Menjadi universitas unggul, mandiri dan berbudaya merupakan visi dari Universitas Udayana. Pemahaman mahasiswa terhadap kebudayaan sangat dibutuhkan untuk dapat mewujudkan visi tersebut, yang salah satunya menjadi universitas berbudaya. Di tengah bombardir sistem pendidikan yang indoktrin dan ideologis, kebudayaan terlanjur dianggap sebagai masa lalu sehingga pemahaman dan pelaksanaanya tidak maksimal.
“Kebudayaan merupakan dimensi hidup, kemampuan cipta dalam budi, rasa dalam kedalaman hati nurani, serta karsa dalam kehendaknya,” tutur Prof. Dr. Mudji Sutrisno saat ditemui usai Talk Show Budaya sebagai rangkaian Konferensi Budaya Nasional 2012 di Universitas Udayana pada Kamis (6/12).
Ia menambahkan, saat ini kebudayaan cenderung dianggap sebagai masa lalu, sebagian juga menganggap kebudayaan sama dengan kesenian. Anggapan inilah yang mendasari rendahnya pemahaman mahasiswa terhadap kebudayaan.
“Sistem pendidikan yang mengisi botol (menghafal-red) membuat mahasiswa terjebak oleh sistem yang indoktrin dan ideologis. Memandang kebudayaan hanya dari definisi teoritis saja,” papar budayawan yang juga guru besar Universitas Indonesia ini.
Mahasiswa selaku generasi muda pada dasarnya mempunyai potensi yang besar namun ruang untuk berekspresi dan berkreasi sangat minim. “Tawuran merupakan contoh aktifitas mahasiswa akibat dari minimnya ruang untuk mengembangkan potensinya,” ujar Mudji Sutrisno kelahiran Surakata.
Sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman kebudayaan masyarakat luas, Prof Mudji menggagas Sekolah Jurnalisme Kebudayaan yang telah diresmikan baru-baru ini. “Dengan adanya Sekolah Jurnalisme Kebudayaan diharapkan agar para wartawan dapat lebih giat menulis dan mempublikasikan hal-hal mengenai kebudayaan,” pungkasnya. (Manik Sudewi)