Oleh: Ni Luh Putu Yuni Uttari
Komunikasi dua arah, tentu saja Presiden RI tidak digaji hanya untuk berbaring di tempat tidur sambil “main twitter”.
Susilo Bambang Yudhoyono sampai saat ini telah memenangkan dua kali pemilu presiden. Sosok ini dikenal dengan popularitasnya yang mencuat di media. Televisi dan media cetak sudah sangat sering menyorotinya. Dan lagi-lagi masyarakat dihebohkan dengan kemunculan akunnya di twitter.
Akun twitter SBY cukup diapresiasi oleh masyarakat Indonesia. Dalam waktu singkat follower-nya sudah mencapai dua juta. Ini bisa menjadi indikasi bahwa masyarakat sangat berharap adanya komunikasi dua arah dengan presiden.
Indonesia memiliki penduduk lebih dari 140 juta orang. Karena itu akun twitter SBY sangatlah membantu. Aduan bisa dari “masyarakat bawah” bisa dengan mudah didengarkan oleh orang nomor satu di negeri ini.
Indonesia menduduki urutan pertama pengguna twitter di Asia dengan angka 19,5 juta. Sedangkan pengguna dunia maya di Indonesia lebih didominasi oleh generasi muda. Jika ditarik pola generalisasi dari premis di atas dapat pula dikatakan bahwa follower SBY sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda, golongan yang rata-rata lebih menggunakan emosi ketika berbicara politik.
Budiarto Shambazy bisa jadi berpendapat bahwa mahasiswa sebagai kekuatan moral pengawal hati nurani rakyat. Tapi mahasiswa juga merupakan alat mudah bagi elit politik. Demonstrasi mahasiswa seringkali telah diskenariokan oleh elit politik untuk mengalihkan atau memperkuat isu. Pola yang sama bisa saja terjadi pada twitter SBY. Bahkan lebih mudah karena pembuatan akun twitter tidak memerlukan proses legitimasi sehingga memudahkan pula untuk membuat akun palsu.
Selain itu, banyak pula yang skeptis dengan akun SBY. Salah satu akun @muhammad_ifan berkomentar, “Main twitter mulu pak gak kerja?” Berangkat dari pertanyaan ini, ada bermacam pertanyaan juga di benak saya. Berapa persen SBY memikirkan akunnya jika dibandingkan dengan pekerjaannya sebagai presiden dan Ketua Umum Partai Demokrat? Atau seberapa besar kemungkinan SBY benar-benar memperhatikan akun ini?
Dalam satu hari SBY bisa menuliskan tweet sekitar lima sampai tujuh pesan. Isinya seringkali mengenai acara kenegaraan seperti pertemuan dengan Kepala SKK Migas atau penandatangan Perpres Biaya Ibadah Haji 2013. Kadang SBY juga akan menuliskan pesan empati terhadap sejumlah kasus yang terjadi di Indonesia. Jika tidak ada yang bisa dikomentari akun ini akan menuliskan pesan hangat yang memotivasi. Akun ini sangat aktif bahkan tidak melewatkan sehari pun untuk diam.
Dalam kolom bio di akunnya tertulis bahwa akun ini dikelola oleh Staff Khusus Presiden Republik Indonesia. Tweet langsung dari SBY akan ditandai dengan *SBY*. SBY tentunya disibukkan dengan berbagai macam kegiatan kenegaraan serta partainya yang tengah dirundung konflik. Sementara akun twitter-nya juga membutuhkan perhatian lebih. Tweet dengan tanda *SBY* muncul rata-rata dalam 4 pesan sehari, jumlah yang masih bisa diakomodir oleh SBY. Namun bagaimana dengan respon follower-nya?
Dari premis di atas bisa disimpulkan SBY jarang memperhatikan respon dari follower-nya. Ini tentu sangat kontradiktif dengan ekspektasi masyarakat akan akun ini. Komunikasi dua arah tidak terbangun dengan baik. @zsuvri bahkan membalas salah satu tweet SBY dengan, “twet-twet bpk gak pernah ada interaksi nya,masyarakt btuh jwban.”
Indikasi komunikasi yang “cacat” ini juga terlihat dari jumlah akun yang di-follow SBY yang hanya berjumlah enam puluh enam. Jumlah ini sangat timpang jika dibandingkan dengan follower-nya yang berjumlah dua juta lebih. Permasalahannya terlihat jelas dengan bagaimana SBY menutup akses masyarakat untuk didengarkan. Lalu apa yang menjadi pertimbangan SBY untuk follow-back mereka?
Akun twitter SBY diharapkan mampu mendengarkan aspirasi masyarakat. Tapi komunikasi yang berlangsung hanya satu arah. Jika dikaji dengan Teori Empat Sistem dari Linkert kondisi ini berada di antara lunak-otoritatif dan konsultatif. SBY berniat menerapkan kepemimpinan yang konsultatif tapi prakteknya lebih kepada lunak-otoritatif. Meskipun ada inisiatif dari atas untuk menciptakan arus komunikasi dua arah tapi komunikasi yang tercipta didominasi dari atas. Komunikasi ke atas membutuhkan sistem pelengkap. Sistem pelengkap ini bisa diasumsikan sebagai follow back. Dari bawah sendiri ada inisiatif untuk menciptakan arus informasi ke atas, namun SBY membatasinya dengan sistem pelengkap yang telah dimaksudkan di atas.
Dari uraian di atas, saya pribadi berada di pihak yang skeptis akan keberhasilan akun ini. Usaha yang setengah hati dari SBY menunjukkan keberadaan akun ini hanya sebagai pengembira di tengah carut marut politik saat ini. Ini adalah apa yang saat ini sedang menjadi isu hangat, bentuk pencitraan lainnya oleh elit politik Indonesia.
Demokrasi menurut Abraham Lincoln adalah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Sistem ini membutuhkan keterbukaan untuk dikritik dan memperbaiki diri dengan arus komunikasi dua arah. Perlu banyak perbaikan dalam usaha Susilo Bambang Yudhoyono untuk meyakinkan bahwa pemerintah berusaha menerapkan demokrasi, bukannya sedang dilanda kegalauan yang diekspresikan melalui 140 karakter.