Wisuda Universitas Udayana ke-136 diputuskan akan dilaksanakan secara daring. Tak sedikit yang mengaku kecewa, sebab yang sudah terdaftar tak diberi pilihan untuk mengudurkan diri. Terlebih, wisuda daring kali ini juga dinilai sebatas formalitas karena ijazah online yang akan diterima tidak absah (tanpa cap dan tanda tangan mahasiswa -red). DPM PM pun mengaku tak dilibatkan dalam pengambilan keputusan ini.
Kekecewaan tersebut salah satunya diungkapkan oleh I Made Marta Wijaya, mahasiswa berprestasi Fakultas Hukum Universitas Udayana. Marta ialah calon wisudawan ke-136 Universitas Udayana yang sedianya akan dilaksanakan pada Sabtu (18/4) lalu. Namun akibat pandemi COVID-19, Universitas Udayana memutuskan akan menyelenggarakan wisuda ke-136 secara daring melalui aplikasi webex pada 6 Juni 2020. Ia belum dapat jumawa. “Kita dulu masuk disambut dalam PKKMB, dikumpulin sama angkatan kita, tapi kenapa kita saat lulus seolah kita seperti dibuang,” ucap Marta ketika diwawancarai melalui aplikasi Line. Ia kemudian berpendapat bahwa wisuda adalah bentuk apresiasi dari kampus kepada mahasiswa karena telah menyelesaikan studinya. “Dengan sistem online itu seolah menghilangkan esensi, ketika sebenarnya ada opsi untuk memundurkan,” jelasnya menambahkan.
Di sisi lain, Unud berada dalam persimpangan. Pada materi sidang paripurna senat Universitas Udayana yang diselenggarakan pada Kamis (23/4) diterangkan bahwa “penundaan wisuda tanpa kepastian akan mengakibatkan kerugian di pihak mahasiswa yang sudah dinyatakan lulus: terkait pembayaran SPP dan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan”. Hal ini dianggap bukan pertimbangan yang tepat bagi Luh (nama samaran -red), calon wisudawan lainnya. Ia tidak sependapat dengan dasar pertimbangan materi sidang paripurna senat Universitas Udayana. “Buat apa dapat ijazah cepat? Nyari kerja? Toh kami sudah dapat SKL (Surat Keterangan Lulus -red) itu bisa dipakai dulu untuk nyari kerja kalau mau,” gugatnya melalui direct message instagram pada Sabtu (26/4).
Apa yang dirasakan oleh Luh maupun Marta juga menimbulkan kontra. “Ada yang menganggap kekesalan kami sepele, karena juga dianggapnya semua sudah siap dan tinggal di-wisuda saja. Kenyataannya, belum,” ujar Luh. Belum siapnya wisuda tersebut ia paparkan perihal dirinya yang belum mendapatkan toga, belum melakukan cap jari, dan penandatanganan ijazah. “Jadi aku ingin tau urgensinya wisuda buru-buru kalau dari cap jari dan tanda tangan ijazah tidak bisa,” tuturnya. Ia merasa bahwa wisuda daring tidak efektif sebab pada akhirnya tetap akan mengurus ijazah offline dan terkesan hanya formalitas agar mencapai target kelulusan mahasiswa.
Oleh karenanya, Marta sepakat adanya penundaan wisuda. “Unud punya enam periode wisuda, ketika April dan Juni gak bisa, masih ada bulan Agustus dan Oktober yang masih bisa menampung kuota mahasiswa. Daya tampung Widya Sabha (auditorium Unud -red) itu 2500 orang, sedangkan yang di wisuda periode ini cuma 600. Ketika nanti bulan Agustus, itu gak mungkin sampe 2500 orang, karena yang sidang online pun tidak banyak,” tegasnya.
Baik Luh dan Marta, keduanya sempat berusaha menyampaikan aspirasi mereka. Menurut pemaparan Luh, “sempat ada diskusi live Instagram dan share notulensi ketidaksetujuan untuk wisuda online ke ketua BAHKM”, sedangkan Marta sempat merumuskan kajian terkait wisuda daring. Sayangnya, keduanya terlambat. “Barusan banget tadi (Senin 27 April 2020 -red) pak dekan infoin kalau sudah pasti wisuda online dan semua wajib ikut,” terang Martha. “Jika memang mengedepankan nilai demokratis, harusnya diskusikan terlebih dahulu dengan calon wisudawan,” lanjutnyya.
Menanggapi hal tersebut, ketua DPM PM (Dewan Perwakilan Mahasiswa Pemerintahan Mahasiswa -red) Universitas Udayana, Devi Semara, mengaku bahwa Unud tidak melibatkan lembaganya sebagai wadah aspirasi mahasiswa. “Kami tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan wisuda online. Kami diberitahukan kemungkinan-kemungkinan yang diambil yang akan diambil oleh rektorat apabila dalam 1 tahun ini keadaan tidak membarik,” akunya ketika diwawancarai melalui aplikasi Line. Lebih lanjut Devi menjelaskan saat ini DPM PM terus menghubungi pihak rektorat khususnya bagian akademik terkait wisuda online tersebut agar mendapat kepastian. Seiring dengan hal tersebut, Dewa Gede Satya Ranasika Kusuma selaku Presiden BEM PM Universitas Udayana ingin memastikan bahwa, “mekanismenya harus jelas sehingga tetap bisa betul-betul terverifikasi bahwa mahasiswa tersebut sudah melakukan wisuda walaupun secara online,” papar Satya melalui direct message Instagram.
Di sisi lain, Luh dan Marta tetap menaruh harap terhadap pelaksanaan wisuda secara konvensional. “Atau jika ingin wisuda online, buatkan opsi untuk yang ingin tetap mengikuti wisuda konvensional nanti ketika situasi membaik, supaya tidak menghilangkan esensi dari wisuda itu sendiri.” pinta Martha. Adapun Satya berharap, “kita semua bisa sama-sama dewasa dalam menyikapi banyak hal yang sebenarnya diluar kebiasaan kita sekarang dikarenakan wabah ini.” Tutupnya.
Penulis : Bagus Perana
Penyunting : Galuh Sriwedari
Unlock Bitcoin Cash. $8252 Ready Now – https://t.me/+HkY2o13tXmtjY2My?ment87Tep