Ketika fajar menyingsing, burung-burung di hutan merasa asing. Riuh gelak tawa kian memecah kesunyian tempat burung menemukan kedamaian.
Pagi itu pukul 07.00 Wita, peserta telah berkumpul di lapangan parkir kantor JICA Mangrove Information Center. Minggu (3/3), ada kegiatan pembibitan mangrove yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan LPPM Universitas Udayana.
Diawali dengan pengarahan secara teori oleh I Wayan Suparta dari JICA berupa pengenalan jenis-jenis tanaman mangrove, persemaian mangrove, dan juga presentasi mengenai permainan rubik dari salah satu jenis mangrove. Setelah itu, peserta dilepas ke hutan mangrove untuk mencari buah mangrove jenis Rhizopora mucronata. “Minimal membawa sepuluh buah dalam waktu satu jam,” ujar Wayan.
Setelah waktu berakhir, hanya sedikit peserta yang mendapatkan buah yang diburu. “Memang untuk mendapatkan buahnya sangat sulit, terpenting kalian merasakan bagaimana rasanya sebagai pencari buah,” imbuhnya.
Persemaian ini dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan tanaman mangrove yang akan ditanam tanggal 12 April 2013 nanti di Wanasari Tuban. “Kami akan meneliti tentang pengaruh keberadaan kalsium karbonat terhadap kehidupan mangrove di teluk benoa,” kata Dr. Ketut Gede Dharma Putra,M.Sc yang kini sebagai dosen peneliti dari PPLH. Dharma Putra dan tim-nya masih mengkaji hal tersebut dan targetnya dapat menumbuhkan tanaman mangrove di tiap sisi sepanjang jalan tol Benoa.
Kegiatan ini dihadiri oleh 85 peserta yang terdiri dari FMIPA, FKP, FT, EH (Earthour) Denpasar, dan komunitas lainnya. “Harapannya agar mahasiswa menemukan topik-topik yang berkaitan dengan bidang yang dipelajari,” tegas Dharma Putra.
Yulius Leo Putra, ketua HMJ Kimia menyambut positif kegiatan ini. “Di kampus ada mata kuliah tentang Amdal, dengan terjun langsung seperti ini merupakan langkah nyatanya, tidak hanya ngomong green chemistry aja.”
Sama halnya dengan ketua Earthhour Denpasar, Fahry Bakhar yang datang bersama lima rekannya. “Kegiatan ini merupakan salah satu program kerja kita di EH mengenai kelautan blue carbon.” Fahry juga menjelaskan kegiatan ini memberikan akses sebagai sarana edukasi apalagi kawasan mangrove sudah ditutup. (Dwijayanthi)