Kendati nihil keputusan, audiensi sebelumnya menghasilkan janji : pihak rektorat sepakat akan kembali melakukan audiensi pada 7 Juni setelah tanggal 1-5 Juni terhalang agenda menuju Jakarta dan berjanji akan menanyakan perihal kebijakan keringanan UKT pada Kemendikbud. Maka, Senin (7/6) itu, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Ada Udayana datang menagih janji.
Agenda audiensi yang akan dilakukan terlebih dahulu diawali dengan menonton bersama live instagram akun BEM PM Unud (@BEM_Udayana) terkait audiensi yang akan dilakukan. Akun @BEM_Udayana terpantau melakukan live instagram sejak masuk ke gedung rektorat. Sementara itu, perwakilan mahasiswa memasuki ruangan untuk melakukan audiensi. Perwakilan mahasiswa tersebut; Deva Arya Astina Para selaku Wakil Ketua BEM PM Unud, Aditya Nur Febriansyah sebagai Ketua DPM PM Unud, Bernika Gretsly Fadila selaku Menteri Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) BEM PM, dan I Putu Reinaldy Putrawan sebagai DPM FH Unud. Adapun agenda audiensi pada hari itu masih sama dengan sebelumnya: menagih kejelasan tentang kebijakan relaksasi UKT dan SPI di masa pandemi.
Sebab, pada aksi sebelumnya, kamis (27/5), audiensi berakhir dengan nihil keputusan. Pihak rektorat hanya menjanjikan untuk kembali melakukan audiensi pada 7 Juni dan akan menanyakan terkait kebijakan keringanan UKT pada Kemendikbud. Audiensi sebelumnya turut pula dihiasi dengan walk out oleh Wakil Rektor II dan pemberhentian audiensi secara sepihak dari pihak rektorat dengan alasan bahwa mereka memiliki jadwal rapat lainnya.
Perwakilan mahasiswa, Bernika Gretsly Fadila selaku Menteri Adkesma dan Kebijakan Kampus BEM PM menerangkan bahwa pada 5 poin tuntutan yang dibicarakan dengan rektorat, tidak dibahas secara rinci karena mereka berdalih untuk dilakukan sesuai prosedur birokrasi pemberian keringanan UKT dari Kemendikbud untuk kemudian dilaksanakan PTN. Nyatanya, setelah perwakilan mahasiswa mengajukan data mahasiswa terdampak, pihak rektorat menjawab masih dalam pertimbangan. Adapun tiga poin tuntutan yang dibahas dengan cukup mendalam, yaitu (1) Mahasiswa tingkat akhir dapat mengajukan kembali keringanan UKT namun dengan mekanisme pengajuan, (2) SPI yang diberlakukan kepada mahasiswa jalur mandiri untuk UKT tidak hanya 4 atau 5, (3) Mahasiswa jalur mandiri di Unud juga bisa mendapat KIP.
Di sisi lain, kepulangan Prof. Dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Rektor Universitas Udayana dari Jakarta pada tanggal 1-5 Juni lalu tidak membuahkan hasil, bahkan mengakui bahwa kedatangan beliau ke Jakarta tidak untuk mempertanyakan Kemendikbud terkait kebijakan ini, tetapi ada agenda lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan mahasiswa. Rektor tidak memenuhi janjinya pada mahasiswa. “Tambahan informasi juga, kita sempat menghubungi dirjen dikti terkait berlakunya Permendikbud ini seperti apa, dan dari dirjen dikti menginformasikan bahwa Permendikbud ini masih berlaku dan tidak membutuhkan surat eksekusi atau surat edaran dari pusat untuk ke rektor atau ke PTN itu sendiri,” terang Bernika saat diwawancarai selepas audiensi.
Hasil akhir audiensi ini masih nihil keputusan, tetapi rektor mempertimbangkan dua poin tuntutan yang diajukan perwakilan mahasiswa. Pertama, ialah tuntutan terkait dengan pembebasan UKT, pengurangan UKT di masa pandemi terhadap mahasiswa dengan orang tua pekerja sebagai ASN dan POLRI. Lalu yang kedua, tentang memperbaiki sistem SPI, yakni terkait ujian jalur mandiri dengan sistem pengumuman kelulusan terlebih dahulu kemudian penentuan nominal SPI. Audiensi tersebut hanya berjalan selama 30 menit.
Kecewanya massa aksi yang dikarenakan rektor tidak menepati janji – janjinya melandasi adanya aksi pemberian kartu kuning sebagai sebuah peringatan terhadap pelaku pelanggaran. “Ya kartu kuning sebagai peringatan bahwa kita tidak akan diam dan tidak akan selesai sampai saat ini saja. Tapi, kita akan bergerak lagi kedepannya,” ujar Billy, salah satu mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Asa Udayana.
Selama kegiatan menonton bersama dan aksi simbolis kartu kuning. Kedatangannya pihak luar dalam audiensi ini tidak diperlukan, terlebih mereka di tempat kejadian bertujuan untuk meminta kepada massa aksi agar tidak banyak bicara karena mereka menganggap perwakilan mahasiswa saja sudah cukup. Ada juga pihak kepolisian yang memasuki kampus dengan dalih mengawai dan melihat massa aksi agar menerapkan protokol kesehatan karena masih dalam masa pandemi. Hadirnya aparat menurut Billy merupakan salah satu upaya menekan massa aksi. “Mereka kan sudah ada sebelum kita melakukan aksi, dalam artian berarti itu mereka sudah mendapatkan informasi entah dari rektorat, atau dari pihak manapun yang memang memberikan kabar bahwa kita akan melakukan aksi pada hari ini, tanggal 7.” Ujarnya menerangkan.
Berakhirnya audiensi yang singkat ini memicu keinginan massa aksi untuk melakukan audiensi lanjutan. Apalagi, diantara 5 poin tuntutan : (1) Seluruh mahasiswa tingkat akhir dapat mengajuan relaksasi UKT, (2) Menuntut tidak ada pembatasan dari segi apapun dalam proses relaksasi UKT dan proses seleksi yang yang transparan, (3) Menuntut agar mekanisme penentuan nominal SPI dilakukan mahsiswa mandiri dinyatakan lulus dengan transparasni nilai, (4) Menuntut agar mahasiswa yang lulus ujian jalur mandiri mendapatkan besaran UKT tidak terbatas pada UKT golongan 4 dan 5, namun menyesuaikan pada kondisi ekonomi, (5) Menuntut agar calon mahasiswa dengan KIP kuliah dapat mendaftar ujian jalur mandiri, masih terdapat poin tuntutan yang belum dibahas. Misalnya, tuntutan poin dua, tiga, dan empat yang belum mendapatkan titik terang saat audiensi tadi.
Reporter : Bagus Perana, Agus, Zaka, Yunita
Penulis : Yunita
Penyunting : Galuh