Pendidikan saat ini terkesan hanya ditujukan untuk mereka yang “berduit”, padahal kenyataannya orang yang memiliki permasalahan di bidang financial pun cukup antusias untuk mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Ketika siswa SMA dihadapkan dengan pertanyaan “akan kemana setelah lulus?” sebagian besar memilih untuk meneruskan kebangku kuliah. Ya, perguruan tinggi menjadi pilihan mereka.
Namun terkadang, biaya pendidikan yang terlampau tinggi menghentikan langkah mereka untuk melanjutkan kuliah. Beasiswa Bidik Misi merupakan salah satu alternative yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Beassiswa ini ditujukan kepada siswa lulusan SMA/sederajat yang memiliki potensi akademik namun terbentur dengan permasalahan keuangan. Rp 6.000.000 merupakan harga satuan bantuan biaya pendidikan per mahasiswa/semester untuk tahun 2011. Dana tersebut terdiri dari bantuan biaya hidup dan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan.
Universitas Udayana (UNUD), merupakan salah satu perguruan tinggi penyelenggara (PTP) program bidik misi sejak tahun 2010. Berbeda dengan buku panduan bidik misi, dimana mahasiswa sepantasnya mendapatkan biaya sebesar Rp 6.000.000,-/ semester, mahasiswa UNUD hanya mendapatkan dana sebesar Rp 4.500.000/semester. “Sebenarnya dana untuk mahasiswa bukan 6 juta rupiah, melainkan Rp 750.000/bulan x 6 sehingga masing-masing penerima beassiswa akan mendapatkan dana sebesar Rp. 4.500.000/semester”, ujar Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya M.S, Ketua Unit pengembangan beasiswa dan perbantuan kemahasiswaan UNUD. Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan dikalangan penerima beasiswa bidik misi “kemana dana yang 1,5 juta?”.
Dana sebesar Rp 1.500.000 tersebut digunakan untuk biaya penyelenggaraan pendidikan. Dimana berdasarkan buku panduan bidik misi 2011 dijelaskan bahwa “bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan yang dikelola oleh masing-masing PTP sebanyak-banyaknya Rp2.400.000”. dana tersebut pun dapat digunakan oleh PTP untuk melakukan subsidi silang. “Dana 1,5 juta sisanya digunakan untuk SDPP (sejenis sumbangan seperti sumbangan uang gedung, kegiatan akademik dan digunakan untuk subsidi silang) dan sumbangan itu dikelola oleh UNUD” ucap Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya M.S menambahkan.
Sayangnya, mekanisme dari subsidi silang inilah yang kurang mendapat penekanan. “mayoritas mahasiswa masih mempertanyakan pertanggungjawaban pemotongan dana untuk subsidi silang, bagaimana sih perhitungannya?” ujar Linda Oktari Dewi, Koordinator Bidik Misi Mahasiswa Fakultas Sastra 2010. Mahasiswa hanya sekedar tahu bahwa dana tersebut digunakan untuk subsidi silang, tetapi informasi tentang rincian dan penyebaran subsidi silang ini masih minim ditingkat mahasiswa. “sering kali ada kebijakan yang mendadak diketahui mahasiswa, sosialisasi kurang sehingga tak jarang mahasiswa menjadi kaget akan adanya suatu kebijakan yang baru”, papar Elbinsar Purba, Presiden BEM PM UNUD tahun 2011/2012.
Tentu saja permasalahan semacam ini akan menjadi pertanyaan besar bagi mahasiswa. Koordinasi antar penyelenggara dan mahasiswa yang minim, mengindikasikan beasiswa ini terkesan lambat tiba di mahasiswa. “beasiswa dipotong 1.5 juta untuk SPP, SDOP, SDPP sampai sekarang pun beasiswa belum dikirim, bahkan melewati jadwal pembayaran SPP” kata Linda menambahkan. beasiswa tentunya diharapkan bisa sedikit mengurangi beban mahasiswa, koordinasi pun menjadi satu hal terpenting untuk meminimalisir kesalahpahaman yang ada. Ketika semua “clear” beasiswa ini pun akan benar-benar dapat merealisasikan tujuan pokoknya, yaitu meningkatkan akses dan kesempatan belajar di perguruan tinggi bagi mereka yang berpotensi akademik dan kurang mampu secara ekonomi.
EKA ARI