Menghilangkan Hutan untuk Kelapa Sawit atau Menghilangkan Kelapa Sawit Demi Hutan?

IMG-20150521-WA0005

Indonesia merupakan produsen serta konsumen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Sekitar 35% minyak global berasal dari kontribusi tanaman kelapa sawit. Sementara lebih dari 50% produk di supermarket  yang mengandung minyak dari kelapa sawit seperti minyak goreng, margarine, sabun, sereal dan kosmetik. Sehingga kelapa sawit merupakan tanaman yang sangat produktif dalam menghasilkan minyak nabati.

Namun dibalik produk kelapa sawit yang sering dikonsumsi, ternyata terdapat segudang permasalahan. Permasalahan tersebut muncul ketika habitat hutan tropis mulai tergeser oleh perluasan wilayah perkebunan kelapa sawit yang tidak mempertimbangkan tindakan konservasi. Hal ini kerap dikaitkan dengan deforestasi dan pembakaran hutan gambut yang sering terjadi di wilayah Kalimantan dan Sumatera, sehingga memicu pelepasan gas rumah kaca yang berdampak pada laju percepatan perubahan iklim. Menurut data WWF pada tahun 2014, gajah borneo berkurang sebanyak 80%, harimau sumatera berkurang 60%, dan 50% orangutan telah menghilang serta 20% hutan lindung beralih menjadi lahan kelapa sawit. Apakah pilihannya kemudian memroduksi kelapa sawit harus dihentikan?

Fakta lain dari kelapa sawit adalah sebanyak 45% dari jumlah lahan kelapa sawit di Indonesia atau sekitar ? 50 ha/orang dikelola oleh petani kecil. Hadirnya kelapa sawit telah menyelamatkan petani tersebut dari kemiskinan. Permasalahan dari kelapa sawit tersebut bukanlah terletak pada kelapa sawit, namun  pada cara budidayanya. Lalu bagaimana cara untuk menyelamatkan lingkungan namun tidak menghilangkan mata pencaharian masyarakat kecil?  Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) merupakan bagian dari solusi itu.

RSPO adalah sebuah badan yang merupakan gabungan dari produsen, pengolah, pedagang, retail, investor, NGO (Non Government Organization) dan konsumen untuk mewujudkan standar global pengelolaan kelapa sawit  berkelanjutan atau yang lebih dikenal CSPO (Certified Sustainable Palm Oil). RSPO mengembangkan sebuah konsep kriteria lingkungan dan sosial yang mewajiibkan setiap perusahaan untuk mematuhi segala aturan sebagai syarat untuk mendapatkan sertifikat Sustainable Palm Oil. Ketika mereka mampu mematuhi konsep RSPO dengan benar maka hal ini dapat membantu meminimalkan dampak negatif dari budidaya kelapa sawit pada lingkungan dan masyarakat. Beberapa aspek penting RSPO yang harus ditekankan pada perusahaan yaitu keadilan dalam bekerja, tidak merampas lahan masayarakat lokal, tidak membuka hutan primer/lindung untuk lahan perkebunan, dan satwa yang berada di perkebunan harus dilestarikan.

RSPO bersama WWF dalam hal ini cukup serius untuk mewujudkan sertifikasi sustainable palm oil bersama beberapa pihak diatas. Produsen yang telah menjadi anggota RSPO terikat komitmen untuk memenuhi standar sosial dan lingkungan, dengan kata lain tidak ada kesempatan bagi perusahaan perusak dan pembakar hutan untuk mendapatkan sertifikat sustainable palm oil. Menurut data tahun 2015 yang dihimpun dari RSPO bahwa 51% perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah bersertifikasi sustainable palm oil dan sebanyak 48% suplai minyak kelapa sawit CSPO global berasal dari perkebunan kelapa sawit Indonesia. Namun, kenyataan pahit yang jelas terlihat adalah tidak lebih dari setengah total suplai CSPO tersebut yang dibeli oleh konsumen global.

Sebagai negara besar, Indonesia juga cukup masyur dengan jumlah aktivis didalamnya. Jika dikalkulasikan, aksi yang paling banyak dilakukan para aktivis tersebut adalah kampanye lingkungan. Bahasannya lebih banyak pada hilangnya hutan tropis di Indonesia yang disebabkan oleh ekspansi perusahaan kelapa sawit nakal. Namun berbanding terbalik dengan jumlah aktivis yang merekomendasikan RSPO sebagai solusi. Bahkan kebanyakan kampanye hanyalah sebuah penyampaian informasi yang tidak menawarkan solusi yang tepat kepada konsumen.

Kini saatnya menjadi konsumen cerdas untuk menyelamatkan hutan tropis Indonesia. Hutan tropis merupakan rumah bagi ribuan jenis satwa. Beberapa diantaranya dalam status terancam punah. Harus disadari bahwa teori 3R (Reuse, Recycle, Reduce)  tidak berlaku pada orang hutan, harimau sumatera dan gajah borneo. Jika satwa tersebut punah, maka tidak bisa diadakan lagi. Dalam hal ini dimaksud sebagai tidak mampu didaur ulang. Jangan biarkan mereka bertarung sendiri melawan ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Orang pintar akan memilih produk kelapa sawit yang berlogo RSPO yang sudah jelas akan menyelamatkan hutan. Mari bersama menyadarkan 49% perusahaan perkebunan kelapa sawit yang belum bersertifikat sustainable palm oil serta menjadi konsumen cerdas untuk menyudahi ketidaknyamanan bumi ini. Dunia sudah jenuh ketika musim hujan tiba khawatir datangnya banjir ataupun  ketika musim kemarau datang, harus menderita kelangkaan air bersih.

Indonesia memiliki kekuatan besar sebagai pengendali pasar minyak kelapa sawit. Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa (BPS 2010). Hal ini membuat Indonesia sebagai konsumen terbesar di dunia. Indonesia tentu mampu mewujudkan perkebunan kelapa sawit berkembang menjadi lebih baik. Mari menjadi generasi konsumen pintar dengan menggunakan produk kelapa sawit berlogo RSPO, untuk melindungi dan menjamin kelestarian hutan beserta satwa Indonesia!

“Indonesia tidak butuh generasi pencaci maki yang mencari siapa yang salah namun Indonesia butuh generasi pencari solusi (Ridwan Kamil)”. (Illyas Dede Saputra)

You May Also Like