Audiensi lanjutan terkait tuntutan mahasiswa terhadap rektorat kembali dilakukan pada Kamis (24/6). Pada audiensi ketiga ini, pihak rektorat telah mengeluarkan SK terkait keringanan UKT untuk semester ganjil tahun akademik 2021/2022. Total tiga poin tuntutan mahasiswa telah diterima. Namun, perjuangan terus berlanjut.
Terhitung sudah tiga kali agenda audiensi yang dilakukan oleh mahasiswa dan pihak rektorat untuk membahas 5 lima poin tuntutan yang disuarakan mahasiswa terkait kebijakan keringanan UKT dan SPI di tengah pandemi. Agenda audiensi kembali dilakukan pada Kamis (24/6) lalu, setelah audiensi sebelumnya, Senin (7/6) berakhir dengan nihil keputusan. Audiensi kali ini masih membawa agenda yang sama, yaitu menuntut dua poin tuntutan mahasiswa yang belum disetujui oleh rektor. Muhammad Novriansyah selaku Presiden Mahasiswa BEM PM Universitas Udayana menerangkan terdapat tiga poin tuntutan yang telah disetujui oleh pihak rektorat, yaitu (1) Menuntut mahasiswa tingkat akhir agar dapat mengajukan dan mendapatkan relaksasi UKT berdasarkan Permendikbud No. 25 Tahun 2020 Pasal 9 Ayat 2, (2) Menuntut tidak ada pembatasan dari segi apapun dalam proses pengajuan relaksasi UKT dan melalui proses yang transparan, serta syarat bagi pihak yang orang tuanya sebagai ASN/TNI/Polri, dan (3) Menuntut agar calon mahasiswa baru dengan KIP Kuliah dapat mendaftar jalur mandiri.
Meski kemenangan kecil tersebut telah diraih, namun keseluruhan tuntutan belum dapat terpenuhi. Utamanya berkaitan dengan poin mekanisme penentuan nominal SPI dilakukan setelah calon mahasiswa jalur mandiri dinyatakan lulus dengan transparansi nilai dan tuntatan agar mahasiswa yang lulus ujian jalur mandiri mendapatkan besaran UKT yang berlaku sama bagi mahasiswa pada setiap jalur penerimaan dan menyesuaikan kondisi ekonomi calon mahasiswanya.
Audiensi yang dilakukan kali ini memberikan hasil berupa dikeluarkannya SK mengenai keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada semester ganjil tahun akademik 2021/2022 bagi mahasiswa Universitas Udayana oleh rektor Prof. Dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). Selain itu, pihak rektorat juga akan mengadakan pertemuan dengan WD II dan WD III dari 13 fakultas untuk membicarakan terkait pengajuan keringanan UKT agar tidak ada pihak fakultas yang menyulitkan mahasiswa dalam syarat pengajuan UKT. Kendati demikian, pelibatan mahasiswa tidak dilakukan dalam pembuatan SK ini. “Bagi kami ini adalah sebuah bentuk kekecewaan karena ini dilakukan secara sepihak. Tidak ada lagi komunikasi dengan mahasiswa, tidak ada lagi hal-hal yang dibicarakan oleh mahasiswa tiba-tiba sudah ada SK yang ditandatangani,” jelas pria yang disapa Novriansyah itu saat diwawancara usai audiensi.
Kekecewaan kian memuncak lantaran mahasiswa baru dilibatkan setelah SK terbit dan sudah ditanda-tangani. Pihak mahasiswa diberi waktu selama tiga hari untuk mempelajari dan memberi tanggapan terhadap SK tersebut. Oleh karenanya, pengawalan kebijakan tertap berlanjut, terlebih adanya dua poin tuntutan yang belum dapat terwujud. “Karena tadi SK sudah dikeluarkan, kami akan tetap mengawal hal ini karena memang SK ini tentunya juga perlu pengawalan ke depannya,” tegasnya.
Novriansyah juga menjelaskan alasan dibalik tidak terpenuhinya dua poin tuntutan mahasiswa lainnya, yaitu tidak adanya sistem yang mengatur besaran UKT bagi mahasiswa jalur mandiri dari pihak rektorat. Apabila persoalan tersebut berlanjut dan tidak mememui titik terangnya, baginya hal ini akan berdampak pada keterhambatan perkuliahan mahasiswa baru di tengah lesunya perekonomian di tengah pandemi. Misalnya, nominal SPI yang terlalu tinggi berpotensi memberatkan calon mahasiswa baru dan menyulitkan akses terhadap pendidikan.
Di sisi lain, Michael Haganta selaku Menteri Koordinator Pergerakan BEM PM Universitas Udayana menjelaskan sudah memiliki argumen yang kuat dalam mengkaji poin-poin yang dituntut mahasiswa, misalnya dengan membuat survei terkait UKT yang disebarkan ke seluruh mahasiswa Universitas Udayana. “Argumen kita sudah sangat kuat, mulai dari Permendikbud yang kita telaah dan juga melakukan survei kepada mahasiswa,” jelasnya. Survei tersebut merujuk pada hasil survei yang telah dilakukan Aliansi Asa Udayana pada periode 28 Mei sampai 4 Juni 2021. Hasilnya, dari 253 responden mahasiswa Unud angkatan 2018, 2019, dan 2020, sebanyak 86% responden menyatakan pembebanan UKT golongan 4 dan 5 pada mahasiswa jalur mandiri tergolong memberatkan. Terlebih, biaya SPI tersebut tidak diiringi dengan informasi penggunaan yang jelas. Sebab sebanyak 71% mengaku tidak mendapatkan informasi rencana penggunaan dana SPI.
Lebih lanjut, usainya audiensi berlanjut dengan aksi yang dilakukan mahasiswa berupa aksi simbolik pembakaran draft SK. Di sisi lain selama pengawalan isu kebijakan UKT dan SPI di tengah pandemi, Aliansi Asa Udayana kemudian membentuk Posko Mahasiswa yang telah dimulai sejak Senin, 21 Juni 2021. Tujuan adanya Posko Mahasiswa ialah sebagai wadah penyampaian terkait perkuliahan di masa pandemi. Adapun Posko Mahasiswa berisi kegiatan dapur umum mahasiswa, diskusi, bengkel filsuf, catur fun game, lapak buku, beasiswa gotong royong, turun ke jalan, kanal ifno maba, esport, mimbar bebas, posko aspirasi mahasiswa dan lainnya.
Adanya Posko Mahasiswa dirasa bermanfaat bagi mahasiswa yang turut mengikuti rangkaian kegitan tersebut. Salah satu mahasiswa asal Fakultas Pariwisata Unud, misalnya. “Di saat-saat seperti ini pasti sangat membantu lah, kadang kalau tidak ada duit, beli nasi Jinggo saja kadang mikir buat kebutuhan besok, kalau ada Pos Mahasiswa kan terbantu jadinya,”ungkap mahasiswa yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut. Baginya dapur umum yang dijalankan juga ikut membantu sedikit meringankan beban ekonomi ketika ingin makan. Ia pun menurutkan kondisi perekonomiannya dan temannya yang terdampak. “Orang tuaku petani, memang tidak begitu terpengaruh. Tapi aku punya teman yang terpengaruh dan merasa sulit di masa pandemi ini. Apalagi temen sekelas ku ini bapaknya kerja di Nusa Dua yang sedang dirumahkan. Kalaumisalnya UKT ini tidak dikurangi, juga syarat-syaratnya tetep berat ya, kasihan orang itu,” lanjutnya. Sebelum pergi dan kembali berkumpul dengan teman mahasiswa lainnya, ia berharap agar kegiatan ini kian mendatangkan partisipasi dari mahasiswa lainnya sehingga menekan rektorat agar segera membuat keputusan-keputusan bijak di tengah pandemi ini.
Deva Arya Astina Para selaku Wakil Presiden Mahasiswa BEM PM Universitas Udayana, secara tegas menyapaikan jika Posko Mahasiswa ini akan terus berlanjut. “Respon dari pihak rektorat sebenarnya sampai saat ini belum cukup memperhatikan kegiatan mahasiswa dan malah cenderung mengabaikan. Maka dari itu, kami memang akan terus berupaya dengan berbagai macam kegiatan di dalamnya.” Tutupnya. Posko Mahasiswa pun tetap berlanjut dan menjasi saksi pengawalan setiap kebijakan yang diputusankan oleh rektorat.
Reporter: Bagus Perana, Yunita, Kamala, Sabilla, Reza
Penulis: Tara, Yunita
Penyunting: Galuh