Indonesia bekerja di 28 kantor wilayah dari Aceh sampai Papua dan memiliki lebih dari 400 staf. (w)

You May Also Like