Kini setiap hari Kamis, di depan monumen Bajra Shandi, Renon, Denpasar, sejumlah massa aksi dengan identitas pakaian yang serba hitam menggelar Aksi Kamisan Bali. Berbagai individu maupun kolektif secara sukarela bergabung. Mereka berupaya mencipta ruang inklusif baru bagi segala isu pelanggaran HAM. Faktual, apresiasi sekaligus represi mewarnai Aksi Kamisan Bali.
Nyala peringatan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak hanya tercermin pada aksi kamisan yang menyebar di Bandung, Depok, Semarang, Jogja, Kediri, Malang, Pekan Baru, Kalimantan, dan daerah lainnya. Bali yang kerap dicitrakan sebagai pulau apolitis penuh kaum plesir ternyata juga tidak ketinggalan. Aksi perdana pun berhelat pada 23 September 2021. Pada aksi perdana tersebut Aksi Kamisan Bali #1 mengangkat isu dan narasi “September Hitam”. Pemilihan isu sekaligus pelaksanaan di bulan September menjadi momentum bagi aksi untuk merawat ingatan kolektif terhaap pelanggaran-pelanggaran HAM yang belum tuntas. Diantaranya, Kasus Pembunuhan Munir, Tragedi Tanjung Priok, Peristiwa Semanggi II, Reformasi Dikorupsi, pembunuhan pendeta Yeremia, Sejarah kelam pembantaian 65, dan lainnya.

“Aksi kamisan pertama fokusnya kegiatan aksi ini menyampaikan memperkenalkan apa itu Aksi Kamisan Bali, kenapa kita hadir, dan apa tujuan yang ingin kita capai,” tutur salah satu pihak Komite Aksi Kamisan Bali yang tidak ingin disebutkan namanya itu (23/9). Lebih lanjut pihak Komite Aksi Kamisan Bali menuturkan narasi yang dibawakan pada aksi perdana ialah menagih janji pemerintah untuk menuntaskan penggaran HAM, khususnya yang terjadi di bulan September. Adapun ekspresi dari dua tujuan tersebut kemudian dirangkai melalui ekspresi secara bebas berupa pembacaan puisi, orasi, live music, dan lainnya. Komite Aksi Kamisan Bali yang terbentuk dengan sistem rekrutmen terbuka itu selalu mengadakan rapat setiap meinggu unuk membahas kegiatan apa yang akan dilanjutkan pada minggu selanjutnya. Sistem rekrutmen terbuka tersebut lantaran bertujuan memberi kesempatan bagi masyarakat yang memiliki permasalahan terkait HAM, kebebasan sipil, dan demokrasi agar memiliki ‘wadah’. “Sehingga tidak hanya bisa inklusif pada orang-orangnya tapi juga isu-isunya. Jadi bulan ini september hitam ya september hitam. Kalau bulan depan ada isu yang relevan itu yang dipakai,” lanjut pihak Komite Aksi Kamisan Bali memberi keterangan selepas aksi.
Mencoba Merangkul Keluarga Korban
Lebih lanjut Aksi Kamisan Bali tidak jauh berbeda dengan bentuk-bentuk Aksi Kamisan di berbagai daerah lainnya. “Untuk kekhasan sendiri, sebenarnya kita ingin merangkul keluarga-keluarga di Bali yang pernah mendapat penggaran HAM. Kita mengupayakan agar bisa bertemu dan merangkul keluarga korban untuk bergabung dalam gerakan ini,” ungkapnya menambahkan. Adapun Aksi Kmisan Bali ingin menegaskan bahwa aksi ini menajdi ruang unuk menyampaikan segala ekspresi dan kritik. Di sisi lain, berbagai bentuk selanin unjuk rasa juga memungkinkan untuk dilakukan, seperti diskusi serta upaya pencerdasan lainnya. Adapun sejumlah massa aksi yang memilih turun ke jalan untuk melakukan serangkaian aksi dinilai bahwa upaya ini lebih efektif tinimbang gerakan digital. Oleh karennya, momentum waktu dan pemilihan tempat menjadi pertimbangan penting dalam aksi perdana Kamisan Bali.

Menerima Represi pada Aksi Ketiga
Meski pada aksi perdana tersebut menarik banyak perhatian pengendara yang lewat, aksi ketiga justru diwarnai dengan respons tindakan represi dari pihak aparat. Hal ini terjadi pada Aksi Kamisan Bali pada Kamis, 7 Oktober 2021 dengan tema “Satu Tahun Pesta Oligarki (Rakyat VS Omnibus)”. Dilansir dalam rilis yang dimuat pada akun resmi Aksi Kamisan Bali (@aksikamisanbali), saat aksi berlangsung aparat kepolisian dan ormas reaksioner mencoba membubarkan aksi dengan alasan perizinan. Lebih lanjut, pihak aparat pula dipaparkan melakukan diskriminasi terhadap massa aksi dari mahasiswa Papua. Adapun pihak Aksi Kamisan Bali mengonfirmasi perihal surat pemberitahuan aksi sudah diberikan kepada pihak kepolisian sehari sebelumnya. Hal ini pun memantik pernyataan sikap dari pihak Aksi Kamisan Bali yang menyatakan sikap melawan segala bentuk diskriminasi dengan bentuk apapun serta mengecam aparat dan ormas atas tindakan represifitas dan diskriminasi yang dilakukan.
Meski telah menarik atensi publik Bali sekaligus mendapatkan tindakan represi dan diskriminasi dari pihak aparat, aksi Kamisan Bali akan terus bergulir. “Harapannya memang bisa mencapai sebagai wadah inklusif bagi segala individu dan segala isu yang ada dalam masyarakat.” Tutup pihak Komite Aksi Kamisan Bali.
Penulis: Galuh
Penyunting: Yoshin