Belum adanya kejelasan terkait keputusan kebijakan dari pihak rektorat Universitas Udayana dalam upaya relaksasi UKT serta SPI pada tahun ajaran 2021/2022 memantik polemik. Mahasiswa kemudian tergabung dalam aliansi ‘Asa Udayana’ untuk menagih kejelasan relaksasi UKT dan SPI.
Upaya menuntut kejelasan tersebut dimulai dengan melakukan audiensi dengan rektorat pada Kamis (27/5). “Mengingat dua jilid sebelum keringanan UKT sering kali mendadak dan mepet dengan waktu pembayaran UKT. Maka dari itu, kita menanyakan kepada pihak rektorat terkait UKT ini,” ungkap Muhammad Novriansyah, selaku Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Pemerintahan Mahasiswa (BEM PM) UNUD. Adapun audiensi tersebut diagendakan untuk membahas kebijakan relaksasi UKT pada periode tahun ajaran 2021/2022 mendatang serta SK sebagai landasan SPI Unud.
Pada pukul 10.26 WITA, audiensi dimulai dalam gedung rektorat. Melalui pengamatan dalam live instagran akun BEM PM Unud (@BEM_Udayana), Prof. Dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Rektor Universitas Udayana sempat menjelaskan penggunaan biaya untuk aplikasi Cisco Webex, beberapa saat sebelum Covid-19 terjadi. Kemudian, Kepala Biro Kemahasiswaan UNUD, I Dewa Oka, kembali menegaskan ucapan Rektor UNUD, bahwa yang menjadi dasar atas keringanan UKT adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) 25 Tahun 2020. Selain itu, ia juga mengungkapkan adanya penyesuaian UKT melalui Posko UKT yang diselenggarakan oleh BEM PM UNUD. Audiensi yang berlangsung selama 90 menit tersebut berakhir dengan nihil keputusan. Pasalnya, pihak rektorat justru tidak menjawab tuntutan mahasiswa. Terutama rencana keputusan ada tidaknya keringanan UKT pada tahun ajaran 2021/2021. Pihak rektorat berdalih bahwa keputusan keringanan UKT tidak dapat dilakukan jika tidak mendapatkan instruksi dari pihak pusat (Kemendikbud -red) meski sudah terdapat landasan hukum berupa Permendikbud 25 tahun 2020.
Tidak hanya UKT, Sumbangan Pengembangan Institusi atau biasa disingkat SPI juga tidak luput dalam pembahasan pada audiensi. Hal yang dipertanyakan oleh mahasiswa ialah perihal sistem SPI yang menggunakan sistem penentuan nominal SPI sebelum mendapat kelulusan ujian mandiri. Oleh Wakil Rektor II, Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., MS, menyatakan bahwa indikator kelulusan calon mahasiswa jalur mandiri tetap pada nilai ujian dan nominal SPI. Audiensi kembali berlanjut dengan alot dan berujung pada keputusan walk out-nya Wakil Rektor II Unud dari ruangan audiensi.
Terdapat lima poin tuntutan mengenai SPI yang diajukan oleh perwakilan mahasiswa. Adapun lima poin tuntutan tersebut adalah menmpertanyakan perbedaan grade SPI di tiap prodi, menuntut mahasiswa mandiri mendapat UKT selain tingkat 4 dan 5, menuntut mahasiswa mandiri mendapat Beasiswa KIP, menuntut transparansi nilai ujian dan alokasi dana mandiri, dan menuntut perbaikan mekanisme mahasiswa mandiri mencantumkan nominal setelah dinyatakan lulus. Sayangnya, dari lima poin yang diajukan, hanya satu poin yang dapat dibahas, yaitu mengenai mekanisme. Ansyah menyatakan bahwa pihak rektorat tidak merasa adanya sebuah kesalahan dengan menetapkan nominal SPI di awal. “Balik lagi pada akhirnya, kenapa para mahasiswa menganggap itu salah karena tidak ada transparansi atau hal untuk dijadikan tolak ukur,” papar Ansyah.
Lebih lanjut, mengenai UKT, tuntutan yang dilayangkan ialah; (1) Menuntut transparansi Alokasi dana dari UKT selama 3 semester, (2) Mekanisme: Pengembalian UKT yang masih belum selesai, pelibatan mahasiswa dalam verifikasi dan validasi, syarat orang tua ASN TNI Polri, (3) Menuntut Kuota bantuan tidak ada batasan melalui proses validasi dan verifikasi, (4) Menuntut Melibatkan mahasiswa dalam proses penyusunan SK.
Bersamaan dengan audiensi, aksi simbolis pun turut dilakukan untuk mengawal berjalannya audiensi. Massa aksi yang telah berkumpul di lapangan depan gedung rektorat sejak 12.05 WITA melakukan mimbar bebas dan membawa spanduk serta atribut lainnya yang bernada tuntutan. “Kita hadirkan sekarang mahasiswa yang memiliki keresahan. Entah mereka merasakan dampaknya, mereka merasa perlu bantuan UKT, dan sebagainya,” jelas Ansyah.
Pada pukul 12.44 WITA para massa aksi berpindah ke lobi gedung rektorat. Seruan-seruan aspirasi mahasiswa kembali diserukan. Di tengah berjalannya aksi, pihak aparat terlihat masuk ke dalam kampus dengan alasan monitoring. Kemudian, sekitar pukul 13.17 WITA, Ketua Unit Pengembangan Ormawa Unud, Prof. I Dewa Ary Subagia, S.T, M.T, Ph.D, menghimbau kepada massa aksi untuk bubar sebab tidak memiliki izin. Sempat terjadi perdebatan antara Ketua UPO dengan massa aksi karena meminta rektor untuk menemui massa aksi. Pada akhirnya, ketua UPO memberikan tawaran untuk mempertemukan perwakilan mahasiswa dengan rektor dengan syarat agar massa aksi duduk tenang. Lalu, pada pukul 13.53 WITA, perwakilan BEM PM dan DPM PM melakukan lobbying secara tertutup dengan rektor untuk meminta audiensi lanjutan dan menemui massa aksi. Dalam perbincangan tersebut, Pers Akademika dihalangi untuk mencari informasi ke dalam ruangan rektorat bersama perwakilan BEM PM dan DPM PM.
Pukul 14.05 WITA, pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan adanya audiensi lanjutan pada 7 juni 2021. Lebih lanjut, rektor enggan menemui massa aksi dan mengutuskan Kepala Biro Kemahasiswaan Unud, I Dewa Gede Oka, SE., untuk menemui massa aksi. Aditya Nur Febriansyah, selaku Ketua DPM PM Unud menyampaikan hasil pertemuan tertutup tersebut. “Poin pentingnya adalah bu rektor berjanji kepada mahasiswa bersedia untuk ditemui pada tanggal 7 Juni 2021,” ucapnya saat diwawancarai seusai aksi. Aditya memaparkan, kesepakatan pada tanggal tersebut disebabkan karena terhalang agenda rektor pada tanggal 1 – 5 Juni yang akan menuju Jakarta. Namun, rektor berjanji akan berusaha menanyakan kepada Kemendikbud terkait
peraturan keringanan UKT.
Mengingat rektor yang berjanji bersedia ditemui pada tanggal 7 Juni nanti, Febri berharap agar rektor menepati janjinya. “Jika di tanggal 7 nanti bu rektor bisa dibilang tidak menepati janjinya, kami (mahasiswa) akan hadir kembali di rektorat dengan jumlah yang lebih masif lagi karena durasi pembayaran UKT sudah semakin dekat,” harapnya. Selain itu, Ansyah juga berharap agar setiap organisasi ataupun lembaga dapat turut bersuara. “Sebagai bentuk harapannya untuk rektorat tahu bahwa ‘oh mahasiswa sekarang tidak hanya orang tertentu yang resah, tapi ada banyak juga sebenarnya yang perlu diadvokasi.” Sahutnya.
Reporter : Salya, Galuh
Penulis : Andra
Penyunting : Galuh