Konten-konten yang dibuat oleh para content creator asal Indonesia belakangan banyak menarik perhatian hingga ke seluruh dunia. Sebut saja video prank memberi makanan yang berisi sampah kepada transgender yang dilakukan oleh Fedrian Paleka yang disorot oleh media asing seperti, MSN, Newsweek, dan Mirror. Begitu juga dengan Kekeyi Rahmawati Putri Cantika, seorang Youtuber yang belakangan ini menjadi bulan-bulanan netizen, hingga video klip musiknya yang trending no.1 di Youtube Indonesia.
Dr. Ir. Firman Kurniawan, seorang akademisi sekaligus pemerhati budaya dari Universitas Indonesia mengaitkan hal ini dengan masifnya penggunaan perangkat digital di Indonesia. Firman menyebut, jumlah perangkat digital yang digunakan oleh masyarakat Indonesia mencapai 338 juta perangkat, seperti smartphone, tablet, dan laptop. Jumlah ini melebihi jumlah penduduk Indonesia yang saat ini 270 juta jiwa. “Masyarakat yang terlibat dalam penggunaan media sosial di Indonesia mencapai 160 juta dari populasi, akhirnya masyarakat itu saling terhubung satu sama lain dan keterhubungan itu tidak mungkin bisa terjadi kalau tidak ditengahi oleh informasi yang dalam hal ini konten,” ujar Firman, melalui acara webinar Diskusi Santai Efektif Nan Bermanfaat (Desinfektan) yang diselenggarakan oleh Lab Ilmu Komunikasi Universitas Udayana bekerjasama dengan social campaign Go Away Covid 19 (13/06/2020).
Penulis Buku Digital Dilemma ini menambahkan, konten mempengaruhi kualitas isi pikiran masyarakat dan dirinya selaku akademisi bertanggungjawab juga atas kualitas isi pikiran masyarakat. Pada kegiatan webinar ini, Firman mengajak para content creator untuk memproduksi konten yang berkualitas bukan hanya sekedar mampu menciptakan traffic. “Ketika itu (konten—red) yang viral itu tadi tidak bermutu, ya kan kita meninggalkan dosa pada peradaban, meninggalkan cacat pada peradaban sehingga kira perlu selalu berdialog dengan content creator atau pemilik akun,” tegasnya.
Sementara, creative director Froyonion Arie Je berpendapat, ketika seseorang membicarakan konten yang diserang justru konteksnya. “Kontennya tetap video, kontennya tetap bernyanyi, kontennya tetap menari, tapi mungkin yang jadi kegelisahan orang itu adalah konteksnya,” ujar Arie. Ia menambahkan, seperti halnya video prank bagi-bagi sampah yang sempat viral, yang semestinya digugat dan dijadikan diskusi adalah konteks dari video tersebut.
Harwinsyah, content director Froyonion ini pun membenarkan ucapan Arie Je. “Kalau konten itu kan lebih ke teknis, sementara kalau konteks itu apa yang mau disampaikan oleh si content creator. Dari aku pribadi, jelek enggaknya konten viral tergantung sama konteks yang mau disampaikan,” ujar Harwin. “Soal konten positif, sebenarnya orang-orang itu, cara kita memandang positif negatif saja kan beda-beda. Ada yang menganggap hal ini biasa, namun ada juga yang menganggapnya tidak biasa.” Arie menambahkan.
Harwin pun membagikan tipsnya kepada para pemirsa webinar untuk produktif membuat konten positif selama di rumah. “Banyak sebenarnya yang bisa kita lakukan dari rumah seperti akun instagramnya kevinbperry, kontennya lebih ke video. Menariknya, gimana dia tetap bikin konten yang menarik ditonton. Kalau cara dia sih setiap minggunya dia bikin tematik dari satu hal yang sederhana aja sih, dia ngangkatnya dari emoji di Iphone. Dan semuanya dilakukan di rumah. Buat temen-temen yang mau bikin konten mungkin bisa dicari dulu apa yang mau dibikin,” tutur Harwin.
Dr. Firman menyebutkan kunci dari membuat konten adalah konsisten. Ia juga menambahkan tips berkonten pada para pemirsa berdasarkan formula “STEPPS” dari Prof. Jonah Berger. STEPPS merupakan singkatan dari social currency, trigger, emotion, public, practical value, dan story. Dr. Firman menjelaskan konten yang viral pasti memiliki social currency yang apabila konten tersebut disebarluaskan akan memberi status sosial dan penghargaan terhadap si penyebar konten.
Kedua, konten yang viral dapat memberi trigger kepada orang lain agar orang lain tertarik menyebarkan. Ketiga, konten yang viral dapat membangkitkan perasaan atau emosi. Keempat, konten yang viral dapat menarik publik secara luas. Kelima, konten harus memiliki nilai-nilai praktis agar publik melakukan suatu hal berdasarkan konten tersebut. Kemudian, konten yang viral harus dikemas dalam kisah-kisah atau story.
Dr. Ir. Firman Kurniawan dan dua content creator Froyonion merupakan pembicara dalam acara webinar Disinfektan yang bertajuk “Bikin Konten Bermutu Tak Sekedar Viral” yang diselenggarakan oleh Lab Ilmu Komunikasi Universitas Udayana bersama Go Away Covid-19 pada Sabtu, 13 Juni 2020. Webinar ini disiarkan melalui Youtube Udayana TV dan menggaet 439 penonton pada saat siaran langsung dilakukan.