Media sosial merupakan gambaran nyata dari generasi Z atau yang kerap disingkat Gen Z. Kondisi ini menjadi momentum untuk menyampaikan berbagai informasi dengan bijak. Hal inilah yang dikupas tuntas oleh dr. Ratih Paradini dan Ustadzah Novelia Tawang dalam suatu wadah pemberian informasi berupa Webinar bertajuk “Gen Z Beraksi: Sampaikan Kebenaran Hakiki” pada Minggu (24/10) via Zoom.
Bicara tentang pemuda, maka erat kaitannya dengan potensi yang dimiliki, sama halnya yang disampaikan oleh dr. Ratih Paradini pada (24/10) dalam Webinar Forum Jurnalistik Muslimah Ideologis melalui Zoom Meeting dan Platform Youtube. “Ketika pemuda memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk kebaikan dan produktivitas, maka pemanfaatan waktu yang dipergunakan telah mencapai hal yang luar bisa. Namun, disatu sisi banyak hambatan bagi pemuda untuk mengembangkan potensinya,” ujarnya. Pemuda dianggap mampu mengembangkan potensinya karena kekuatan fisik, pikiran, dan waktu yang dimilikin. Oleh karenanya, pemuda disebut sebagai usia yang produktif.
Badan Pusat Statistika mengelompokkan populasi Indonesia dalam beberapa generasi diantaranya generasi pre-boomer, generasi baby boomer, generasi X, generasi milenial dan generasi Z. “Setiap generasi memiliki karakteristik yang unik, seperti generasi baby boomer yang memiliki karakteristik jiwa petualang, berorientasi kerja, dan biasanya anti pemerintah. Kemudian generasi milenial yang identik dengan memilih pekerjaan sesuai dengan passion dan fleksibel, serta generasi Z yang dari lahir sudah merasakan kecanggihan teknologi sehingga generasi Z sering dimaknai sebagai generasi teknologi.” Jelas dr. Ratih selaku Influencer dan penulis buku.
Generasi Z atau yang kerap disingkat Gen Z merupakan kelompok kelahiran 1996-2010 dengan karakteristik generasi yang menghargai keberagaman, berorientasi pada target, dan multitasking. Gen Z juga dimaknai sebagai generasi yang kreatif dan inovatif, serta dikatakan sebagai penduduk asli dari era digital sejati. Dalam webinar tersebut, dr. Ratih juga mengungkapkan bahwa Gen Z saat ini lebih rentan merasa insecure dan overthingking. Hal ini disebabkan karena mudahnya terpengaruh oleh media sosial, tentunya hal semacam ini pada masa sekarang mendapat perhatian khusus di media sosial.
Ustadzah Novelia Tawang yang merupakan Aktivis Dakwah juga turut mengisi Webinar ini. Beliau juga mengungkapkan bahwasanya Gen Z memiliki pola berpikir yang global karena terpapar arus deras informasi dan kerap kali mudah menerima pendapat serta keberagaman, tetapi dampaknya Gen Z kerap sulit mengenali dirinya sendiri dan sangat mudah terombang-ambing oleh arus opini. “Banyak yang mengatakan teknologi yang mereka gunakan sama layaknya dengan kemampuan bernafas dan media sosial merupakan gambaran jelas dari Gen Z saat ini,” tambahnya.
Ustadzah Novelia Tawang juga mengatakan bahwa adanya citizen journalism saat ini, memberi ruang bagi Gen Z sebagai produsen informasi yang ikut andil, serta tidak hanya berperan sebagai konsumen. Dampaknya positif yang diharapkan Gen Z memiliki ruang untuk beropini dan bersuara, tetapi tidak luput dari adanya dampak negatif, seperti kerap kali terjadi miss informasi dan tidak jarang juga terjadi hoaks.
Saat ini yang menjadi perhatian perihal Gen Z terjebak terhadap autisitas sosial atau keterjebakan individu terhadap teknologi, sehingga seolah yang ada di dalam teknologi adalah sebuah realitas. “Generasi milenial dan Gen Z harus mampu memanfaatkan potensi digital atau teknologi yang ada saat ini.” Pesan dr. Ratih mengenai bagaimana pentingnya sebuah teknologi jika dapat dipergunakan sebaik mungkin akan memperoleh manfaat yang baik juga.
Penulis : Kamala Dewi
Penyunting : May Danawati